Jumat, 22 Mei 2020

Aisyah untuk Faaris

Cerita kali ini kiriman dari "Riend Humairah". Saya ucapkan banyak terima kasih atas ceritanya. Sudah saya baca dan ceritanya sangat menarik sekali. Alurnya jelas, kalimatnya sederhana, mudah dipahami dan yang paling penting dari cerita ini adalah hikmahnya. Bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak muda yang saat ini sedang mencari jodohnya.

Pokonya ceritanya baguss banget deh. dan katanya lagi, ini cerita kisah nyata. Yuk di simak.

* * * * * * * * * *

Aisyah Untuk Faaris

“Masya Allah dia tampan sekali Aisy” Shifa menyikutku tampak dibinar matanya sorot kekaguman yang luar biasa pada sosok pria yang berdiri tegak didepan lapangan  sedang memberikan kultum dipagi jumat ini. Dia Faaris Salam, murid kelas X11  Ipa 1 yangmost wanted di MA Miftahul Huda ini. Selain paras yang menawan, kak Faaris_biasa aku memanggilnya_juga seorang ketua Rohis dan hafiz Qur’an serta pemegang juara satu umum semester kemarin. Bisa disimpulkan untuk jatuh cinta pada kak Faaris bukanlah hal yang sulit.

“Jadi untuk sahabat-sahabatku yang dirindukan surga, jatuh cinta itu merupakan fitrah seorang hamba, kita sebagai remaja yang sedang berjuang untuk dirindukan surga,jangan menodai fitrah cinta tersebut . Jatuh cinta itu enggak perlu diumbar,karena tulang rusuk itu enggak akan tertukar“  Kak Faaris memberikan kesimpulan kultum nya pagi ini yang bertema“Jatuh cinta ala remaja yang sedang berjuang untuk dirindukan surga”. Aku bisa melihat sorot kekaguman dari beberapa pasang mata sahabat-sahabat ku. Tak terkecuali Shifa.

“Aaaa Aisy dia keren banget Aisy, semoga calon masa depan aku ya Aisy hihihi“ aku hanya menggeleng melihat polah Shifa yang lagi terserang virus merah jambu, salah tingkah. Melihatku yang tanpa berkomentar, Shifa lagi-lagi menyikutku “Aamiinin dong” rajuknya yang bikin aku mau tak mau menarik bibir mengadiahi Shifa dengan lengkungan kecil dibibirku..

“Aamiin”.

Kak Faaris itu kalau dibikin metafora seperti bintang sirius di rasi canis mayoris. Dia bersinar terang diantara bintang lainnya, dan semua orang mengagumi cahaya birunya, termasuk aku. Bergabung dibawah organisasi yang sama yaitu rohis,sedikit banyak nya membuat perasaan ku pada kak Faaris bertambah setiap harinya. Aku tak memungkiri bahwa aku juga merasakan apa yang Shifa rasakan bahkan mungkin semua akhwat disekolah ini. Lagipula aku sudah pernah bilangkan jatuh cinta pada kak Faaris itu bukanlah hal yang sulit?

Ini merupakan tahun terakhir kak Faaris di sekolah ini, tinggal menghitung hari lagi pengumuman kelulusan untuk kelas X11. Sementara aku masih harus menunggu setahun lagi untuk merasakan momen deg-degan menanti kelulusan karena aku masih duduk dikelas XI. Aku mendengar bahwa kak Faaris diterima di universitas Al-Azhar Mesir untuk program studi tafsir hadist. Kami memberikan ucapan selamat pada kak Faaris sore ini yang diwakilkan olehku sebagai ketua keputrian karena wakil rohis__kak Fudho tidak bisa hadir.

“Tahniah buat kak Faaris, semoga nanti nya ilmu yang didapat bisa bermanfaat bagi orang-orang disekitarnya. Dan doakan juga ya semoga kami juga bisa menyusul langkah kak Faaris, Barakallahu” ucapku mewakili anggota rohis menyampaikan selamat. Rasanya jantungku berdetak berkali-kali lipat dari biasanya hanya karena aku menyebut namanya. Memang interaksi ku dengan kak Faaris jarang sekali. Karena aku berada dalam keputrian. Dan bisa dihitung jari aku menyebut namanya itupun mungkin ketika rapat seluruh keanggotaan rohis.

“Ya Allah yang menggenggam hatiku, jika dia jodoh hamba dekatkanlah, jika dia bukan jodoh hamba beri hamba kekuatan untuk menerima kenyataan Rabb..”

“Aisyah, jadi datang gak nih akikahan Nizam?” aku mendengar Shifa merengek-merengek diujung telepon seperti bayi. Aku tertawa. Besok Shifa akan melaksanakan akikah untuk putra pertamanya dengan Arsil. Aku merasa bersalah karena tidak hadir dimomen bahagia Shifa. Bukan enggak mau tapi waktu itu aku dikirim ke Palestina sebagai tenaga medis untuk rumah sakit Indonesia yang dibangun di distrik Beit Lahiya Gaza Utara. Ku dengar Arsil adalah pria yang baik dan soleh. Saat ini Arsil bekerja  sebagai Sistem Analis di perusahaan Google, Jakarta.

“Insya Allah”sahutku, aku mendengar Shifa berteriak senang diujung sana.

“Insya Allah apa dulu nih? Insya Allah iya apa enggak?” lagi-lagi Shifa merajuk. Ya ampun udah  nyaris kepala tiga, Shifa masih aja suka merajuk.

“Insya Allah iya sayang” ucapku geram menahan tawa.

“Ditunggu loh ya, sekalian bawa calon nya  “ Shifa menggoda diujung sana, aku hanya bisa tertawa.

" haha,udah dulu ya Aisy nelpon kamu kena roaming internasional mulu, kamu sih jauh banget, assalamualaikum sahabat cantikku” Shifa menutup telponnya.

Aku terlambat menyadari bahwa aku nyaris kepala tiga. Semua sahabat-sahabatku di MA hampir sudah menikah, termasuk Shifa. Bahkan yang lain ada yang sudah punya anak tiga,sedangkan aku ?

Jujur saat ini aku masih mengharapkan kak Faaris meskipun seperti mengharapkan matahari terbit dipucuk senja. Sejak aku mewakili untuk mengucapkan selamat pada kak Faaris dua belas tahun lalu, aku enggak pernah lagi mendengar kabar tentangnya. Barangkali dia sudah menikah dan dikeliling malaikat kecilnya. Lagipula wanita mana yang tidak akan naksir dengan pria seperti kak Faaris yang nyaris sempurna.

Bukannya aku menutup hati untuk pria lain, aku pernah hampir menikah lima tahun lalu, abah menjodohkan ku dengan seorang putra kiyai, tapi namanya tidak jodoh, kami memutuskan tidak jadi melangsungkan pernikahan karena dia sudah memiliki pilihan dan aku pun belum siap untuk menikah.

Sesuai janji ku pada Shifa, aku mengambil cuti beberapa hari dan mengambil penerbangan dari Mesir.

“Masya Allah Aisyah, kamu cantik sekali” puji Shifa sembari memelukku seerat mungkin, dia tidak peka kalau aku hampir kehabisan nafas karena pelukannya.

Shifajuga tidak banyak berubah, masih Shifa ku yang dulu hanya saja badannya agak gemuk,mungkin efek usai melahirkan.

“Mas ini kenalkan sahabat aku yang sering aku ceritain ke kamu” aku menegang melihat siapa yang berdiri didepan ku saat ini.

“Aisyah”ucapku gugup. Demi Allah Arsil mirip sekali dengan kak Faaris. Aku hampir tidak bisa mengontrol diri.

“Ayo masuk Aisy, Nizam lagi nunggu tante Aisyah nih” celoteh Shifa sembari mengajakku masuk kekamar Nizam. Akikahan Nizam sudah selesai dua jam lalu. Lagi-lagi aku ketinggalan momen bahagia Shifa karena pesawatdelaybeberapa jam.

“kamu pasti syok kan ngelihat mas Arsil tadi? Hihi dia emang mirip banget sama adiknya”ucap Shifa sembari mengambil Nizam dari ayunan

Aku menggendong Nizam dan mencium puncak kepala bayi berusia 40 hari tersebut.  Aku menautkan alis mendengar guyonan Shifa.

“Ingat gak Aisy, kak Faaris yang aku sukai dulu ternyata dia adik nya Mas Arsil haha, lucu ya Aisy, aku suka nya dulu sama kak Faaris eh jodoh malah sama abangnya.” Shifa tertawa. Aku diam beberapa saat. Ingin sekali aku bertanya kepada Shifa apakah kak Faaris sudah menikah, namun pertanyaan itu hanya terkulum dibibir.

“Berarti doakamu terkabul dong, ya walaupun gak sama kak Faaris tapi yang penting persis” ucapku tertawa menimang-nimang Nizam, aku sedang mencoba menetralkan perasaanku.

“iya Aisy, eh ngomong-ngomong kamu udah punya calon belum?” kan kan, Shifa lagi-lagi menggodaku. Aku hanya mengendikkan bahu. Sesuatu yang hangat mengalir di baju gamisku.

"Yah dede Nizam nakal nih sama tante, baru ketemu udah dipipisin aja " aku buru-buru mengganti popok Nizam, sekalian mengalihkan jejeran pertanyaan Shifa yang bikin hati nyesek.

“Bagus deh kalo belum, soalnya ada yang nungguin kamu dari dulu” ujar Shifa tersenyum. Aku tidak bisa mengartikan maksud Shifa. Otakku keburu lemot.

“Yuk,,aku kenalin sama keluarga mas Arsil” Shifa mengajakku keluar dari kamar Nizam. Tadi aku hanya sempat berkenalan dengan mas Arsil karena Shifa langsung mengajakku kekamar Nizam.

Tiga meter dari jarak aku berdiri saat ini, aku bisa melihat kak Faaris tersenyum. Senyumnya masih sama seperti dulu, senyum pengantar pagi milik kak Faaris__menyejukkan. Rasanya kakiku mendadak jadi jelly. Kenapa aku jadi semenye-menye ini? Kecewekan sekali. Selesai menyalami ibu dan mertua Shifa yang tak lain adalah ibu kak Faaris, aku mendadak jadi kaku. Semuanya malah pergi kedapur meninggalkan aku sendiri dengan kak Faaris yang duduk didepanku. Satu detik dua detik tidak ada percakapan yang terjadi. Padahal begitu banyak pertanyaan yang tersetting dikepalaku seperti ‘Gimana kabar kakak?’ atau ‘Kakak sekarang kerja dimana?’ atau pertanyaan yang bikin hati jleb sendiri ‘Istri kakak mana, kenalin dong’. Tapi semuanya tertahan dikerongkongan.

“Dik Aisyah apa kabar?” kak Faaris memecah keheningan. Aku gugup sekali. Perasaan ku campuraduk.

“Alhamdulillahkak, baik, kakak sendiri gimana?” ucapku sekedarnya. Aku tidak berani menatap mata kak Faaris, takutjika akhirnya aku malah tenggelam dalam mata hujannya.

"Insya Allah kalau dik Aisyah baik, kakak juga baik" demi apa dengan kalimat ini sajaa sanggup membuat ku melayang diudara. senyum pengantar pagi ala kak Faaris terbit lagi, membuat ku menggigil karna begitu menyejukkan.

“Oh ya istri kak Faaris mana? Kenalin dong hehe?” akhirnya pertanyaan itu muncul dari bibirku diselingi tawa yang terdengar aneh sekali.

“Istri?” bibir kak Faaris berkedut menahan senyum.

“Saya sedang menunggu seseorang pulang dari Palestina” ucapnya, aku mengerjap-ngerjapkan mataku takut jika ini mimpi. Rasanya ribuan kupu-kupu mengepakkan sayap nya diatas kepalaku dan ribuan daun waru khas musim semi berguguran diantara kami berdua.

“ha?” aku masih tidak mampu mengontrol hormon dopamin ku yang sedang menguar. Kak Faaris tersenyum lagi.

“Iya, mau tidak dik Aisyah menjadi istri dan ibu dari anak-anak kita kelak?” aku mengangguk tersenyum dan menangis bahagia.

“jatuh cinta itu enggak perlu diumbar ukhti, cukup hanya kita dan Allah saja yang tahu. Jika kamu benar-benar tulang rusuknya yang hilang, dia tidak akan berpaling, karena Allah akan mengantarnya untuk menjemput tulang rusuknya yaitu kamu”

Written by: Riend Humairah

Hanya Aku Yang Tahu

Artikel kali ini dikirim dari "Sayyidah Umayah". Sebenarnya ada beberapa artikel kiriman pembaca yang agak saya kurang pahami perihal nama. Ada satu email mengirimkan beberapa cerita tapi nama lengkap dan nama penulisnya berbeda. Untuk diketahui bersama bahwa pada form kirim cerita, nama lengkap seharusnya di isi dengan nama pengirim cerita ya, bedakan dengan nama penulis. Kecuali memang karangan sendiri, nama lengkap dan nama penulis mungkin akan sama.

Oke, kita lanjut aja ke cerita berikutnya ya ini kiriman dari email yang sama dengan cerita sebelumnya yaitu "Aisyah Untuk Faaris". Kali ini judulnya "Hanya Aku Yang Tahu". Semoga kisahnya inspiratif lagi ya pembaca. Yuk disimak lagi.

* * * * * * * * * *

Hanya Aku yang Tahu

Setiap accident pasti membuat perasaan menjadi tidak baik. Karena pagi itu aku harus segera hadir dalam seminar yang diadakan di salah satu Universitas di daerah ku. Aku harus buru-buru karena waktunya sudah mepet dan tempat diadakan seminar sangat jauh dari tempat tinggal ku. Hal yang membuat aku harus buru-buru adalah pembicara seminar kali itu adalah seorang penulis novel yang sangat aku suka. Beliau adalah Bang TERE LIYE. Betapa kesempatan berharga ini jangan sampai disia-siakn. Jadi, jangan sampai ketinggalan sedikitpun.

“Maaf ya dek harus menunggu kakak?” hari itu saya pergi bersama junior saya yang menemani saya ke bengkel.

“Gak apa-apa kak, acara nya masih satu setengah jam lagi”, kata nya dengan penuh perhatian.

Setelah selesai urusan saya di bengkel, kami melanjutkan perjalanan. Membutuhkan waktu satu jam untuk pergi ke tempat acara seminar diadakan. Belum dihitung dengan macet, kecepatan dan lainnya.

Tepat pukul 08.15 kami sampai di tempat acara. Alhamdulillah acara belum di mulai.

Kami melakukan registrasi kehadiran. Dan mencari tempat duduk paling depan. Tapi kami dapat tempat duduk di tengah, karena yang paling depan sudah penuh.

“Tak apalah, yang penting masih bisa melihat bang Tere Liye dengan jelas.” Bathin ku.

Kami menikmati pembukaan oleh MC dengan suara yang bergema. Sambutan dari Presma yang hanya saya ketahui dari medsos betapa semangat beliau dalam orasi, ternyata beliau memang berwibawa dan semangat. Serta sambutan dan pembukaan dari rektorat yang syahdu beliau bawakan.

Acara pembukaan selesai, 15 menit waktu kosong. Ternyata kami menunggu bang Tere Liye menuju tempat seminar.

Suasana dingin, ditambah lagi keadaan kemanusiaan ku yang tidak bisa bersahabat. Takut ketinggalan seminar, aku menahan untuk panggilan alam. Tapi karena sudah tidak tahan, akhirnya aku pun keluar dari tempat duduk. Di temani adik ku untuk pergi ke belakang.

“Aduh kakak ni nanti kita ketinggalan lo” katanya kesal.

“Sebentar saja dek” kata ku memohon. Karena malu mau pergi sendiri. Dan akhirnya dia mau juga menemani. Tak lama di belakang, terdengar suara moderator yang lantang dan bersemangat yang menandakan bahwa bang Tere Liye membuat saya gugup dan semakin takut ketinggalan seminar bang Tere Liye. Adek saya di luar sudah teriak-teriak suruh cepat.

Pertama kali saya mendengar suara moderator, selain saya penarasan dengan wajah bang Tere Liye, saya juga penasaran dengan wajah Sang Moderator. Di depan cermin saya terdiam, berpikir dan menerka.

“Dari suara yang lantang dan penuh semangat sepertinya saya tahu siapa yang jadi moderator. Ah tapi bukanlah aku kan belum pernah dengar suaranya yang asli selain dengar suaranya dari youtube” Berbicara sendiri menerka-nerka di depan cermin. Aku tersadar ketika adikku berteriak pas di dekat telingaku. Kami pun kembali ke tempat duduk.

Dengan heboh aku berteriak kecil di tempat duduk selain bisa melihat wajah bang Tere Liye, tebakan ku benar, siapa orang yang jadi moderator pada saat itu. Dia adalah orang yang aku tahu, tapi bukan aku kenal. Senang sekali. Bisa secara langsung melihat 2 orang yang membuat ku penasaran selama ini.

“Tenang kak” kata adikku yang gantian terkejut karena kehebohanku.

Bagiku, aku tidak bisa tenang karena saat inilah aku melihanya dengan jelas. Dan itu membuatku tersenyum sepanjang acara.

“Kamu tidak tahu cerita tentang nya bagiku dek” gumamku sambil tersenyum.

***

Setahun lalu, aku mulai ingin mencari kenalan sebagai tempat tanya jawab mengenai apa yang harus dilakukan di tingkat 3 nanti, referensi perusahaan mana saja yang baik untuk tempat kerja praktik, apa saja yang harus dibuat untuk menyusun Tugas Akhir di dalam konsen ku yaitu Sistem Informasi, dan masih banyak lagi. Selain kenalan dari kampus, aku juga melanglang buana mencari teman di media sosial dari kampus lain, siapa tahu ada pengalaman yang berbeda. Selain pelajaran, mungkin bisa berbagi ilmu non-akademik, ilmu agama misalnya, atau ilmu politik, atau ilmu sosial dan masih banyak yang lain.

Aku mulai mencari dari grup di mana aku ikut bergabung di dalam nya. Dari banyak grup, aku memilih grup yang selama ini benar-benar memberi manfaat buat ku. Bukan grup yang hanya berisi status main-main.

Dari grup itu ada satu nama yang kupilih secara acak, entah karena kebetulan si pemilik akun kuliah di salah satu Universitas di daerah ku. Dari keterangan singkat profilnya, si pemilik akn juga mengambil konsen yang sama denganku yaitu sistem informasi. Bedanya beliau satu tingkat di atas ku. Beliau adalah Generasi 12. Setelah dipikir-pikir aku seperti stalker, tapi sebenarnya tidak. Aku berniat untuk tidak meminta pertemanan karena aku fikir nanti orang itu mengira aku jadi stalkernya. Terlalu terbawa perasaan. Saya hanya me-screenshot pin bbm beliau. Sampai sekarang pun belum pernah aku invite, yaa karena malu tadi.

Dari semua status dan foto yang diupload beliau, bisa diambil kesimpulan beliau adalah orang yang aktif. Dari foto dan status yang diuplod ada beberapa nama yang dicantumkan. Saya coba membuka satu nama.

Setelah masuk ke halaman dindingnya, aku membaca sedikit profilya, ternyata konsentrasi yang beliau ambil adalah Ilmu Komunikasi.

“Ehmm, beda konsentrasi, tapi gak apa-apalah, mana tahu ada info lain yang menarik”, ungkapku sambil terus menaik turunkan scroll pada laptop ku.

Dilihat dari semua yang diupload beliau, beliau pun adalah orang yang sangat aktif. Aku berfikir orang ini suka membaca, karena kata-kata yang tersusun rapi dan konsisten.

Sampai pada suatu foto, yang mungkin waktu itu foto lama si pemilik, bagi ku foto itu membuatnya terlihat seperti ustadz Felix Siauw. Tapi setelah tahu aslinya beliau jauh dari ustadz Felix Siauw. Terkekeh aku mengingatnya. Entah darimana ku lihat beliau mirip ustadz Felix Siauw.

Selain foto aku juga melihat ada pin bbm beliau, lagi-lagi aku hanya me-screenshot pin bbm beliau. Dan hasil itu hanya tersimpan di memori hp.

Sebulan berlalu, UTS sudah berlalu. Setiap tahunnya pada bulan Desember akan ada libur natal dan tahun baru. Liburan kali ini adalah kesempatan ku pulang ke rumah orang tua. Sudah lama tak pulang, membuat rindu harus terbayar pada liburan kali ini. Karena betapa sibuk adan padatnya jadwal perkuliahan di kampusku. Harus banyak menguras pikiran dan tenaga.

Seperti halnya semua mahasiswa yang pulang ke rumah. Mereka menggunakan waktu sebaik-baiknya dengan keluarga. Berlibur dengan keluarga, melepas rindu, membantu orang tua. Di mana menurut ku liburan adalah kesempatan untuk berbakti dan mengbdikan diri lagi pada orang tua. Karena sudah berbulan-bulan kita mengabdi dan berbakti pada tugas dan kegiatan perkuliahan. Sejenak melupakan perkuliahan, namun tidak sepenuhnya karena ada juga tugas liburan yang dibawa pulang ke rumah. Itu juga harus diselesaikan.

Setiap malam, aku dan ibuku biasa bercerita tentang masa-masa perkuliahan ku, beliau yang bercerita apa saja kegiatan beliau selama aku tak ada di rumah. Bercampur perasaan di dalam hati, bahagia dan terharu.

Ketika ibuku ke dapur, aku mengecek hp. Ada pemberitahuan di salah satu media sosialku. Aku buka dan melihat ada apa di dalam pemberitahuan.

“ibuuuuukkkkkk........ Coba sini sebentar!” aku berteriak karena terkejut dengan apa yang kulihat dipembertahuan.

“Ada apa, kok teriak-teriak” kata ibuku yang datang buru-buru dari dapur.

“Coba lihat buk, orang ini nge-add Dinda buk”. Dengan semangat kutunjukkan pemberitahuan itu pada ibuku.

“Emang kenapa sampai teriak begitu, ya sudah terima saja”, jawab ibuku enteng.

Memang selama ini aku bukan lah orang yang mudah menerima permintaan perteman yang diminta kepada ku. Aku akan melihat dulu ke dalam halaman diding mereka. Jika menurutku baik ya aku terima, jika membuat ku merasa terganggu lebih lagi aku tidak kenal ya sudah saya abaikan. Mungkin terdengar kejam, tapi ini suatu usaha perlindungan dan kenyamanan. Belum tentu juga orang yang aku terima esoknya memberi kenyemanan di dalam media sosial ku.

“Tunggu ya buk, aku mau cerita. Orang yang add aku ini dulu udah pernah Dinda lihat halaman dinding fb nya, terus dinda screen shot pin bbm nya. Tapi dinda gak berani meminta pertemanan dan menginvite pin bbm nya Dinda malu, nanti dikira dia Dinda jadi stalker nya. Tapi kali ini Dinda gak nyangka, ternyata Dinda yang diadd sama dia.” Ceritaku penuh semangat paa ibuku.

Pada akhirnya aku konfirmasi permintaan pertemanan beliau. Senang dan gak nyangka aja. Sampai sekarang masih bingung, kok bisa kebetulan yaa, aku yang dulu cuma liat-liat halaman dinding beliau, ehh malah beliau yang meminta pertemanan ke aku. Terbawa perasaan. Dasar wanita.

Setelah tahu, ternyata aku dan dia banyak bergabung di grup yang sama di media sosial tersebut. Beliau adalah orang yang aktif di BEM di kampusnya, memegang peran penting juga. Aktif dalam lembaga dakwah juga dan masih banyak lain. Dari situlah aku tahu betapa beliau sangat suka membaca, koleksi novelnya sudah sampai 200-an. Ehmm, gak sebanding dengan punya ku yang baru 20-an.

Liburan telah usai. Waktunya kembali ke peradaban perkuliahan. Kembali pada tugas sebagai mahasiswa. Kembali melanjutkan perjuangan, membuktikan diri bisa berguna untuk negeri.

Aku dan teman-temanku sudah tiba di kost. Dan siap menempuh Senin pagi sebagai awal masuk dari liburan natal dan tahun baru. Harus dengan pikiran baru yang kembali fresh.

“Ibu suri, dia invite bbm Dindaaaa....”, teriakku histeris ketika melihat beranda bbm ku. Ada satu pemberitahuan kalau ada 1 yang meng-invite. Pas aku buka, ia adalah orang yang sama ketika meng-add fb ku. Ibu suri adalah panggilan teman satu kost dengan ku.

“Emang siapa dia kok heboh banget, sampai teriak-teriak begitu?” katanya penasaran dan melihatku yang aneh. Aku hanya senyum-senyum dan menceritakan hal yang sama kuceritakan pada ibuku.

“Cieeee...” ledek nya. Ibu suri malah meledek ku.

Tapi, untukku pribadi, setelah sebulan lau dia add fb ku, walaupun aku sempat bingung, tapi aku gak terlalu ambil pusing. Tapi dia malah invite pin bbm ku, ini kembali membuat ku bingung membuat banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab.

“Darimana dia tahu pin bbm ku yaa?” Atau “Aku pernah share pin bbm ke fb ya, tapi rasa-rasanya tidak pernah” kembali menerka-nerka.

Daripada bingung, akhirnya ku setujui saja invite nya. Tapi kami tak pernah melakukan chat, karena aku pun gak tahu apa yang mau ditanya, dia pun mungkin gak ada ditanyakan padaku. Hal yang membingungkan.

Tak lama setelah dia meng-invite bbm ku, aku kembali dihebohkan dengan pemberitahuan yang ada di akun instagram ku. Ternyata dia juga nge-follow akun instagram ku.

“Ya Allah, tahu darimana pula dia nama akun instagram ku.” Kebingungan ku sampai detik ini pun belum terpecahkan dan tak ada tanda-tanda yang mampu menjawabnya. Biarlah kebingungan ini bersemayam terserah dia entah mau sampai kapan. Sampai aku berharap bisa bertemu dan melihat wajahnya secara langsung.

***

Seperti biasa pada umumnya dalam seminar, pasti ada sesi tanya jawab. Karena pengalamanku, membuat aku membuat persepsi sendiri tentang tanya jawab di setiap seminar. Menurutku tanya jawab dalam seminar adalah seperti lotere keberuntungan yang jika ditunjuk oleh moderator saat itu ialah yang berhasil untuk bisa bertanya, meluapkan penasaran yang bersarang di hati dan pikiran, setelah menunggu 2 jam lamanya.

Namanya juga diibaratkan seperti lotere keberuntungan, kadang-kadang tidak langsung beruntung untuk kesempatan pertama. Sama halnya seperti yang ku rasakan. Mengangkat tangan lantas tidak ditunjuk itu merupakan suatu keberanian yang luar biasa. Hanya bisa cengengesan dalam kesal.

Baiklah, untuk ronde pertama aku terima ketidakberuntunganku. Mungkin juga karena aku kurang cepat seper second dengan orang lain. Mungkin dari pertanyaan mereka ada yang bisa ku dapat. Di ronde pertama ada 3 penanya, yang masing-masing memiliki pertanyaan yang tidak cukup satu, seakan pertanyaan itu beranak.

Santai, lugas, padat dan jelas bang Tere Liye menjawab semua pertanyaan. Pastinya Bang Tere Liye  tak pernah kehabisan cerita fiksi di setiap menjawab pertanyaan, seakan kami sedang dibacakan dongeng yang bertemakan ketekadan.

Ronde kedua dibuka, aku kembali meyakinkan hati untuk bertarung dengan beberapa ratus peserta seminar untuk mengangkat tangan lebih tinggi, padahal aku ragu-ragu untuk berdiri, karena sejujurnya aku takut gak ditunjuk lagi oleh moderator. Takut kalau aku harus kesal dengan moderator yang yang tak berdosa karena tidak menunjukku.

“Ya yang berkacamata”, kata moderator sambil melihat ke arah ku.

Waaaahh, kali ini aku beruntung sekali. Sang moderator melihat ku dan menunjukku. Ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Dalam hati aku sangat berterimakasih pada nya.

Nah, untuk ronde kedua ini agak berbeda, orang-orang beruntung tadi disuruh maju ke depan karena microfon yang tidak bisa diakses sampai ke kursi peserta.

“Ini beruntung atau malah mematikan yaa?” bathin ku, krena malu dilihat orang banyak.

“Tapi ini adalah kesempatan yang mungkin jarang untuk datang kedua kalinya, jadi ini adalah keberuntungan berlipat ganda” sorak riang dalam hati ku.

Yaa, dikatakan keberuntungan ganda karena selain bisa dengan jelas melihat bang Tere Liye dan bisa bertanya langsung, ini juga adalah salah satu kesempatan mengabulkan harapan yang dulu pernah ada. Sudah ku dengar suara aslinya yang benar-benar lantang dan penuh semangat. Sehingga memberikan energi positif tersendiri bagi pendengarnya, atau mungkin bagi ku sendiri. Aku juga berdiri di dekat nya, walaupun tak pas di sampingnya.

“Hari ini aku benar-benar bertemu kamu. Mendengar dan melihat dengan jelas. Banyak pertanyaan. Kebingunganku pun tidak juga hilang. Mungkin ini hanya sebatas perasaan yang salah. Dan ini hanya aku yang tahu” tersenyum.

Written by : Sayyidah Umayah

Cinta Pertama

Hari ini umurnya tepat menginjak 32 tahun. Pria baik, Berwajah tampan, Bertubuh gagah, dengan ekonomi yang berkecukupan, dan karir cemerlang yang luar biasa masih saja tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menikah. Bukan karena Ia masih ingin bermain-main dengan banyak gadis. Jangankan bermain-main dengan banyak gadis, satu saja dia belum punya.

Tama bukannya terlalu selektif pada setiap perempuan yang datang padanya. Hanya saja Ia tidak ingin melukai perasaan perempuan yang nantinya akan hidup bersamanya. Bayangan Rima yang masih saja berlari-lari dipikirannyalah yang membuat Ia ragu. Sulit sekali melupakan perempuan itu. Perempuan pertama yang dipacarinya saat SMA dulu. Tak terbayangkan bertahun-tahun Tama tidak juga membuka hatinya untuk perempuan lain. Semenjak Ia lulus SMA, Sarjana dan bahkan saat ini sudah bekerja. Padahal Dimas sahabat karibnya selalu mengingatkan bahwa Rima hanyalah cinta monyet yang harusnya mudah Ia lupakan. Tapi sayang, tidak bagi Tama. Baginya tak ada perempuan manapun yang dapat menandingi semua yang ada pada Rima. Wajahnya yang cantik, Tubuhnya yang proporsional bak model, Otaknya yang cerdas, Wawasannya yang luas, dan Tingkah lakunya yang begitu terlihat High Class.

Saat itu Tama memutuskan masuk ke SMA Sakti. Sejak dulu Tama memang dikenal tampan dan berprestasi. Banyak kesempurnaan yang Tama miliki.  Tama masuk di kelas 1B. Disitulah perkenalannya dengan Rima dimulai.

Gadis itu terlihat sangat energic, lincah dan menarik perhatian semua mata yang memandangnya termasuk Tama. Tidak butuh banyak waktu bagi mereka untuk saling tertarik. Bahkan semua teman-temanpun merasa mereka sangat cocok satu sama lain. Bagaimana tidak? Cowo Tampan dengan Cewe cantik yang kedua-duanya nyaris sempurna. Tak lama merekapun jadian. Layaknya ABG lain yang berpacaran begitupun mereka. Nonton, Makan malam, bahkan belajar bareng sering mereka lakukan. Saat itu Tama merasa sangat bahagia. Karena Rima bukan hanya melengkapi hari-harinya tapi juga membuat prestasi Tama semakin meningkat. Rimapun begitu terlihat sangat mencintai Tama, begitupun sebaliknya. Seolah mereka sepasang Raja dan Ratu yang sudah ditakdirkan hidup bersama selamanya. Dramatis memang, tapi itulah mereka. Tama dan Rima.

Ujian kenaikan kelas sudah usai. Seperti biasa merekalah yang selalu jadi langganan juara kelas. Singkat cerita liburanpun telah usai. Mereka kembali masuk sekolah. Sekarang mereka sudah menginjak kelas 3. Tentunya sudah lebih bisa bersikap dewasa. Ditahun ajaran baru ini ternyata ada seorang siswa baru di kelas Rima. Woooow siswa itu sangat menarik perhatian para siswi. Tentu saja, bagaimana tidak. Dia bernama Jamie, keturunan Belanda berdarah Amerika yang sudah dua tahun tinggal di Indonesia. Jamie dulunya sekolah di Internasional School saat kelas satu dan dua. Kemudian Ia ingin sekali bergaul dengan banyak orang asli Indonesia, sehingga Ia memutuskan untuk pindah sekolah ke SMA biasa. Wajahnya yang blasteran dan tentu saja tampan, membuat semua siswi penasaran dan ingin dekat dengan Jamie si Bule blasteran itu. Tapi tidak dengan Rima. Bagi Rima, cukuplah Tama tambatan hatinya. Tak ada yang menyangka begitu setianya Rima pada Tama. Tapi itulah Rima.

Seperti dugaan banyak orang, Jamie tertarik pada Rima. Jamie yang memang sudah lancar berbahasa Indonesia memberanikan diri menyapa Rima. "Hai.... boleh saya tau nama kamu?" . tanyanya dengan sopan. "Hai, nama gue Rima. Sorry ya gue mau ke toilet" . Jawab Rima kemudian sambil bangkit dari kursinya seperti tidak mempedulikan Jamie. Rupanya sikap Rima yang sedikit angkuh membuat Jamie semakin tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Karna selama ini tidak ada satu wanitapun yang tidak bisa Jamie taklukan. Itulah Jamie. Si bule yang selalu berhasil menaklukan banyak wanita. Entah berawal dari mana akhirnya Jamie memiliki sahabat-sahabat dekat di sekolah itu. Robi, Bagas, dan Doni. Mereka selalu berempat. Sifat mereka yang sangat suka menggoda para siswi tentu saja sangat membuat Rima risih jika mulai di dekati oleh Jamie.

Singkat cerita akhirnya sebentar lagi ujian akhir segera tiba. Dua minggu lagi ujian, tama bermaksud mengajak Rima belajar bersama seperti biasa. Tapi dicari ke manapun bahkan di tiap sudut kelas, perpustakaan, kantin, atau tempat-tempat yang biasa Ia dan Rima kunjungi tidak nampak sosok Rima. "Hei, kalian gak liat Rima di mana?" . Tanya Tama dengan teman-teman dekat Rima. Namun tak seorangpun yang tau. "Ke mana ya Rima, gak biasa-biasanya dia absen tanpa ngasih tau gue". Guman Tama dalam hati. Sudah sejak pagi Tama mencari Rima. Di sekolah tidak ada, di telepon pun tak diangkat, bahkan di SMS juga tidak di balas. Perasaan Tama gelisah. Entah ada apa dengan Rima. Tapi memang tidak seperti biasanya Rima menghilang dan tidak memberi kabar pada Tama. Akhirnya sepulang sekolah Tama memutuskan menemui Rima di rumahnya. Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Tama segera pergi ke rumah Rima. Tapi apa yang didapatkannya sangat membuat Tama semakin gelisah.

"Mbok, Rima ada? Kenapa hari ini Rima ngga ke sekolah ya mbok?" . Tanya Tama kepada Mbok Darmi pembantu rumah Rima dari balik gerbang besar rumah Rima.

"Aduh mas, si mbok bingung. Mbok gak bisa ngomong apa-apa. Yang jelas, den Tama sebaiknya berhenti cari non Rima mulai sekarang. Jangan lagi berusaha untuk ketemu non Rima ya Den".

Jawaban Mbok Darmi membuat Tama justru semakin penasaran. Ada apa ini? Kenapa Mbok darmi aneh?.

"Mbok, jangan bikin saya bingung. Tolong jawab aja Rima di mana mbok. Apa alasannya saya gak boleh ketemu Rima lagi?". Tanya Tama penasaran.

Belum sempat Mbok Darmi menjawab, tiba-tiba dari arah dalam rumah muncul Ibunda Rima sambil berteriak. "Mbok Darmi, cepat masuk. Biar saya yang jelaskan ke Tama". Teriak Ibunda Rima sambil menghampiri Tama dan Mbok Darmi yang masih berdiri terpisah pagar besi besar itu.

Tama, sebelumnya tante dan om minta maaf. Begitu juga dengan Rima. Sebaiknya mulai detik ini juga, kamu berhenti cari Rima. Tidak usah lagi kamu berusaha mencari Rima ya Tama. Tante mohon". Kata-kata ibunda Rima begitu membuat Tama terkejut. Kenapa? ada apa ini? Ibunda Rima yang selalu mendukung hubungan kami, yang selalu baik hati pada Tama. Justru seperti ingin memisahkan mereka. Tama semakin bingung dan penasaran. "Tapi tante, tolong jelaskan dulu apa alasan saya gak boleh lagi ketemu Rima? Apa kesalahan yang udah saya buat hingga membuat tante dan om mau memisahkan kami tante? Sebelumnya Tama minta maaf tante. Tapi sepertinya selama ini Tama tidak berbuat sesuatu yang menyulitkan atau bahkan menyakiti Rima. Ada apa tante? Tolong kasih tau Tama".

Ibunda Rima terdiam sejenak. Sambil menghela nafas ringan Ia berucap "Rima yang inginkan ini semua Tama. Rima bilang, Ia ingin berhenti menemuimu. Tolong kamu hargai keputusan Rima. Biarkan Ia sendiri memikirkan apa yang akan ia katakan nanti saat sudah siap bertemu kamu Tama. Sekarang sebaiknya kamu pulang. Maaf Tama, tante gak bisa lama-lama. Kemudian Ibunda Rima bergegas masuk meninggalkan Tama yang masih berdiri kebingungan di balik pagar besi itu. "Apa yang gue lakuin sih? Apa ada kesalahan yang gue sendiri gak sadar udah ngelakuin nya? tapi apa" . Tama masih bertanya-tanya dalam hati.

Dengan berat hati akhirnya Tama melangkahkan kaki beranjak pulang dengan pikiran yang masih dipenuhi banyak pertanyaan. "Kalopun memang gue bikin salah atau mungkin Rima yang berbuat kesalahan, kenapa juga dia sampe gak masuk-masuk sekolah lagi? Apa sebegitu besarnya kesalahan kami hingga Rima harus pindah sekolah?. Masalahnya, Rima pindah sekolah ke mana" . Pertanyaan-pertanyaan itu makin membuat Tama frustasi. Sesampainya di rumah, Tama langsung bergegas masuk ke kamar, membuka ponsel dan berusaha  keras menghubungi Rima. Masih tersambung, hanya saja ratusan kali di hubungi, Rima tetap tidak mengangkat ponselnya. Karna kesal, akhirnya Tama mengirim pesan.

"Rima sayang, kalo aku ada salah, tolong ngomong. Masih bisakan kita perbaiki. Ada apa dengan hubungan kita? Kenapa kamu menghilang? Berhari-hari tidak ke sekolah. Apa kamu pindah sekolah? Tolong Rima jangan membisu. Setidaknya aku ingin tau apa masalah kita? Apakah aku atau kamu yang bermasalah. Jika masalahnya ada padamu, aku yakin seyakin yakinnya, aku masih sanggup menerima dan bersedia memperbaiki apapun demi masa depan kita. Tapi jika ternyata aku yang berbuat salah, tolong Rima, jelaskan padaku kesalahan apa yang kuperbuat hingga membuat kita jadi seperti ini?".

Tak ada balasan apapun dari Rima. Dengan rasa tidak sabar, Tama kembali berusaha menghubungi Rima. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada dalam jangkauan service area. Cobalah beberapa saat lagi". Akhirnya kalimat itu yang menjawab telpon Tama. Kalimat yang paling ditakuti Tama ketika harus menghubungi Rima. Kalimat ketika ponsel Rima tidak aktif atau sengaja dimatikan karna Rima ngambek. Memang sudah menjadi kebiasaan Rima. Ketika ia marah atau merajuk, ia pasti akan sengaja mematikan ponselnya agar sulit dihubungi. Rima sengaja berbuat begitu agar Tama pujaan hatinya kebingungan dan mau tidak mau datang langsung ke rumahnya untuk bertemu.Dan jika mereka sudah bertemu, maka masalah sebesar apapun yang terjadi dalam hubungan mereka pasti akan selesai begitu saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Tapi permasalahan kali ini sungguh berbeda. Sangat tidak dimengerti Tama. Semuanya membingungkan.

Setiap hari Tama berusaha menghubungi Rima dengan cara apapun. Sampai pada akhirnya, ketika Tama mendatangi lagi kediaman Rima.

Tama hanya menemukan bangunan kosong tanpa penghuni. Satpam yang biasanya sigap berjaga di halaman rumahpun tidak nampak.

"Maaf Bu, numpang tanya. Yang punya rumah ini pada ke mana ya Bu? Koq sepertinya sepi sekali. Bahkan satpampun gak ada" . Tanya Tama pada seorang Ibu yang kebetulan melintas di depan rumah Rima. "Oooh keluarga Mba Rima ya? Sudah pindah mas. Semalam pindah-pindah barangnya. Kalo orangnya sudah sejak tiga hari yang lalu kalo saya ndak salah ingat. Soalnya Ibunda Mba Rima sempat pamit sama saya. Memang, ada apa mas?". Tanya Ibu itu dengan wajah penasaran.

"Ada perlu aja sih Bu. Apa Ibunda Rima meninggalkan alamat atau pesan untuk tamu yang mungkin datang Bu?". Tanya Tama lagi.

"Mmmh.... kalo tamu sih ndak ada Mas, hanya saja Ibunda Mba Rima bilang, kalo nanti ada Mas Jamie datang, disuruh segera ke Rumah Sakit. Itu aja pesennya mas" . Jawabnya dengan wajah santai. Pikiran Tama makin berkecamuk. Bingung dengan yang sedang terjadi. "Jamie? Jamie yang mana? Jamie siapa sih? Masa iya Jamie bule anak sekolah kita. Ada hubungan apa keluarga Rima dengan Jamie? Tapi apa iya". Tama berjalan pulang dengan banyak pertanyaan dikepalanya. Sungguh membingungkan.

Besoknya di sekolah Tama memperhatikan Jamie. Ia tidak mau salah langkah. Karna yang ia tau, Jamie dan Rima bahkan tidak pernah saling sapa. Sehingga Tama berpikir bahwa tidak mungkin Jamie yang dimaksud Ibu kemarin adalah Jamie di sekolahnya ini. "Ah gak mungkin. Kayanya dia biasa-biasa aja deh seperti gak ada kejadian apa-apa. Mungkin ada saudara atau kerabat Rima yang memang namanya Jamie. Sudahlah nanti kucoba ke rumah Rima lagi". Rupanya Tama masih belum menyerah. Seminggu Ia selalu mampir ke rumah Rima setiap pulang sekolah. Meski Ia yakin akan mendapatkan jawaban yang sama, yaitu rumah yang selalu kosong.

Hari-hari berlalu, waktu terus berjalan. Hingga tak terasa ujian akhir SMA tiba. Tama kurang semangat semenjak kehilangan Rima. Semangat belajarnya merosot drastis. Meski nilainya tidak termasuk buruk, tapi tetap saja nilai Tama turun. Hari-hari belajar bersama yang sering Ia lewati berdua dengan Rima sudah tidak ada lagi. Tama lebih sering melamun ketika belajar sendiri, membayangkan sosok Rima disampingnya dengan senyum manis yang menghias wajahnya ketika meledek Tama yang terkadang salah menjawab soal-soal mudah. Tama sama sekali tidak tertarik belajar lagi.

"Woii bro, kenapa lu bengong aje. Udaah ikut gue yuk". Teriakan Arman teman sekelas Tama membuatnya terkaget dan terbangun dari lamunan. "Eh elu Man. Apaan sih? ikut ke mana?". Tanya Tama penasaran. "Ya ke perpus laah, besok kan mulai ujian akhir. Anak-anak lagi nyari kumpulan soal-soal di perpus. Ayo dong Tam, jangan jadi patah semangat gara-gara ditinggal Rima. Lu harus berhasil dulu. Nanti kalo kita lulus dengan nilai yang keren, baru deh lu cari keluarga Rima lagi. Siapa tau mereka mau nerima lu balik kalo lu bawa nilai kelulusan yang memuaskan. Dengan begitu kan lu bisa buktiin kalo selama ini lu emang jenius, bukan hanya karna ada Rima anak mereka. Ya kan?". Jawaban Arman panjang lebar demi menyemangati Tama.

Akhirnya Tama menuruti ajakan Arman. Di Perpustakaan sudah ada Dara dan Edo. "Hei Tam, gimana perasaan lo sekarang? udah baikan?" . Tanya Dara begitu melihat Tama berhasil di ajak Arman. "Hmm... lumayan. Setidaknya gue masih punya power buat ujian besok lah".

Singkat cerita akhirnya mereka lulus. Meski Tama masih saja memikirkan Rima. Namun Tama tetap berhasil mempertahankan nilai tertinggi di sekolah. Tama melanjutkan ke jenjang S1. Ia berusaha terus melupakan Rima. Tapi itulah kehidupan. Semakin berusaha kita melupakan masa lalu, justru semakin kuat ingatan itu akan melekat. Hari-hari Tama berlalu biasa saja setiap hari. Meski karirnya sukses, Tama tetap sendiri. Entah apa yang ditunggu. Kebiasaan Tama melewati depan rumah Rima setiap hari selasa sepulang kantor, tidak pernah Ia lewatkan. Ya, semenjak Tama kehilangan jejak Rima dan keluarganya. Tama masih tidak juga berhenti mencarinya. Salah satunya dengan mejadwalkan setiap selasa malam sepulang kantor Ia sengaja melewati rumah Rima. Siapa tau akan terlihat ada kehidupan di rumah itu. Tapi sudah bertahun-tahun berlalu, semua sia-sia. Tidak ada apapun yang Tama temukan. Bahkan rumah itu kini sudah ditumbuhi rumput-rumput liar dan ilalang di halaman depannya. Tidak terurus. Entah apa yang terjadi dengan keluarga Rima.

Bersambung........

Bagaimana kelanjutan kisah Tama dan Rima? Apakah mereka ditakdirkan bertemu kembali?

Ikuti terus kisahnya di posting selanjutnya yaa.....

Link Terkait :

Episode 1

Episode 2

Episode 3

Episode 4 (End)