Tampilkan postingan dengan label Cinta pertama Bagian 3. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cinta pertama Bagian 3. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Mei 2020

Cinta Pertama (Eps.3)

Cerita Sebelumnya. (Klik di Sini).

Episode 1

Episode 2

Episode 3

Episode 4 (End)

Rima tetap tidak membukakan pintu. Tama masih saja berdiri terdiam di depan pintu kamar Rima. Tiba-tiba saja terdengar suara Mischelle dari ruang tamu "Hai Dad? Akhirnya daddy datang juga. Maaf ya Dad mischelle tetap ga berhasil bujuk mommy buka hatinya untuk daddy" .

Tama sedikit terkejut. "Wah Daddy nya mischelle datang. Siapa dia? Apa aku pulang dulu aja? rasanya tidak enak mengganggu Rima yang kedatangan suaminya. Eh tapi kata mischelle daddy dan mommy nya gak pernah nikah sejak mischelle dalam kandungan. Bagaimana bisa. Apa ini maksudnya? siapa laki-laki yang bisa berbuat begitu terhadap Rima tanpa menikahinya?".

Hati Tama berkecamuk, penasaran ingin mengetahui semuanya. Hanya saja Ia berfikir bahwa sebetulnya rumah tangga Rima dan Mischelle tidak seharusnya Ia campuri. Namun mengingat betapa lamanya Tama menunggu hari ini. Hari dimana semua pertanyaan harusnya terjawab, akhirnya Ia memberanikan diri menuju ruang tamu demi melihat siapa sosok laki-laki yang menjadi Ayah Mischelle itu. Laki-laki yang merebut kekasih hatinya belasan tahun lalu. Tama bergegas menuju ruang tamu.

Shock dan terkejut bukan main. Memang mereka sudah lebih dewasa. Wajah dan postur tubuh sudah pasti banyak perubahan. Tapi Tama ingat betul laki-laki yang saat ini berdiri di samping mischelle di hadapannya. Meski berubah, tapi tidak banyak yang berubah dari laki-laki itu.

Tama diam membatu seketika kemudian bergegas menghampiri laki-laki itu dengan amarahnya yang sangat memuncak. Sambil berlari kecil menghampirinya Tama menarik bagian kerah baju laki-laki itu dengan kepalan tinjunya yang akhirnya mendarat di wajah laki-laki itu. "BRAAAK".

Laki-laki itu jatuh terjerembab menghantam meja kaca hingga pecah, Tama menghampirinya lagi, memukulnya berulang-ulang dengan penuh emosi.

"Bangsat lu Jamie, rupanya elu yang udah berani-beraninya mengambil hati Rima hingga dia hamil dan lu tinggalin gitu aja. Sialan lu, kenapa lu gak nikahin dia? Dia bukan perempuan sembarangan seperti perempuan-perempuan yang sering lu kencanin semasa sekolah" .

Tama terus menerus berteriak sambil memukul Jamie.

Ya, Jamie si cowok bule di SMA dulu. Siswa baru yang di gilai banyak perempuan dan terkenal playboy karna sering kencan dengan banyak siswi tanpa komitmen apapun.

"Ya ampun Om, cukup Om cukup. Stooop iit, please Om Tama dont hit daddy, please" . Mischelle berteriak panik dan ketakutan sambil terus berusaha memegang lengan Tama demi melepaskan Daddy nya.

"Denger penjelasan gua dulu Tam" . Teriak Jamie sambil terus kesakitan dan berusaha melindungi bagian wajahnya yang dipukul bertubi-tubi oleh Tama. "Gua gak pernah ninggalin Rima Tam, dia yang gak pingin gue nikahin Tam. Dia bilang dia jijik sama gue, dia cuma mau elu Tam" .

Tama terdiam seketika. Mendengar ucapan Jamie barusan seolah membuat semua terkaan yang selama ini ada dalam pikirannya menjadi kembali runyam. Semuanya malah semakin tidak jelas. Apa yang sebenarnya terjadi. Apa maksudnya Rima tidak mau dinikahi oleh laki-laki yang membuatnya meninggalkan dirinya.

"Udah cukup kalian rusak rumah ini, keluar kalian dari rumahku" . Teriakan Rima yang tiba-tiba berdiri di hadapan mereka membuat mereka terkejut. Terlebih lagi Tama. Antara senang dan bingung akhirnya Rima mau keluar. Tama sangat merindukan perempuan yang sedang berdiri di hadapannya itu. Ingin rasanya Tama menarik lengan Rima agar menghambur ke pelukannya. Tapi rasa itu terkalahkan dengan rasa penasaran yang semakin dalam dipikiran Tama.

"Tolong kalian keluar sekarang juga. Dan tolong ini terakhir kalinya kalian datang ke rumah ini, aku mohon jangan kalian ganggu lagi hidup kami. Hidupku dengan Mischelle. Biar kami tenang menjalani rumah tangga ini berdua saja. Kalian sebaiknya pergi sekarang juga" . Rima mengusir Tama dan Jamie yang sudah terlihat berantakan karna berkelahi. Namun mischelle mencegahnya.

"Nggak Mom, ini saatnya. Saatnya aku tau semua yang terjadi. Siapa Om Tama sebenarnya di hidup kalian Mom, Dad? Kenapa Mommy and Daddy gak pernah nikah, kenapa kalian ga pernah bersama. Bagaimana Mischelle bisa lahir mom? Kalian egois. Kalian orang-orang dewasa paling egois yang pernah mischelle kenal. Kalian pikir di sini hanya kalian aja yang menderita? Ada aku mom, aku yang paling merasa tidak diinginkan di sini. Apa sebenarnya hubungan kalian bertiga".

Mischelle berlinangan air mata memohon kepada Rima agar menjelaskan semuanya. Tapi Rima hanya terdiam kemudian membalikkan badan dan menuju kembali ke kamarnya. Tanda bahwa Ia masih belum ingin menceritakan apapun.

"Mischelle, biar daddy yang ceritakan semuanya. Biar Tama juga bisa dengar. Daddy yang bersalah. Mommy kamu yang menanggung semuanya" . Jamie memulai ceritanya.

Belasan tahun silam !

Cuaca terik membuat peluh dikening Rima mengalir deras. Ia menunggu di gerbang sekolah. Pak Aman belum juga muncul. Hari itu Tama sedang ada kegiatan ekstrakurikuler, sehingga Rima pulang dengan dijemput supirnya. "Mana ya Pak Aman?". Gumam Rima dalam hati.

"Hai Rima, nunggu siapa?" . Sapa Jamie dari balik jendela mobilnya. "Yuk aku antar pulang. Daripada kepanasan lama-lama di sini" . Bujuk Jamie kepada Rima yang sedang berdiri sambil mengelap keringat dikeningnya.

"Gak usah Jame, makasih banyak. Sebentar lagi juga datang" . Jawab Rima kemudian.

Rupanya Jamie tidak mau menyerah. Iapun meminggirkan mobilnya dan keluar menghampiri Rima.

"Ya udah kalo mau tetap nunggu supir, aku temanin kamu di sini" . Kata Jamie sambil memasukan kedua tangannya ke saku celananya dan berjalan ke tempat Rima berdiri.

"Kenapa mau repot-repot nemenin aku sementara kamu bisa enak pulang, adem gak panas-panasan kaya sekarang?" . Tanya Rima penasaran.

"Lho emang kenapa kalo aku mau temanin kamu? Aku ini orang baik lho, bukan penjahat. Tenang aja.

"Oya? Baik? Bagaimana aku tau kamu baik kalo setiap hari di sekolah kerjanya cuma ngegoda perempuan". Kata Rima sambil tertawa kecil. "Jangankan siswi perempuan, Bu Nia aja masih kamu godain". Lanjut Rima sambil tetap tersenyum kecil.

"Waah ngga nyangka aku. Ternyata cewe sedingin kamu merhatiin cowo macem aku juga ya". Jamie tertawa kecil.

"Idiiih GR banget kamu. Semua orang juga tau kalo kamu itu playboy tanpa harus merhatiin, semua perempuan pasti kamu pacarin. Jangan-jangaan termasuk Bu Nia. Hihihihi".

"ih iseng banget sih ngomongnya. Masa tante-tante tua kaya gitu aku gebet. Dia itu cuma cocok dijadiin nenek aku".

"Ahahahahahahahh". Keduanya tertawa lebar.

"ih kamu jahat banget sih bilang Bu Nia tante-tante lah, neneklah. Dia kan guru paling cantik yang pernah ada, masih muda juga koq. Masih cocok sama kamu. hihih". Goda Rima sambil cengengesan. Keduanya asyik ngobrol sampai akhirnya Pak Aman muncul menjemput Rima.

Singkat cerita, di suatu malam yang berhawa sejuk. Tiba-tiba ponsel Rima berdering, ditengoknya ponsel itu, "Jamie Memanggil".

"Hhhh... lagi-lagi dia. Ngapain sih ngga nyerah juga ganggu hidup orang aja" . Gerutu Rima dan mendiamkan saja ponselnya berdering tanpa henti. Setiap kali mati, maka berapa detik kemudian berdering lagi, hingga berkali-kali. Akhirnya dengan perasaan BT, Rimapun menerima panggilan tersebut. "Ada apa Jame? Aku lagi ngerjain tugas untuk besok, bisa kan ngga telpon-telpon lagi?".

"Rima, aku mohon Rim, kali iniiii aja. Tolong aku Rim. Aku....aku....". Suara nafas Jamie tersengal-sengal seperti sangat kelelahan, suaranya seperti sulit keluar. Rima kebingungan karna kurang jelas dengan yang dikatakan Jamie.

"Rim... Aakuuu ada dekat mini market depan komplekmu.... akuu... aku... gak kuat Rim. Cuma kamu yang paling dekat dari sini. Rima Pleasee help me...".

"Nuuuut.....". Tiba-tiba telpon terputus.

"Ya ampun, ada apa dengan Jamie, kenapa suaranya seperti orang yang sedang menahan sakit? Apa yang terjadi?". Gumam Rima dalam hati. Rima menengok jam dinding di atas pintu kamarnya.

Waktu menunjukan pukul 00:30 dini hari. "Udah tengah malam. Jamie bilang ada dekat mini market depan komplek. Jam segini kan udah sepi banget. Aduuuh, gimana yah, susulin gak yah. Tapi takut. Gimana dong kalo Jamie lagi kenapa-napa dan gue kelamaan mikir kemudian semuanya terlambat. Ooo My God. No ! Gue harus berbuat sesuatu".

Rima bangkit dari kursi meja belajarnya, berlari menyusuri tangga kemudian keluar. "Lho non, udah tengah malam gini mau ke mana?". Tanya Pak Domon Satpam penjaga rumah Rima.

"Aduuh pak, jelasinnya nanti aja deh. Sekarang Bapak tolong saya dulu ya. Tolong Pak Domon ke mini market depan komplek, liat apa ada laki-laki di situ? Kalo ada, coba tanyakan namanya, kalo namanya Jamie, segera hubungin saya dan kasih tau dia ngapain di sana dan mau apa. Ya Pak ya, tolong cepetan". Pinta Rima kepada Pak Domon satpam rumahnya.

Pak Domon bergegas menggunakan sepeda motor menuju mini market yang Rima maksud secepat kilat. Karna dia tidak ingin nona besarnya terlibat masalah dengan orang yang salah.

sepuluh menit, dua puluh menit, hingga lebih dari setengah jam tidak juga ada kabar dari Pak Domon. Rima makin gelisah. Apa yang sebenarnya terjadi. Ingin rasanya Rima berlari menyusul pak Domon. Rima takut Pak Domon ikut-ikutan kena masalah.

Akhirnya telpon rumah berdering, Rima mengangkat telepon dengan sedikit gemetar, karna ada rasa takut yang menjalar dalam dirinya.

"Non, ini saya Domon, non sebaiknya segera ke sini. Minta Pak Aman anter ya Non, ini temen non yang namanya Jamie ada di rumah sakit. Kritis non. Cepat kemari, karna saya gak tau mau hubungin siapa. Sementara pihak Rumah Sakit minta saya urus administrasi di bagian informasi. Saya jadi bingung non".

Tanpa banyak bicara lagi, Rima bergegas menuju Rumah Sakit di antar Pak Aman.

Sesampainya di rumah sakit. "Ada apa pak? Gimana bisa dia kritis?" . Tanya Rima penasaran.

"Jadi tadi saya ikutin perintah non untuk ke mini market depan komplek, sesampainya di sana keadaan gelap dan sepi sekali non, keamanan yang tugas jaga sepertinya sedang keliling, jadi tadi di sana itu benar-benar sepi non.

Saya melihat ke sekeliling dan mata saya tertuju langsung ke depan mini market. Saya lihat ada orang tergeletak di situ. Saya mendekat dan lihat orang itu berlumuran darah non. Parah sekali. saya bingung mau apa. Lapor polisi ga kepikiran non, udah keburu panik.

Saya cek dia masih nafas, saya geledah kantong-kantongnya. Kantong celana, kantong baju, dan sweater. Saya cuma nemu dompet aja di kantong celana. Tapi karna takut terlambat bertindak, jadi saya langsung buru-buru minta bantuan orang situ untuk bawa ke rumah sakit, karna saat saya buka dompetnya dan cari KTP nya, nama di KTP nya sama dengan nama teman non yang non kasih tau saya di rumah.

Tadi setelah sampai sini. Saya langsung bergegas cari alamat yang ada di KTP nya, karna alamatnya kebetulan gak jauh juga dari sini. Tapi sayang, ternyata alamatnya cuma rumah kosong. Rumah besar dengan pagar besi yang ga ada siapa-siapa di dalamnya. Gelap juga. Kemungkinan sudah agak lama ga di tempatin. Saya jadi bingung harus hubungin siapa dan ke mana. Ya sudah saya langsung hubungin non aja begitu saya balik lagi ke sini. Karna saya diminta urus administrasi sama susternya".

Penjelasan Pak Domon membuat Rima semakin bingung. Apa yang harus dilakukannya. Setelah mengurus semuanya Rima kembali pulang. Dia masih bingung harus menghubungi keluarga Jamie dari mana. Tiba-tiba dia teringat teman-teman sekelas Jamie yang juga Ia kenal. Maka Rima menghubungi mereka. Namun sayang tidak seorangpun yang dapat dihubungi.

Malam itu Rima terpaksa menunggui Jamie di Rumah Sakit. Maka Ia kembali pergi menuju Rumah Sakit tempat Jamie dirawat. Paginya Jamie siuman. Syukurlaah pikir Rima dalam hati.

"Kenapa aku ada di sini? Ini di mana?". Tanya Jamie kepada Rima yang duduk di kursi samping tempat tidurnya.

"Lo di Rumah Sakit Jam. Lo gak inget kejadian semalem gimana? Gimana bisa lu babak belur kaya gini? Siapa yang berbuat begini Jame?". Tanya Rima penasaran demi mengetahui kejadian sesungguhnya.

"Ooh iya, semalam sebetulnya gue berniat ke rumah lo. Tapi di tengah jalan tiba-tiba ada yang berentiin mobil gue. Tiga orang dengan satu motor berboncengan. Trus gue turun, mereka rampas semua milik gue uang di dalam dompet dan mobil gue. Tapi gue gak mau nyerahin semuanya begitu aja, jadi gue lawan dulu mereka. Tapi ternyata mereka bawa senjata tajam. Malah gue dikeroyok mereka bertiga. Trus gue gak sadar deh".

Cerita Jamie membuat Rima merinding ketakutan, tidak di sangka area komplek perumahannya ternyata ada rampok. Berbekal cerita Jamie, Rima melaporkan kejadian tersebut ke petugas keamanan komplek untuk kemudian kasusnya diurus.

Jamie masih harus istirahat di Rumah Sakit. Maka Rima meminta nomor telepon keluarga Jamie yang dapat dihubungi.

"Percuma Rima, gak akan ada orang yang datang. Keluarga gue sibuk semua. Palingan Mama Papa juga lagi di luar negeri urusan bisnis". Kata Jamie dengan nada sinis sambil meneguk segelas air putih.

"Masa sih Jame sampe begitunya. Gak mungkin nyokap bokap lo bakalan diem aja kalo tau anaknya lagi keadaan begini". Kata Rima kemudian.

"Lu gak kenal orangtua gue Rim. Lu juga gak tau watak mereka. Udahlah, gak usah berusaha". Tanpa merekapun gue bisa bayar biaya Rumah Sakit ini". Sambung Jamie dengan kalimat yang masih juga sinis.

Jamie menghubungi Bagas sahabatnya di sekolah. Singkatnya, semua urusan administrasi akhirnya diurus oleh Bagas. Sampai akhir, tidak satupun keluarga Jamie yang datang ke Rumah Sakit. Entah apa yang terjadi dengan keluarganya. Yang jelas, setiap kali Jamie diajak bicara masalah keluarganya, Ia akan menanggapinya dengan sinis. Itu sebabnya, tidak satupun sahabatnya yang berani mengajak bicara tentang keluarga Jamie.

Rima merenung di kamarnya. Berfikir apakah seharusnya semua yang terjadi minggu belakangan ini Ia ceritakan kepada Tama atau tidak. Rima sebetulnya takut jika ada omongan yang beredar tentang dirinya yang menolong Jamie selama di Rumah Sakit dan membuat Tama cemburu.

Tapi disamping itu, Rima pikir ini bukan hal besar yang harus diceritakan kepada Tama. Maka akhirnya Rima tidak pernah menceritakan tentang Jamie kepada Tama. Toh tidak terjadi apa-apa antara mereka berdua. Rima berfikir Ia hanya berniat menolong Jamie saja waktu itu.

Waktu terus berjalan. Tidak terasa sudah sebulan sejak kejadian Jamie masuk Rumah Sakit. Sejak itu pula Jamie jadi sering menemui Rima. Sebetulnya Rima merasa tidak enak. Takut Tama mendengar hal-hal yang sebetulnya tidak benar.

Seringkali Rima menolak kedatangan Jamie. Tapi Jamie tidak pernah hilang akal untuk menemui Rima. Pernah suatu kali ketika Jamie main ke rumah Rima, Pak Domon mengusir Jamie dengan sedikit kasar. Itu permintaan Rima sendiri. Tapi rupanya Jamie tidak juga mau menyerah.

Hari itu kebetulan Rima harus ke toko buku. Maka Ia pergi dengan diantar Pak Aman seperti biasa. Tanpa diduga dan entah darimana Jamie tau. Mereka akhirnya bertemu di toko buku. Setelah didesak oleh Rima, akhirnya Jamie mengaku jika selama ini Jamie selalu mengikuti kegiatan Rima sehari-hari. Termasuk ketika pergi berdua dengan Tama.

"Kamu tau gak. Aku kesel banget kalo liat kamu lagi jalan sama Tama". Kata Jamie sambil membuka-buka buku disebelah Rima yang juga sedang melihat-lihat buku-buku di rak toko buku itu.

"Kamu?" Rima berkata sambil sedikit tersenyum dengan wajah tetap menatap ke dalam buku yang sedang Ia buka.

"Apa?". Tanya Jamie tidak mengerti dengan perkataan Rima.

"Iya, Kamu. Sejak kapan seorang Jamie jadi sopan begini. Biasanya juga elu, gue". Jawab Rima kemudian.

"Oooh, heheh. Itukan karna ternyata kamu cewek istimewa yang memang harus diperlakukan dengan sopan".

"Hmmm.... gak usah gitu juga kali. Biasa aja. Lagian, ngapain sih lu ngikutin gue mulu. Gak ada yah yang minta lu ngikutin gue sampe di waktu-waktu gue kencan sama Tama. Jadi perihal lo kesel atau apapun, itu sih urusan lo. Wajar dong gue kencan sama pacar gue sendiri. Kenapa lo yang ribet". Jawab Rima kemudian dengan sedikit sinis.

"Aduh..aduuh tuan putri ini bener-bener susah ya ditaklukin. Lo bener-bener melukai harga diri gue dengan lebih memilih Tama dibanding gue. Apa hebatnya dia? Apa karna dia smart? Nilainya selalu tinggi? anak basket?. Jangan khawatir Rima, gue juga bisa kaya gitu kalo gue mau". Tantang Jamie dengan wajah sedikit menggoda Rima.

"Apaan sih, gak usah kepedean. Mau lo lebih pinter keq, lebih jago, lebih keren, gue tetep gak bakal nengok ke lu. OK. Jadi berenti deketin gue mulai sekarang. Jangan coba-coba ganggu gue sama Tama".

Hari itupun berlalu masih tanpa hasil bagi Jamie. Entah apa yang dia rencanakan. Tapi bagaimanapun sepertinya Jamie sudah benar-benar jatuh cinta kepada Rima. Bukan hanya sekedar mengejarnya seperti Ia mengejar gadis-gadis lain selama ini.

Jamie merasakan jatuh cinta kali ini. Ia benar-benar ingin memiliki Rima seutuhnya. Ia berniat merusak hubungannya dengan Tama. Jamie yakin jika sebetulnya Rima juga sedikit menaruh hati padanya. Maka Ia terus berusaha.

Malam itu tiba-tiba suara handphone Rima berdering. Tepat jam 21:00. Rima mengangkatnya dengan segera.

"Iya Ta, Kenapa malem-malem begini?". Tanya Rima sambil mengunyah cemilan yang sedang Ia pegang. Rima memang terbiasa nonton video hingga larut malam sambil ngemil di tempat tidurnya.

Itu kegiatan yang biasa Ia lakukan jika malam minggu tidak pergi berkencan dengan Tama. Kebetulan malam itu Tama ada pertandingan basket dengan regunya di Bogor. Jadilah Rima bermalam mingguan di rumah saja.

"Ini Doni Rim, sorry-sorry ganggu malem-malem. Gue pake handphone Tita temen lu. Mendingan lu cepet ke sini deh Rim. Temen lu mabok nih". Jelas Doni dari sebrang telepon.

Jelas sekali Rima kaget dengan apa yang barusan Ia dengar. "Tita? Mabuk? Yang bener aja, sejak kapan dia jadi begitu". Tanya Rima dalam hati.

"Jangan becanda deeh. Emang kalian di mana? gimana ceritanya Tita bisa mabuk? Tanya Rima penasaran.

"Serius Rim, Tita parah nih. Cepetan ke sini ya. Di klub Green. Tau kan?" Jelas Doni kemudian.

Rima ragu dengan yang dikatakan Doni. Namun bagaimanapun, Tita adalah sahabatnya. Ia tidak mungkin diam saja. Ia tau jika Tita sahabatnya itu memang sedang dalam masalah dengan keluarganya.

Mungkin ini sebagai bentuk pelarian kecil yang Ia lakukan demi melupakan sedikit beban berat hidupnya di keluarganya yang Ia tanggung sendiri. Begitu pikir Rima. Maka Ia bergegas datang ke klub tempat Tita berada seperti yang dikatakan Doni.

"Heeiii, teman baikku cayaaang, kamu ngapaiiin disiniii? Anak baik kaya kamu jangan kesini dooong". Tita tiba-tiba berbicara melantur dengan wajah luar biasa tampak mabuk berat sambil menunjuk-nunjuk Rima yang baru saja datang.

"Ya ampun Ta, lu kenapa gini sih?". Tanya Rima sambil meraih tangan Tita dan bermaksud membuatnya berdiri agar dapat Ia bawa pulang.

"Ayo Ta, pulang. Pokonya lu harus pulang. Jangan jadi gini Tita. Gue tau lu lagi ada masalah. Tapi gak perlu kaya gini kan Ta. Ayo, kita pulang ke rumah gue". Ajak Rima kemudian. Namun tak di duga, Tita malah terjatuh sehingga membuat Rima yang sedang memapahnya ikutan ambruk.

"Addduuuuh, ampun deh ni anak. Berat banget". Gerutu Rima kemudian.

Tiba-tiba ada suara tak asing yang terdengar dari belakang Rima.

"Hai cantik, gak nyangka juga kamu bisa ke sini". Kata Jamie sambil melipat kedua tangannya menatap Rima dan tersenyum simpul. Ya, ternyata Jamie juga ada di situ.

"Heh, lu apain nih anak orang? Kalian tuh keterlaluan ya. Sengaja banget bikin Tita jadi begini. Kalo bikin acara murahan kaya gini gak usah ajak-ajak orang lain". Bentak Rima kepada Jamie yang masih berdiri tepat dihadapannya kali ini.

"Woo... Woo... tunggu dulu Rim. Harusnya kamu terima kasih sama aku. Udah nolongin teman kamu ini untuk duduk di sini dan menelpon kamu untuk jemput dia. Kamu tau kenapa? Karna tadi, dia sendirian dibangku bar itu. Minum banyak sekali, ngoceh gak karuan dan bikin kacau keadaan. Makanya aku, Doni, sama Dimas bawa dia duduk di sini, di meja kami. Karna kami gak mau sampe terjadi apa-apa sama temanmu ini". Jelas Jamie kemudian.

Rima tidak percaya begitu saja. Tapi keadaan akan makin buruk jika Ia hanya mendengar ocehan Jamie. Jadi Ia memutuskan untuk segera membawa Tita pulang.

"Cepet, bantu gue bopong dia ke mobil". Perintah Rima kepada Jamie. Tapi Jamie hanya tersenyum dan meminta Rima untuk bersabar.

"Sabar dulu Rim, duduk dulu kenapa sih. Ngapain buru-buru, ini kan malam minggu. Lagian, kalo kamu bisa kesini jemput temanmu yang lagi mabuk berat ini, artinya kamu gak ada kegiatan lain kan. Udahlaah santai dulu aja".

Sebetulnya Rima enggan menerima ajakan Jamie untuk duduk sebentar bersama mereka. Tapi Ia bingung dengan Tita. Kondisi Tita sudah benar-benar mabuk berat. Diajak berdiri saja Tita sempoyongan, apalagi disuruh jalan.

"Jame, please deh. Bantu gue bopong Tita ke parkiran. Gue gak suka tempat rame begini". Pinta Rima dengan wajah memohon kepada Jamie.

Jamie yang melihat keseriusan di wajah Rima malah semakin ingin membuat Rima menemaninya di klub pada malam itu.

"Rima, please juga deh. Sekali iniii aja kamu terima tawaran saya. Toh kamu udah ada di sini kan sekarang. Aku janji akan bantu Tita. Tapi please, kamu duduk dulu di sini. Kita ngobrol".

"Jame, gimana mau ngobrol sih. Ini tempat yang bising, dan kita harus teriak-teriak begini supaya kedengeran. Apa enaknya ngobrol ditempat begini". Jawab Rima kemudian.

Demi Tita, akhirnya Rima menerima tawaran Jamie.

"Oke, gak lama. 10 menit. Cuma 10 menit dan lo bantu gue bopong Tita ke mobil".

"Ok, Janji 10 menit". Jawab Jamie kemudian.

"Aku pesenin minum ya".

"Gak usah Jame, sorry gue gak minum alkohol". Kata Rima menolak tawaran minum dari Jamie.

"Ya ampun Rima, aku ini tau kamu itu perempuan seperti apa. Tenang aja lagi. Siapa juga yang mau nyediain alkohol buat kamu. Aku udah pesenin orange juice buatmu. Diminum ya".

Tidak berapa lama kemudian Orange Juice pesanan Jamie datang ke meja mereka. Rima tidak habis pikir kenapa Jamie jadi sebaik ini sekarang.

Rima pikir setelah minum seteguk Ia akan dibantu Jamie membawa Tita ke mobilnya. Tapi ternyata dugaan Rima salah. Entah bagaimana ceritanya. Tiba-tiba saja Rima terbangun pagi itu dalam keadaan sakit kepala dan perasaan aneh yang belum pernah Ia rasa sebelumnya. Rima bingung.

"Dimana gue ya?". Tanyanya dalam hati. Tidak lama kemudian Jamie muncul dari balik pintu. Rima terkejut bukan main.

"Tuan putri sudah bangun?". Tanya Jamie dengan senyumnya yang merekah. Kemudian Ia menghampiri Rima yang masih dengan raut wajah bingung.

"Jame, ini dimana? Gue kenapa? Koq bisa disini? Jame, please jelasin ada apa sama gue".

Jamie baru saja mau menghampiri Rima tapi...........................

"STOOOP....!! Jangan mendekat sebelum lo jelasin ke gue apa yang terjadi semalam setelah......". Rima berhenti bicara sejenak, teringat akan kejadian semalam.

"Jame, lo kasih apa ke minuman gue? Lu campur apa orange juice itu jame? Lo apain gue jaaame.....?".

Rima menangis sejadi-jadinya. Ia sedikit mengerti apa yang sudah terjadi antara dirinya dan Jamie. Hancur sudah harapan Rima untuk terus bersama Tama. Dengan keadaannya yang sekarang. Rima sudah kehilangan kepercayaan dirinya di hadapan Tama.

"Tenang Rim, tenaaang. Gak ada yang tau dengan apa yang sudah terjadi pada kamu". Jamie mencoba menenangkan Rima. Tapi tidak berhasil.

"Lu brengsek Jame, lu bener-bener keterlaluan. Kenapa sih lo tega berbuat begini ke gue. Kenapa lo sejahat ini sama gue Jame, apa salah guee....". Rima masih terus menangisi nasibnya pagi itu.

Jamie sendiri terus mencoba mendekati Rima. Berusaha maksimal agar rima mau mengerti bahwa apa yang dilakukaknnya hanya agar Rima mau menerimanya. Meski dengan keadaan terpaksa.

"Rim, mulai detik ini, aku akan jadi yang terbaik buat kamu. Aku janji gak akan pernah lagi godain perempuan lain. Aku akan setia sama kamu Rim".

"Lu udah gila? Lu pikir dengan cara kaya gini, terus gue akan mau nerima lo? Jamie, gue makin jijik sama lo. Jangan pernah lagi lu deketin gue. Gue harap lo puas udah ngancurin hidup gue hari ini. Gue harap tujuan lo tercapai".

Rima berteriak kepada Jamie yang masih berdiri di hadapannya yang sedang menangis. Kemudian Rima berlari sambil menutupi tubuhnya yang tanpa pakaian dengan selimut, berlari ke toilet dan memungut pakaiannya yang berserakan di lantai hotel pagi itu.

Setelah berpakaian, Rima keluar toilet dan ingin bergegas pulang. Namun Jamie mencegahnya.

"Minggir...". Teriak Rima kepada Jamie yang berdiri di ambang pintu demi menahan Rima keluar.

"Rima please, forgive me. I Dont know you'll hurt so bad".

"Just let me go and dont ever meet me anymore. Gue benci elo dan jangan pernah lagi berusaha minta maaf ke gue".

Kemudian Rima mendorong Jamie dan berlari keluar. Ia berlari sambil menangis. Menyetir mobilnya dengan kacau. pikirannya kacau, dalam perjalanan pulang Ia terus menangis di dalam mobil yang dikendarainya. Nasibnya kini hancur. Ia tidak punya muka lagi bertemu Tama. Begitu pikirnya saat itu.

Rima mengurung diri di kamar. Tak habis pikir dengan kejadian yang telah menimpanya. Handphonenya terus berdering. Banyak pesan yang juga tidak Ia buka.

"Rima sayang, masih belum mau bicara? Apa kamu gak ke sekolah lagi hari ini? Udah dua hari lho mama ijin kamu sakit ke sekolah. Ayolah sayang, setidaknya cerita ke mama ada apa ". Ibunda Rima membujuk Rima. Tapi tidak berhasil.

Rima masih membalas pesan-pesan Tama seperti biasanya. Ia tidak ingin Tama khawatir. Namun ketika Tama berkunjung ke rumahnya, Ibunda Rima berkata bahwa Rima sedang tidur. Sehingga Ia tidak bertemu dengan Rima.

Saat itu Tama belum menaruh curiga. Ia pikir rima hanya sakit biasa. Setelah tiga hari tidak ke sekolah dengan alasan sakit, akhirnya Rima memutuskan untuk kembali pergi ke sekolah. Meski terlihat sedikit murung, tapi Rima berusaha tegar.

"Kamu kenapa? Masih gak enak badan?". Tanya Tama kepada Rima yang masih terlihat murung duduk dibangku kelasnya.

"Gapapa Tam, aku udah mendingan. Cuma memang masih gak enak aja. Mungkin pemulihan". Jawab Rima memberi alasan.

Jamie terhenti di ambang pintu kelas Rima. Ia ingin menghampiri Rima, namun mengurungkan niatnya ketika melihat Tama sedang disamping Rima. Tampak Tama sedang memegang tangan Rima dan menyentuh dahinya. Mengecek apakah Rima masih demam seperti yang dikatakan Ibundanya kemarin.

Akhirnya Jamie mundur dan kembali ke kelasnya. Siang itu sepulang sekolah, Jamie mencuri waktu untuk menemui Rima. Ia tau kebiasaan Rima yang pasti akan menunggu Tama selesai berlatih basket. Rima biasanya menunggu Tama di perpustakaan jika Ia sedang enggan melihat Tama berlatih di lapangan.

Namun sayangnya siang itu Rima sudah pulang, Rima merasa betul-betul tidak enak badan. Bukan lagi hanya alasan karna menutupi kemurungannya. Tapi kali ini Rima benar-benar sakit. Maka siang itu Rima pulang dengan Pak Aman tanpa menunggu Tama.

"Ya udah kamu pulang aja duluan ya, minta Pak Aman jemput". Kata Tama siang itu masih di kelas Rima. Tama sebetulnya merasa sikap Rima akhir-akhir ini agak aneh. Murung dan terlihat sedih. Tapi Tama pikir itu karna Rima sedang tidak enak badan. Jadi Ia membuang pikiran jelek jauh-jauh dari kepalanya.

Hari itu adalah hari terakhir Tama bertemu Rima. Dimana pada akhirnya Tama menyendiri hingga umurnya yang sudah kepala tiga sekarang ini.

Tapi cerita Jamie tentang bagaimana Rima menghilang dari kehidupan Tama belum selesai. Maka ceritapun berlanjut.

Malam hari di kediaman Rima. Saat makan malam, tiba-tiba saja Rima ambruk. Pingsan tak sadarkan diri setelah beberapa hari terlihat murung. Ibunda Rima berfikir jika putrinya memang sedang sakit. Maka malam itu ibu dan ayah Rima menelpon dokter keluarga mereka.

Terkejut bukan main atas analisa dokter. Rima mengandung dua minggu. Ayah Rima murka. Marah sejadi-jadinya.

"Papah akan menemui orangtua Tama. Bisa-bisanya kalian berbuat begini. Papah merestui hubungan kalian karna papa pikir Tama anak yang baik dan mampu menjaga kamu Rima. Tapi apa yang dia perbuat padamu". Saat Ayah Rima memencet tombol telepon, seketika itu juga Rima bangkit dari tempat tidurnya kemudian memegang tangan Ayahnya.

"Nggak Pah, Papah ngga tau apa-apa. Bukan Tama Pah, bukan Tama yang harus bertanggung jawab atas bayi ini".

"Apa katamu Rima?". "PLAAAAK" . Seketika itu juga telapak tangan Ayah Rima mendarat di pipi kiri putrinya. Ibunda Rima hanya bisa menangis. Menangisi nasib putrinya. Ia tidak menyangka semua bisa terjadi.

"Kamu pacaran dengan Tama, tapi kamu mengandung anak laki-laki lain maksudmu? Perempuan macam apa kamu Rima? Papah gak nyangka punya putri bejat seperti kamu. Sejak kapan kamu jadi rusak begini Rimaaa....".

"Pah, Rima kan sudah bilang. Papa dan Mama ngga tau apa-apa. Papa, Mama ngga tau apa yang udah terjadi sama Rima kan Pah. Jangankan kalian. Tama juga ngga tau tentang ini Pah. Tama gak salah, Tama gak ngerti apa-apa, dia tetap laki-laki baik seperti yang Papa Mama yakini. Tama tetap laki-laki baik, terhormat, dan tiak pernah berbuat macam-macam pada putri kalian yang kotor ini. Kalian gak tau apa yang Rima jalani belakangan ini".

Rima menangis sejadi-jadinya, kemudian menceritakan semua yang sudah terjadi dimalam itu. Di malam Ia bertemu Jamie, dimalam ketika Ia hanya berniat menolong Tita sahabatnya. Tita sudah tau kejadian itu. Tita sudah memohon maaf pada Rima.

Rima juga tidak bisa menyalahkan Tita. Karna Tita sendiri juga tidak menyangka dimalam ketika Ia sedang dirundung banyak masalah pelik dalam keluarganya, kemudian lari ke klub itu, Ia bertemu Jamie dan kawan-kawannya.

Tita hanya ingat pagi itu Ia sudah bangun di dalam kamarnya sendiri. Entah siapa yang mengantarnya pulang. Tita bahkan tidak tau sama sekali bahwa Rima datang untuk membantunya pulang namun kejadian naas menimpa Rima.

"Papa akan lapor polisi. Kejadian ini gak bisa dibiarkan". Kata Ayah Rima hari itu. Namun Ibunda Rima melarang.

"Pah, kalo kita berbuat begini, yang ada anak Rima akan lahir tanpa Ayah. Kemudian Rima dan kita akan menanggung malu Pah. Sebaiknya kita temui dulu Jamie. Siapa tau dia mau bertanggung jawab".

"Apa Mama sudah ngga waras? Mama mau menikahkan putri kita dengan laki-laki bejat macam itu?".

"Pah, Mama pernah dengar cerita dari Pak Aman tentang Jamie. Sepertinya Jamie betul-betul mencintai Rima. Mungkin dia benar-benar mau bertanggung jawab Pah. Bisa jadi, perbuatannya dia lakukan demi mendapatkan Rima. Setidaknya, biarkan Rima melahirkan dengan seorang suami Pah. Meski nanti mereka kita pisahkan, setidaknya anak Rima harus punya Ayah dulu Pah. Jangan sampai dia telahir tanpa Ayah".

Ibunda Rima memohon kepada suaminya. Bagaimanapun ini aib. Rima harus segera meninggalkan Jakarta dan menikah secepatnya. Sebelum kandungannya membesar. Akhirnya malam itu juga Ayah dan Ibunda Rima bergegas meminta Pak Aman mengantar mereka ke kediaman Jamie.

Dari Pak Domon yang pernah menolong Jamie membawanya ke Rumah Sakit tempo hari, Pak Aman tau alamat rumah di KTP Jamie. Namun sayang, seperti yang pernah Pak Domon ceritakan, rumah besar itu gelap dan kosong. Nyaris tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Ayah Rima berpikir kemungkinan Jamie melarikan diri. Tapi mereka salah. Jamie memang tidak pernah tinggal lagi di rumah besar itu semenjak Ia ditinggal kedua orangtuanya pergi bertugas ke luar negeri. Bahkan kedua orangtuanya tidak pernah mengetahui bahwa Jamie anak mereka ternyata tinggal di sebuah kos-kosan yang tidak jauh dari komplek perumahan mereka.

Jamie tidak mau merasa kesepian tinggal di rumah besar itu sendirian. Meski ada ART, tapi bagi Jamie itu sama sekali tidak membantu menyingkirkan rasa kesepiannya. Sehingga Ia memilih tinggal di kosan. Meski begitu, kosan Jamie adalah kosan elit yang terletak di dalam komplek perumahan mewah.

Hal itu mereka ketahui dari tetangga rumah Jamie yang kebetulan lewat ketika mereka berusaha menemui Jamie di rumah besarnya.

"Iya Pak, Bu, Nak' Jamie memang nggak suka tinggal di sini sendirian. Jadi dia tinggal di kosan di blok sebelah Pak". Begitu kata tetangganya.

Ayah dan Ibunda Rima serta Pak Aman segera bergegas mencari kosan yang dimaksud tetangga Jamie.

"Permisi Pak, apa betul di kosan ini ada yang tinggal bernama Jamie?". Tanya Pak Aman kepada satpam penjaga kosan.

"Oh iya betul Pak, ada Nak' Jamie tinggal di sini. Anda ini siapa ya? Keperluannya apa?". Bapak Satpam itupun balik bertanya kepada Pak Aman.

"Saya Aman Pak, majikan saya yang sedang di mobil itu ingin bertemu dengan Nak' Jamie. Urusan super penting Pak. Mohon bantuannya dipanggilkan. Tolong katakan saja kalau orangtua Non Rima yang mau ketemu".

"Ooh begitu. Oke, tunggulah sebentar. Saya coba panggilan Nak' Jamie".

Jamie kaget bukan main mendengar orangtua Rima mencarinya. Sepertinya Ia tau apa yang terjadi. Ia mengira bahwa Rima menceritakan perihal dirinya telah dinodai olehnya. Namun Jamie masih belum mengetahui tentang Rima yang mengandung.

Ia pikir, mungkin orangtua Rima akan membawanya ke kantor polisi. Ia akan pasrah saja. Karna Ia sadar betul atas apa yang telah diperbuatnya kepada Rima. Maka Iapun segera keluar menemui orangtua Rima dengan perasaan sedikit tegang.

"Kamu yang namanya Jamie?". Tanya Ayah Rima dengan wajah masam memperlihatkan mimik wajah marahnya.

"Iya Om, saya Jamie". Jawab Jamie kemudian dengan wajah tertunduk.

"Bangsat kamu ya. Kamu apakan anak saya". Ayah Rima murka, dengan serta merta Ia meremas kerah baju Jamie dan memukul wajahnya. Jamie tersungkur jatuh di jalan.

Satpam kosan dan Pak Aman bergegas menghampiri mereka. Satpam kosan membantu Jamie berdiri, sementara Pak Aman mencoba memegang lengan Ayah Rima sambil menenangkannya dibantu Ibunda Rima.

"Lho..Lho... ini ada apa ya? Koq Nak Jamie dipukuli seperti ini. Jangan main kasar Pak. Tolong dibicarakan dulu". Kata Satpam kosan sambil membantu Jamie berdiri.

Orang-orang yang berlalu lalang memperhatikan mereka sambil berbisik-bisik dengan wajah aneh. "Ada apa sih? Ada apa?"...... Begitu kata mereka.

"Pah, sabar Pah. Tujuan kita ke sini bukan untuk menghakimi Jamie Pah. Papah jangan bikin kacau keadaan. Ingat Rima Pah". Kata Ibunda Rima mencoba menenangkan suaminya.

"Mari Pak, kita selesaikan saja di dalam. Bicarakan baik-baik dengan kepala dingin dan tenang". Ujar Satpam kosan kepada Ayah Rima yang massih dipegangi oleh Pak Aman dan Ibunda Rima.

Merekapun masuk ke dalam kosan. Di ruang tamu, mereka membicarakan semua hal yang terjadi sebelumnya. Termasuk kehamilan Rima.

"Mana orangtua kamu? Saya harus bicara dengan mereka". Tanya Ayah Rima dengan nada membentak Jamie.

"Maaf Om, orangtua saya tidak perlu terlibat. Jika Om mau, saya akan menyerahkan diri ke polisi tanpa perlu melibatkan mereka. Bukan apa-apa Om. Hanya saja, mereka tidak akan peduli dengan apa yang terjadi pada saya". Jawab Jamie kemudian.

"Anak macam apa kamu sampai-sampai tidak dipedulikan orangtuanya. Pantas saja kelakuanmu ini bejat, tidak bermoral, tidak punya otak kamu. Kamu apakan putri saya hingga dia hamil hah? Kamu sudah hancurkan masa depan putri saya. Kamu pikir saya bisa terima begitu saja dengan kamu dihukum dalam penjara? Itu malah akan membebaskanmu dari tanggung jawab. Dasar anak brengsek".

Jamie terkejut bukan main. Rima hamil. Ia tidak menyangka akan terjadi seperti itu. Namun Ia tetap menyadari kesalahannya.

"Apa Om, Rima hamil? Ya ampuuun. Om saya betul-betul minta maaf. Hukuman apapun yang akan Om berikan, saya akan terima Om. Tapi saya mohon Om. Pertemukan saya dengan Rima Om. Saya mohon".

"Dasar anak sialan, apa lagi yang mau kamu lakukan pada putri saya?". Ayah Rima semakin murka dengan permintaan Jamie. Namun Ia teringat kata istrinya. Kemungkinan Jamie ini betul-betul mencintai putri mereka. Karna kehadiran Tama di hati Rimalah yang membuat Jamie nekat berbuat demikian terhadap Rima.

Sekarang giliran Ibunda Rima yang bicara. Ia tidak ingin putrinya mengalami lebih banyak masalah setelah ini. Maka Ia segera saja membicarakan tujuan mereka datang ke tempat Jamie.

"Jamie, tujuan kami datang kemari, bukanlah untuk menghukummu. Paling tidak, bukan sekarang waktu yang tepat untuk kami menghukum kamu. Nanti bila sudah waktunya, maka kamu harus siap dengan segala hukuman yang akan diberikan".

Jamie hanya tertunduk mendengarkan omongan Ibunda Rima. Ia sadar bahwa Ia memang pantas dihukum setelah apa yang diperbuatnya pada putri mereka.

"Kami ke sini meminta kamu bertanggung jawab atas kehamilan Rima. Kamu harus segera menikahinya". Kata Ibunda Rima kemudian.

Jamie mengangkat wajahnya. Kaget mendengar omongan itu kemudian dengan wajah sambil tersenyum Ia menjawab.

"Apa tante? Saya menikahi Rima? Betul Tante? Ya ampuuun, saya tidak menyangka akan menjadi suaminya. Saya akan bertanggung jawab sepenuhnya kepada Rima tante. Saya berjanji. Mulai sekarang, hidup Rima dan anak yang dikandungnya adalah tanggung jawab saya tante". Jawab Jamie kemudian.

Sebetulnya ada perasaan lega di wajah orangtua Rima, Mereka bahkan tidak menyangka laki-laki brengsek yang menghamili paksa putrinya dengan wajah bahagia bersedia bertanggung jawab.

Rupanya kali ini Jamie mendapatkan karmanya. Setelah Ia bermain-main dengan banyak wanita. Bahkan Ia pernah berujar tidak akan pernah mencintai wanita manapun, kini Ia malah betul-betul tersiksa karna mencintai Rima teramat sangat.

Malam itu juga, Jamie dibawa ke rumah Rima. Ia dipertemukan dengan Rima. Namun semuanya tidak menduga dengan apa yang dikatakan Rima.

"Ngapain lu ke sini? Mau apa? Puas lo ngancurin hidup gue?". Rima berteriak ke hadapan Jamie. Ia tak menyangka Orangtuanya membawa Jamie datang.

"Rima please. Kita akan menikah. Aku mohon jangan menolak. Bagaimanapun itu anakku juga Rima".

"Dasar gila. Gimana lu bisa yakin ini anak lo hah? Gue jijik sama lo. Sekarang juga lo pergi dari sini. Gue gak mau lu dateng-dateng lagi ke sini. Pergiiii....". Rima menjerit histeris sambil mengusir Jamie.

"Rima, sayang. Maafin mama dan papah. Mama yang memutuskan menikahkan kamu dengan Jamie. Bagaimanapun kamu gak boleh melahirkan tanpa suami. Rima sayang denger mama nak' kali ini kamu harus nurut apa kata mama. Menikahlah dulu dengan Jamie. Setelah itu terserah dengan apa yang ingin kamu lakukan nak' setidaknya, anakmu harus punya Ayah".

"Nggak mah, nggaaak. Rima gak mau. Rima gak sudi. Siapa yang bilang Rima mau melahirkan? Rima gak mauuu maaah. Rima gak mau anak ini Rima benci dia mah, benciii". Rima semakin histeris, berteriak sambil memukul-mukul perutnya.

"Rima, jangan sayang. Jangan kamu lakukan itu. Dia ngga bersalah nak' jangan berbuat begitu. Dia berhak hidup". Ibunda Rima menghampirinya kemudian mencoba menenangkannya.

"Bagaimanapun Rima tidak boleh menggugurkan bayi dalam kandungannya. Kita harus berbuat sesuatu Pah". Kata Ibunda Rima kemudian.

Jamie terdiam sejenak. Berfikir apa yang mungkin akan Ia lakukan selanjutnya. Rima telah menolak menikah dengannya. Tapi Jamie terus berusaha membujuknya. Hari ini tidak berhasil.

"Besok aku akan datang lagi Rima. Aku akan terus datang sampai kamu mau menerimaku. Bagaimanapun, bayi itu harus hidup. Dia tidak berbuat kesalahan Rima. Aku yang salah, aku yang akan menanggung semuanya".

Jamie pulang tanpa hasil. Ia tidak berhasil membujuk Rima menikah dengannya. Tapi kali ini Jamie yang sudah benar-benar jatuh cinta, pada akhirnya tetap harus mengalah, diam, dan pulang. Hanya saja dia tidak berniat menyerah. Dia akan memperjuangkan cintanya. Terlebih lagi, kini perempuan yang dicintainya tengah mengandung darah dagingnya.

Esoknya, Rima tidak datang-datang lagi ke sekolah. Iapun memutuskan untuk tidak akan pernah l;agi menemui Tama. Hancur sudah harapan hidup bersama Tama di masa depan. Siang itu sepulang sekolah Tama berniat menemui Rima karna tidak ada yang tau kabar Rima di sekolah.

Tita hanya bilang jika Rima sedang sakit dan tidak bisa masuk sekolah. Kabar itu Ia dapatkan dari Ibunda Rima saat Ia menelpon untuk menanyakan apakah Rima baik-baik saja. Karna Tita merasa bersalah atas semua yang sudah terjadi.

Sejak hari itulah Tama tidak pernah lagi bertemu Rima. Jamie terus menerus datang ke rumah Rima. Begitu pula Rima yang terus menerus menolak menikah dengan Jamie. Pada akhirnya, Jamie memang bertanggung jawab atas Rima dan Mischele secara materi namun mereka tetap tidak menikah.

Semua barang-barang yang dibawa atau dikirimkan Jamie selalu Rima masukan dalam gudang. Tidak satupun yang Ia gunakan. Bahkan uang bulanan yang selalu Jamie kirimkanpun tidak pernah Rima gunakan. Baik untuk dirinya sendiri ataupun anaknya.

Hari itu hari di mana Tama datang lagi ke rumah Rima yang sudah kosong tanpa penghuni, hari dimana Tama bertemu tetangga Rima dan mengatakan bahwa Jamie harus ke rumah sakit, adalah hari dimana Rima berusaha bunuh diri. Rima tidak ingin melahirkan bayinya. Ia nekat mengakhiri hidupnya.

Namun Tama tidak mengetahui hal itu. Tetangganya juga tidak mengatakan apa-apa selain Ibunda Rima yang titip pesan jika ada laki-laki bernama Jamie datang ke rumah, diminta untuk segera ke Rumah Sakit.

Saat itu Tama pikir, keluarga Rima memiliki saudara atau sanak family bernama Jamie. Tidak disangka ternyata Jamie yang dimaksud adalah Jamie si bule teman sekolahnya yang terkenal playboy. Tama betul-betul tidak menyangka.

Tama dan Mischele terus mendengarkan cerita Jamie. Singkat cerita, akhirnya mischele lahir dan Jamie lulus SMA. Jamie meneruskan kuliahnya di Jakarta. Sementara Rima pergi ke Bandung untuk melanjutkan lagi sekolah SMA nya yang tertunda karna mengandung.

Tentu saja status Rima yang telah memiliki anak dirahasiakan di sekolahnya yang baru. Setahun kemudian Rima lulus SMA, kemudian Ia pindah ke sidney membawa serta Mischele. Ia sengaja melakukan itu untuk menjauhkan Mischele dari Ayahnya.

Ya, saat itu Rima berfikir untuk tidak lagi mempertemukan Jamie dengan Miscehele putrinya. Rima tetap belum dapat menerima Jamie. Namun begitu, Jamie tetaplah Jamie yang selalu berkeinginan keras pantang putus asa. Belasan tahun Ia menanti Rima membuka hati.

Sama seperti Tama yang sudah belasan tahun pula menanti Rima kembali. Rimapun demikian, hidup tanpa laki-laki selama belasan tahun, hingga Mischele tumbuh remaja seperti hari ini. Cantik dan Cerdas.

Saat Rima dan Mischele hidup di Sidney, Jamie menyusulnya. Ia tidak pernah menyerah. Selalu datang setiap hari menjenguk Mischele. Berharap Ibunya luluh dan mau mulai membuka hatinya. Itulah sebabnya, Mischele tetap dekat dengan Ayahnya meski Ayah dan Ibunya tidak pernah menikah.

Begitulah ceritanya. Bagaimana Rima bisa menghilang dari kehidupan Tama, bagaimana Mischele hadir dikehidupan Rima, bagaimana Jamie si playboy berubah drastis setelah ditaklukan Rima.

Mischele terdiam mendengar akhir cerita Ayahnya. Tanpa Ia sadari, wajahnya pucat, matanya berkaca-kaca. Tak lama air matanya mengalir jatuh ke pipinya yang putih mulus merona pink tanpa makeup.

"Jadi, Mommy gak pernah inginkan Mischele. Mommy menderita karna Mischele. Jadi Mischele ini anak yang gak pernah diinginkan Mommy". Ujar Mischele sambil menangis.

"Nggak sayang, siapa yang bilang begitu? Mommy always love you Mischele. Gak akan pernah berubah". Tiba-tiba Rima berdiri dihadapan mereka bertiga yang tengah duduk mendengarkan cerita Jamie.

Kemudian Mischele menghambur kepelukan Ibunya sambil menangis dan berujar "Mooom, maafin Mischele Mom. Karna kehadiran Mischele Mommy jadi menderita. Harusnya Mommy hidup bahagia dengan Om Tama kan Mom". Mischele terisak dipelukan Rima.

"Sayaaang please jangan bicara begitu. Mommy hanya shock saat tau kamu ada dalam perut Mommy. Tapi begitu kamu lahir, Mommy betul-betul mencintai kamu sayang. Kamu yang paling berharga buat Mommy sekarang. Bukan laki-laki manapun. Ingat itu Mischele. Mommy sudah bahagia hidup berdua denganmu tanpa mereka". Jelas Rima kemudian sambil memeluk Mischele.

Tama dan Jamie bangkit dari duduknya. Kemudian menatap Rima dan Mischele yang sedang berpelukan. Tama tidak menyangka dengan apa yang baru saja didengarnya dari cerita Jamie. Iapun bingung akan berbuat apa.

Kini giliran Rima yang buka suara. Akhirnya setelah lama menanti selama belasan tahun. Rima mau bicara dengan Tama dan Jamie sekaligus.

"Tama, aku minta maaf karna menghilang tiba-tiba dan tak ada kabar. Tapi sekarang kamu tau apa penyebabnya. Aku sudah terlalu kotor dan hina untuk bertemu kamu waktu itu. Meski hanya sekedar mengucapkan selamat tinggal rasanya aku ngga pantas lagi ketemu kamu".

"Rima please jangan bicara begitu. Gak ada yang lebih berharga dan lebih terhormat dari kamu Rima. Harusnya kamu temui aku, kita bisa selesaikan semua sejak dulu. Tidak seperti ini. Lama menunggu dan akhirnya ini yang terjadi. Kamu gak salah. Jadi jangan pernah minta maaf".

Sebetulnya Tama masih sangat kesal pada Jamie. Ingin sekali Ia menghajarnya kembali habis-habisan. Ia memisahkan hidupnya dari Rima perempuan yang paling dicintainya sejak dulu. Tapi karna kehadiran Mischele, maka Tama mencoba tegar. Mencoba menerima kenyataan yang sudah ada di depan matanya.

"Dan kamu Jamie, please gak usah bujuk-bujuk Mischele lagi untuk membuka hati aku untukmu. Karna itu gak akan pernah terjadi. Aku membiarkanmu bertemu Mischele hanya karna Ia butuh sosok Ayah. Itu aja. Bukan karna aku menerima kamu. Sudah jelaskan? Jadi jangan pernah berusaha lagi. Hentikan usaha-usahamu mengirimiku semua barang-barang dan uang setiap hari dan setiap bulan. Aku bisa mengurus Mischele tanpa bantuanmu".

Mischel terdiam. Kemudian Ia berfikir, apakah Mommy masih sangat mencintai Om Tama dan sebaliknya? Apakah mungkin mereka kembali hidup bersama seperti ketika mereka masih remaja dulu. Apakah kehadirannya mengganggu kembalinya hubungan mereka. Aah hal yang rumit untuk dipikirkan.

"Mom, tolong jawab jujur peryanyaan Mischele ya Mom. Pleeease Mom. Mischele butuh jawaban".

"iya sayang, tanyalah apa yang mau Mischele tau. Mommy pasti jawab. Sudah gak ada lagi yang harus Mommy rahasiakan". Jawab Rima kemudian.

"Mom, jujur. Apa Mommy masih mencintai Om Tama? Atau Mommy sedikit demi sedikit sudah bisa mencintai Daddy? Jawab Mom".

Rima, Tama, dan Jamie terkejut bersamaan mendengar pertanyaan Mischele. Tidak disangka Mischele bertanya demikian dihadapan mereka semua.

"Mischele, bagi Mommy sekarang kamu yang terpenting. Bukan siapapun. Jadi kamu gak perlu menanyakan hal yang kurang penting begitu. Baik Daddy ataupun Om Tama, sudah tidak ada sangkut pautnya lagi dengan hidup Mommy. Biarkan mereka menjalani kehidupan mereka ke depannya. Mungkin juga Om Tama sudah menikah, atau mungkin Daddy kamu sudah memiliki kekasih yang mungkin akan dinikahinya nanti. Mommy gak mau lagi ngerusak hidup siapapun termasuk hidup Mommy sendiri. Cukup kamu aja di hati mommy sayang".

"Bukan Mom, bukan itu pertanyaannya. Kenapa Mommy gak jawab aja. Siapa yang Mommy cinta sekarang? Om Tama atau Daddy? Jawabannya gak perlu sepanjang itu Mom".

"Michele, Mommy gak perlu jawab pertanyaan itu Mommy rasa Michele udah tau gimana hati Mommy selama ini kan? Kosong michele. Gak ada siapapun. Tolong jangan bahas ini lagi".

Bersambung ke Eps.4 (Ending)

Link Terkait :

Episode 1

Episode 2

Episode 3

Episode 4 (End)