Tampilkan postingan dengan label Tentang Aku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tentang Aku. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Mei 2020

Kisah Tragis Bian

Aku menikah dengan laki-laki yang aku cintai dan yang aku yakin Iapun begitu. Aku butuh laki-laki yang selalu memberiku semangat, Aku butuh laki-laki yang selalu mendukungku di saat aku jatuh, disaat aku merasa terpuruk, disaat aku merasa putus asa, bahkan di saat aku jatuh miskin.

Bukan laki-laki yang selalu mendorongku untuk berkarir, semangat bekerja di luar bahkan bertahan dari kerasnya tekanan dari atasan.

Aku ini perempuan, Ibu, Istri, sekaligus anak. Aku memang harus tegar demi anak-anakku. Tapi apakah aku tidak boleh manja sebagai istri? Apa sudah tidak patut dilindungi sebagai anak?

Selalu dan selalu merasa begini.

Ada satu waktu dimana aku sering curhat oleh suamiku perihal pekerjaanku, Tekanan-tekanan yang terjadi dalam pekerjaan, Kenapa seringnya malas bekerja dan memilih cuti bersama anak-anak di rumah. Aku tau aku harus sabar. Aku mengerti aku harus membantu suamiku menafkahi keluarga kami. Tapi tidak bolehkah aku bermanja? Kenapa? Kenapa semakin hari kau malah justru semakin mirip Ibu? Ibuku yang selalu bawel setiap kali aku tidak berangkat bekerja, Ibuku yang selalu mengomel tiap kali aku cuti, Ibu yang selalu ketakutan jika aku tidak lagi bekerja, maka kami akan hidup susah. Wahai suamiku. Tidak yakinkah engkau bahwa Allah SWT. akan selalu membukakan pintu rejeki dari mana saja untuk keluargamu? Allah menitipkan rejeki untuk istri dan anak-anakmu melalui tanganmu yang kokoh, bukan melalui tenaga istrimu langsung. Tidak bisakah kau paham bahwa pekerjaan ini membuatku sulit bernafas?

Aku butuh ketenangan. Aku butuh tempat untuk menangis sekeras-kerasnya tanpa harus didengar anak-anak. Tapi dimana? Aku hanya bisa menangis kecil di dalam pelukanmu, dibalik punggungmu atau mungkin di bahumu. Tapi setiap kali itu aku lakukan kenapa kau hanya mengeluarkan kalimat bahwa aku harus tegar, bahwa aku harus tabah menghadapi semua pekerjaan dan tekanan-tekanan dalam pekerjaanku. Setiap kali aku membicarakan masalah resign kau seperti terlihat kecewa tanda tak setuju. Kau seperti ketakutan bahwa kita akan jatuh miskin begitu aku resign. Begitu besarkah peranku memberikan nafkah di keluarga ini? Aku yang seorang perempuan, aku yang hakikatnya berada di rumah mengurus rumah tangga dan anak-anak. Tapi kau bahkan kalian. Kau dan Ibuku seolah kalian merasa bahwa jika itu aku lakukan maka kita pasti akan sengsara.

Ya Allah, apakah harus seperti ini? Aku capek, aku lelah dengan semuanya. Ketika pagi bangun, aku harus berhadapan dengan masalah-masalah pekerjaan yang itu-ituu saja, di tekan sana sini, Begitu sore sesampainya aku di rumah, masih harus bersabar menghadapi bocah-bocah kecil kami yang nyaris tidak bisa diam yang selalu saja teriak ini itu, bertengkar memperebutkan mainan atau apapun. Berteriak minta ini itu. Tidak lama engkau pulang dari bekerja, duduk atau tiduran kemudian minta diambilkan minum, makan, dipijat, atau apapun. Menjelang tidurpun aku masih harus bekerja. Membuatkan susu untuk anak-anak, memakaikan pampers, kadang membacakan cerita, atau lainnya.

Saat aku beristirahat hanya ketika mataku benar-benar terpejam. Ah sudahlah, mungkin memang ini takdirku. Mungkin memang ini kisahku. Lihat apa yang terjadi nanti. Mungkin seiring bertumbuhnya anak-anak, aku akan semakin tegar.

********

Bian memang sudah tidak punya banyak waktu menulis semenjak menikah, mengurus anak, dan bekerja. Hobi menulisnyapun hanya Ia lakukan sesekali sambil mencuri-curi waktu bekerja. Padahal dulu Bian senang sekali menulis cerita, Membuat cerpen. Bahkan Bian bercita-cita ingin menulis sebuah novel yang ingin sekali Ia bukukan. Tapi semua sirna ketika Bian memutuskan untuk menikah di usianya yang masih muda. Padahal saat itu Bian yakin bahwa support kekasih hatinya yang kelak menjadi suaminya itulah yang akan membuat impian dan cita-cita Bian tercapai. Namun sayang, begitu melahirkan anak pertama, Bian dan suaminya merasa harus bekerja keras demi anak mereka. Demi hidup cukup. Jadi yang terjadi adalah Bian dan suami harus banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Terlebih lagi kemudian lahirlah anak-anak kedua dan ketiga mereka. Bertambahlah kebutuhan keluarga mereka. Bian seringkali dipusingkan dengan urusan-urusan yang kelihatan sepele namun ternyata baginya itu adalah masalah besar.

Terkadang orang terdekatpun tidak mampu mendukungnya. Bian yang merasa tertekan akhirnya merasa bahwa Ia ingin istirahat. Istirahat dari semua ini. Istirahat dari kehidupan yang membuatnya lelah dan tertekan. Bian mengakhiri hidupnya.

1 November, menjadi tanggal kelahiran Bianca Azzalea Rumana sekaligus hari kematiannya. Tertulis dalam blog bian pada posting terakhir bahwa Ia lelah.

Posting terakhir Bianca.......

"Ya Allaaah, Bian lelah, Bian Capek, Bian ingin instirahat. Kenapa tiap kali Bian memejamkan mata untuk beristirahat, ada saja hal yang membuat mata Bian terbelalak. Entah jeritan si kecil, Teriakan panggilan Ibu, bahkan kepulangan Mas Alif dari bekerja. Terus kapan Bian bisa istirahat Ya Allah?. Kali ini Bian benar-benar lelah. Bian ingin berhenti bekerja. Bian capek di tempat kerja yang membosankan itu. Dengan tekanan-tekananya dan masalah-masalah lainnya. Bian ingin berhenti tapi semua orang pasti akan menyalahkan Bian. Pasti semua orang akan menyayangkan keputusan Bian. Bahkan Mas Alifpun begitu. Mas Alif terlalu sayang dengan pekerjaan Bian yang katanya bagus. Bekerja di perusahaan besar ternama dengan gaji lebih dari cukup. Sementara Mas Alif hanya karyawan perusahaan biasa. Kenapa Mas Alif tidak meyakini diriMu ya Allah. Mengapa rejeki yang Engkau titipkan melalui Mas Alif lebih sedikit dari yang Engkau titipkan padaku? Jika saja tidak seperti itu, maka mungkin aku bisa menjadi Ibu-ibu pada umumnya. Ibu rumah tangga yang bangun pagi menyiapkan sarapan keluarga, Kemudian melihat anaknya berangkat sekolah dengan Ayahnya sampai menghilang di balik pintu, kemudian mengerjakan pekerjaan rumah. Begitu siang hari pekerjaan sudah selesai, bisa santai menonton televisi di ruang tamu sambil ngemil kripik kentang favorit atau biscuit coklat kesukaan sambil menunggu anak-anak pulang sekolah.

Begitu anak-anak pulang sekolah, Bian bisa membantu mereka mengganti pakaian, kemudian makan bersama di meja makan panjang di ruang tengah sambil mendengarkan cerita anak-anak tentang kegiatan mereka. Selesai makan, Bian membantu mereka mengerjakan PR sampai sore. Saat sore tiba, sambil menunggu kepulangan Mas Alif dari bekerja, Bian buatkan teh hangat kesukaannya.

Menjadi Ibu-ibu normal dengan kegiatan normal dengan keadaan ekonomi kami yang mencukupi yang Bian mau ya Allah. Bukan keadaan ekonomi yang mencukupi, namun kehilahangan banyak waktu untuk itu.

Ya Allah Bian menyerah. Maaf kan Bian. Sudah terlalu lama Bian merasa tidak ada lagi yang mendukung keinginan Bian itu. Bahkan Mas Alif. Selesai sudah kesabaran dan ketegaran Bian selama ini. Maafkan Bian ya Mas Alif, Ibu, Kakak, Nila, dan Ade. Bian GAGAL menjadi yang kalian harapkan. Bian terlalu lelah.

Selamat Tinggal !!!"

Bian mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atap gedung tempatnya bekerja. Akhirnya Bian beristirahat seperti keinginannya selama ini. Tidak ada lagi suara jeritan atau panggilan atau langkah kaki yang dapat membangunkan Bian. Kini Bian benar-benar pulas tertidur. Bian tak lagi ada.

Semoga bagi yang masih memiliki istri, ibu, anak perempuan masih bisa mendengarkan jeritan hati mereka. Terkadang masalah sepele dimata kita, belum tentu sepele bagi orang lain. Bian yang hatinya rapuh, mudah goyah sangat membutuhkan dukungan. Dukunglah, manjakanlah istri anda tanpa mengeluh, tanpa mengeluarkan kata-kata "Sabar ya, Tegar ya, Yang kuat ya" . Kata-kata itu tidak mampu menopang beban hidupnya.