Tampilkan postingan dengan label Cinta Pertama Eps.4 (Ending Story). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cinta Pertama Eps.4 (Ending Story). Tampilkan semua postingan

Minggu, 17 Mei 2020

Cinta Pertama Eps.4 (Ending Story)

Rima terdiam mendengar ucapan Michele. Bagaimanapun Ia memang tak dapat membohongi perasaannya sendiri. Meski lama tak bertemu, namun Tama tak pernah hilang dalam pikirannya. Namun begitu, Jamie yang setiap hari datang dan selalu ada untuk mereka juga tak bisa Ia singkirkan dari perasaannya begitu saja.

Terlebih lagi selama tahun-tahun belakangan ini, Jamie selalu menunjukkan sosok seorang Ayah yang sangat bertanggung jawab bagi Michele. Sejak Michele kecil, meski mereka tak pernah menikah, namun jika ada acara kunjungan orangtua atau acara kekeluargaan lainnya di sekolah Michele, Jamie pasti menyempatkan diri menemani Rima dan Michele untuk menghadiri acara-acara tersebut.

Bagaimanapun, mereka sudah sangat terlihat seperti satu keluarga yang utuh. Walau di mulut Rima selalu menolak Jamie. Namun di relung hatinya yang paling dalam, perlahan-lahan Ia mulai mengagumi sosok Jamie sebagai laki-laki dewasa yang berhasil, penuh tanggung jawab, dan berwibawa sebagai seorang Ayah.

Rima tak tau apa yang harus Ia jawab atas pertanyaan Michele. Apakah sekarang ini Tama masih ada dalam hatinya? Ataukah tempat Tama perlahan-lahan sudah berhasil digantikan Jamie. Rima sendiri masih bingung.

"Sayang, mommy gak bisa jawab pertanyaanmu yang satu itu sekarang dan disini. Tapi Mommy janji, Mommy pasti akan menjawabnya nanti".

Begitu jawaban Rima atas pertanyaan Michele. Mendengar jawaban itu Jamie seakan mendapat kesempatan. Ia pikir, jikalah Rima masih sangat mencintai Tama. Seharusnya Ia mudah menjawabnya. Tapi dia bingung. Mungkinkah Ia sudah sedikit membuka hatinya untukku?

Begitu pikir Jamie saat itu.

"Michele, Daddy pamit dulu ya. Besok Daddy datang lagi seperti biasa. Kalo kamu mau pergi ke suatu tempat, Daddy temani kamu besok. Hari ini sepertinya Mommy butuh istirahat. Jadi kita gak usah ke mana-mana dulu supaya kamu bisa temani Mommy".

"Ok Dadd, it's okay. Besok Daddy datang aja. Aku belum tau mau ke mana. Om Tama, makasih banyak selama ini masih menanti Mommy. Meskipun begitu, Mommy belum bisa jawab dan kalaupun Mommy masih mencintai Om Tama. Apakah Om Tama bersedia kembali pada Mommy?".

Tiba-tiba Michele bertanya pertanyaan yang Tama sendiri bingung menjawabnya. Belasan tahun Ia menanti. Jujur saja karna cintanya yang sangat besar dan dalamlah yang membuat Ia masih saja sendiri sampai detik ini. Namun begitu, kini Rima telah menjadi seorang Ibu. Tama juga harus memikirkan bagaimana perasaan Michele. Maka Iapun menjawab,

"Michele, terus terang rasa cinta Om ke Mommy gak pernah hilang sampai detik ini. Om masih sangat mencintai Mommy kamu. Tapi satu hal yang harus kita pikirkan adalah bagaimana perasaan Mommy kamu terhadap Om. Bagaimanapun, Ia bebas memilih. Itu haknya. Lagipula Om sudah cukup mendapatkan jawaban kenapa selama ini Mommy kamu menghilang begitu saja dari kehidupan Om. Setidaknya pertanyaan itu telah terjawab".

Akhirnya pembicaraan panjang lebar itu ditutup dengan tandatanya tentang perasaan Rima terhadap Tama dan Jamie. Namun begitu, Jamie masih belum menyerah. Ia tetap bertahan pada pendiriannya meluluhkan hati Rima.

"Tam, apa benar lo akan membebaskan Rima memilih?". Tanya Jamie penasaran.

"Kenapa lu tanya itu? Terus terang Jame, gue masih kesel banget sama lo. Belasan tahun lo renggut dia dari gue dengan paksa. Kalo gue gak punya iman, udah gue bunuh lo di sini sekarang juga. Tapi mengingat kebahagiaan Rima yang hanya dia sendiri yang bisa menentukan, maka gue mencoba berbesar hati untuk melepaskan dia jika dia lebih milih lo. Tapi.... emang lo masih aja cinta sama dia? Lu kan gampang pindah hati".

"Itu dulu Tam. Dulu sekali. Saat kita masih sama-sama sekolah, masih ABG labil yang belum memikirkan masa depan. Kalo gue berniat menyerah untuk dapetin hati Rima, udah gue lakuin sejak dulu. Tapi gue gak pernah sedetikpun ninggalin Rima dan Michele karna mereka udah jadi bagian dari hidup gue. Meski pada akhirnya dia lebih milih lo Tam, gue akan tetap ada buat dia".

Entah apakah perkataan Jamie itu betul-betul dari hatinya atau bukan, yang jelas sepertinya Tama kali ini mengerti betapa besar rasa cinta Jamie kepada Rima. Yang patut disayangkan hanyalah, kenapa dia harus menggunakan cara paksa seperti itu hingga michele hadir di kehidupan Rimayang pada akhirnya merenggut juga kebahagiaan Tama.

*****

"BRUK....." Buku dan dokumen-dokumen yang di bawa gadis itu terjatuh berserakan. Tama membantunya memunguti dari lantai. "Maaf, maaf Mba. Saya betul-betul ngga sengaja" .

"Iya, gapapa Mas, saya juga meleng jalannya". Jawab perempuan itu dengan ramah.

"Lho, Tama?". Tiba-tiba saja perempuan itu menyebut nama Tama.

Tama terdiam membatu sambil memandang wajah perempuan itu. "Siapa ya? Koq kaya familiar banget wajahnya. Tapi agak-agak lupa". Jawab Tama kemudian.

"Ya ampun Tama apa kabar? Pasti lupa ya? ini gue Tita. Temen deketnya Rima dulu".

"Astagaaah Tita. Ya ampuun pantes yah gue gak ngenail lo. Berubah banget lo. Emang yah cewe itu semakin dewasa justru semakin cantik. Sampe pangling lho gue".

"Ah bisa aja lo. Ngomong-ngomong udah berapa lama ya kita gak ketemu. Lo udah nikah? Sama Rima kah? Udah punya anak berapa?".

Pertanyaan-pertanyaan Tita yang terkesan memburu membuat Tama hanya tersenyum kecil. Akhirnya mereka menyempatkan diri mengobrol di cafe. Tita menceritakan semua kegiatannya setelah lepas SMA. Dia kuliah di kedokteran, sekarang sudah berhasil jadi dokter bedah yang hebat. Tapi sayangnya, masih jomblo.

"Eh Tam, gue inget banget lho. Waktu lo sibuk banget nyariin Rima. Pada akhirnya sampe kita lepas SMA, gue tetep aja lost contact sama dia. Apa kabar dia Tam?".

"Fyuuuh ceritanya panjang Ta. Dan asal lo tau, Rima sudah punya satu anak gadis, Gue masih jomblo, dan kita baru aja ketemuan kemarin di rumahnya".

"What? Rima punya satu anak? udah gadis? dan lo masih jomblo? Tungu...tunggu.... gagal paham nih gue. Maksudnya Rima nikah bukan sama lo Tam? Serius lo? Kalian kan pasangan paling hits di SMA. Masa sih kalian gak jadi. Dan anak gadisnya Rima itu emang udah gadis banget?".

"Yaah begitulah Ta. Umurnya hampir 17 tahun. Mungkin sebentar lagi ulangtahunnya yang ke 17". Tama berbicara dengan tatapan mata yang terlihat sangat sedih dan terluka. Tita menyadari hal itu. Namun tetap saja Ia masih penasaran.

"Oo My God Tama. Kalo putrinya itu udah hampir 17tahun, jadi kapan Rima menikah? Umur berapa Rima nikah? Jangan bilang waktu Rima menghilang itu dan gak datang-datang lagi ke sekolah adalah saat dia mengandung putrinya yang mau 17tahun itu? Dan sekarang lo masih jomblo. Aduh.. aduh Tama gue gagal paham. Gimana dong inih. Gue jadi penasaran".

"Mmmhhh... gimana kalo kita main aja sekalian ke rumah Rima. Kan lo udah lama banget gak ketemu dia. Ya kan?".

Saking penasarannya Tita dengan kisah hidup Rima dan Tama, maka Tita menyanggupi ajakan Tama. "OK, kapan kita jalan? Hari ini?".

"Wooow, buru-buru banget. Emang gak ada urusan lagi hari ini? Biasanya kan dokter super sibuk". Tanya Tama sambil sedikit meledek.

"Ah nggak laah, gue kan cuma nanganin operasi-operasi besar yang udah terjadwal aja di Rumah Sakit. Kebetulan hari ini gak ada jadwal".

"Ok, yok kita jalan". Ajak Tama kemudian. Akhirnya mereka menuju rumah Rima. Tita terlihat sekali tidak sabar bertemu dengan sahabatnya itu. Betapa rindu Ia dengan Rima. Sahabat baiknya semasa SMA.

Singkatnya akhirnya mereka bertemu. "Ya ampun Riiim, gila ya kangen banget gue sama lo. Sumpah masih cantik abiss seperti biasa Non Rima yang satu ini". Tita terus saja berbicara sambil memeluk sahabatnya itu di ambang pintu rumah Rima.

"Ya ampun Taa... gue juga gak nyangka ketemu lo lagi". Sahut Rima kemudian.

"kalo bukan karna gak sengaja si Bapak ini nabrak gue di toko buku, gak bakal yah kita ketemuan". Kata Tita lagi.

Taka lama berselang Michele muncul dari balik pintu. "Moom, ada siapa?". Tanya Michele.

"Hai, ini michele?". Tanya Tita kepada Michele yang baru muncul dari balik pintu.

"Hai tante, iya aku Michele. Lho ada Om Tama juga. Ooo pacarnya Om Tama ya?". Celetuk Michele kemudian.

Semuanya hanya tersenyum-senyum sambil menunduk. "Eh masuk yuk, masa sih kita terus-terusan ngobrol di depan pintu begini". Ajak Rima berlanjut.

Akhirnya mereka ngobrol dengan santai cukup lama. Di halaman belakang rumah Rima mereka ngobrol sambil bersantai menikmati udara cerah. Rima menceritakan semua yang terjadi selama hidupnya hingga saat ini. Tita jelas sangat-sangat terkejut. Karna tidak bisa dipungkiri dulu Tita sempat menaruh hati pada si bule tampan Jamie. Namun sosok Jamie yang terkenal sangat playboy membuat Tita mundur teratur dan membuang jauh-jauh pikirannya terhadap Jamie.

Namun tak disangka, Jamie malah betul-betul jatuh hati pada sahabatnya ini. Meskipun dengan cara yang cukup sadis, setidaknya itu sudah menjadi bagian dari masa lalu Rima yang pahit. Entah kenapa Tita sedikit menyadari perasaan Rima. Setiap kali Ia menceritakan tentang Jamie atau bahkan hanya menyebut namanya, binar-binar di matanya tidak dapat disembunyikan.

Kemungkinan besar Jamie sudah berhasil mencuri hati Rima. Tapi Ia tak sampai hati mengatakan itu kepada Tama. Karna seperti yang Rima ceritakan bahwa Tama masih sendiri dan terus mencarinya hingga kejadian seminggu yang lalu di rumahnya.

Tidak berapa lama kemudian Jamie datang. Memang hari ini jadwal Jamie mengunjungi Michele putrinya. "Daddy.....". Teriak Michele dari kejauhan.

"Hai sayang...". Jawab Jamie kemudian. "Woow.... ada apa ini. Sedang kumpul". Lanjut Jamie.

"Hai Jame, masih inget gue?". Tanya Tita sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"Ya tentu dong Tita. Masa sih lu gak gue kenal. Lo itu sahabat dari perempuan yang paaaling gue perhatiin. Kalo gue mau curi hati Rima, kan gue harus dekatin temannya juga. Waktu itu gue mau ngobrol sama lu untuk cari tau tentang Rima. Tapi lo terus aja ngeles. Menghindar teruuus". Jawab Jamie kemudian.

Mereka semuapun tertawa. Tak disangka suasana hari ini sangat menyenangkan. Michele kelihatan bahagia sekali melihat Tama dan Jamie mengobrol santai berdua tanpa masalah sambil memandangi dua perempuan yang juga tengah asik mengobrol yang tak lain adalah Rima dan Tita. Michele menyandar pada batang pohon besar sambil sesekali menatap para orangtua yang sedang asik berbincang.

Dalam hati kecil Michele berharap jika Mommy and Daddy dapat bersatu. Namun tetap saja, itu semua hanya Rima yang bisa memutuskan. Akan membuka hati untuk Jamie, ataukah kembali pada Tama.

Tak terasa hari mulai gelap. Tiba-tiba saja Michele yang beberapa jam lalu baru masuk ke dalam rumah keluar lagi dengan membawa beberapa wadah dan bungkusan daging dari dalam kulkas. Dibantu mbok minah yang membawakan alat panggang.

"Mom, Dad, Om Tama, Tante Tita, udah mulai gelap dan sebentar lagi waktu makan malam. Gimana kalo kita sekalian barbekyu'an aja?". Teriak Michele sambil menunjuk semua peralatan panggang dan makanan mentah dihadapannya.

"Ide bagus sayang". Jawab Rima kemudian. Merekapun akhirnya bersama-sama mulai memanggang sambil bercengkrama. Sesekali tertawa karna candaan-candaan yang terlontar. Suasana hari itu sungguh luar biasa menyenangkan.

Jamie dan Tama berdiri di bawah pohon besar. Sambil menatap ke arah para wanita yang asik memanggang daging steak sambil tertawa bercanda mereka berdua mengobrol.

"Tam, apa lo masih bener-bener cinta sama Rima? Apa lo masih mau berusaha untuk kembali pada Rima?". Tanya Jamie tiba-tiba.

"Usaha gue udah selesai Jame, sekarang tinggal menanti keputusan Rima. Apa dia bersedia balik sama gue atau justru dia pilih lo". Jawab Tama kemudian.

Jamie merogoh saku celananya, kemudian mengeluarkan sebuah kotak kecil. Ia memperlihatkannya pada Tama sambil berkata "Sebetulnya hari ini untuk yang ke sekian kalinya gue akan coba lagi melamar Rima dengan cincin ini. Tapiii.... dengan kehadiran lu sekarang. Sepertinya itu mustahil".

Jamie tersenyum sedikit kecut. Sebetulnya sejak awal dia datang bertemu Rima. Ia sudah menyadari betul bahwa cinta Jamie sudah tumbuh di hati Rima. Tama tau betul tatapan Rima kepada Jamie. Sama seperti tatapannya dulu kepadanya ketika mereka masih bersama. Sekarang tatapan penuh cinta itu sudah tidak terpancar lagi kepadanya. Ia menyadari bahwa tatapan itu kini sudah jatuh kepada Jamie.

"Kenapa jadi putus asa?". Tanya Tama kepada Jamie yang masih memegang kotak cincin ditangannya. "Mending kita coba aja. Lo lamar dia sekarang. Spertinya ini waktu yang tepat".

"Apa? Gue lamar Rima? Emang lo gak masalah Tam? Gimana dengan perasaan lo?".

"Jame, kita sampai detik ini masih gak tau siapa yang Rima cinta. Dengan cara lu ngelamar dia sekarang, mungkin kita bisa dapat jawabannya. Ayolaah beranikan diri. Kalopun nanti dia nolak menikah sama lo. Artinya gue masih punya kesempatan untuk menarik kembali Rima ke hidup gue".

Tidak berapa lama kemudian makan malam steak yang dipanggang para wanita telah selesai dibuat. Meja-meja dan kursi santai di halaman belakang rumah Rima lebih nyaman digunakan daripada harus masuk ke meja makan di dalam rumah. Sehingga mereka memutuskan makan malam di sana.

Jamie dan Tama sudah sepakat, setelah makan selesai, Jamie akan mencoba melamar Rima dihadapan kami. Sebagai tanda ketulusannya dan keseriusannya Ia berani mengutarakannya dihadapan kami.

"Mmhh.... maaf mohon perhatiannya sebentar." Kata Jamie dengan wajah agak ragu sambil menatap ke arah Rima dan sesekali menatap Tama. Mereka semua spontan menengok ke arah Jamie. Penasaran dengan apa yang ingin disampaikan Jamie.

Tiba-tiba saja Jamie mengeluarkan sebuah kotak berbentuk hati berwarna merah, membuka kotak kecil itu kemudian menyodorkan ke hadapan Rima sambil  berkata "Rima, untuk yang kesekian kalinya dan aku akan terus berusaha mempertanyakan ini. Maukah kamu menikah denganku?."

Mereka semua terkejut, terutama Michele. Michelle menutup mulut dengan kedua tangannya. Ia betul-betul tak menyangka Daddy melamar Mommy dihadapannya bahkan saat masih ada Om Tama dan Tante Tita.

Rima terkejut bukan main. Ia juga tak menyangka dengan pernyataan Jamie. Terlebih lagi ada Tama dihadapannya. Sesekali Ia menatap Tama. Demi mencari tau apakah Tama akan terluka dengan jawabannya.

"Mmmhhhh..... sebelumnya aku mau minta maaf sama Tama. Aku sama sekali ngga pernah nyangka kalau belasan tahun ini kamu masih terus mencariku. Aku sama sekali ngga nyangka kalau kamu masih tetap sendiri menungguku. Terima kasih atas semua pengorbanan kamu selama ini Tama.

Aku juga mau bilang ke Jamie kalau selama ini kamu sudah menjadi Ayah yang sangat baik bagi Michelle. Kamu sangat bertanggung jawab pada kami meski aku terus menolak kehadiranmu dan sering sekali melukai perasaanmu dengan kalimat-kalimat penolakanku yang mungkin sedikit kasar. Aku hargai usaha dan jerih payahmu untuk bertanggung jawab atas kami berdua. Aku dan Michelle. Sampai kemarin aku masih ngga paham kenapa Jamie terus bertanggung jawab pada kami hingga saat ini. Tapi sekarang aku yakin kalau itu semua karna kamu memang mencintai aku dan Michelle. Untuk itu aku sangat menghargai semuanya."

Keadaan hening sejenak setelah Rima mengeluarkan kalimat panjang tersebut. Ia menarik nafas panjang. Yang lain semakin memperhatikan Rima. Penasaran dengan jawabannya.

"Tama, maafkan aku sekali lagi, karna aku menerima lamaran Jamie hari ini."

Seketika itu juga Jamie dan Michelle tersenyum lebar bahagia. Tama dan Tita ikut tersenyum. Tama mengerti dengan keputusan Rima, Bagaimanapun mereka sudah dewasa dan harus sesegera mungkin mengambil langkah untuk kehidupan lebih baik kedepannya.

Semua bahagia, akhirnya diputuskanlah tanggal pernikahan Rima dan Jamie. Mereka menikah di bulan depan saat putri mereka telah tumbuh besar. Memang aneh. Tapi inilah hidup. Tidak ada yang bisa menebak.

Saat hari pernikahan mereka, Tama dan Tita hadir bersamaan. Entah bagaimana ceritanya, tiba-tiba saja mereka sudah semakin dekat. Jamie dan Rima juga tidak menyangka jika mantan kekasih dan sahabatnya itu pada akhirnya memutuskan untuk menikah juga.

Ending yang sangat bahagia bagi semuanya. Jamie dengan Rima dan Tama dengan Tita. Michelle yang paling bahagia dengan semua yang terjadi. Sungguh, waktu yang berharga tidak dapat diputar kembali. Namun memperbaiki hidup, terlebih lagi memperbaiki hubungan dengan orang lain yang pernah berbuat salah kepada kita, selalu bisa kita lakukan. Berlapang dada menerima kehendakNya dan berbahagialah, maka hidup akan senantiasa damai.

*Selesai*