Tampilkan postingan dengan label cara membukukan cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cara membukukan cerpen. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 Mei 2020

Pengorbanan

Ditengan-tengah obrolan yang sering mereka lakukan setiap malam. Bram suaminya bertanya padanya.

"Apa yang paling membuatmu sedih di dunia ini?". Tanya Bram pada Meri.

"Mmh....". Meri terdiam sejenak kemudian menjawab. "Jika aku tak lagi bisa hidup bersama dengan orang yang paling aku cintai". Jawabnya sambil mengecup pipi Bram. Keduanya tersenyum.

Malam itu berlalu tanpa masalah. Kehidupan mereka lebih banyak dihabiskan berdua. Karna belum dikaruniai seorang anak meskipun pernikahan sudah berjalan dua tahun.

Hari itu Bram begitu berbeda. Ia tak sehangat selama ini. Tiba-tiba saja berubah menjadi sosok suami yang begitu dingin. Kamipun mulai jarang mengobrol. Ia lebih sering di depan laptop dan menelpon teman kantornya yang adalah seorang wanita. Aku tau, tak semestinya aku cemburu. Karna itu memang urusan pekerjaan. Raya nama perempuan itu. Dia tidak terlalu cantik, tapi berkulit bersih dan memiliki postur tubuh yang bagus seperti seorang model. Rambutnya panjang tapi lebih sering diikat. Itu yang aku pernah lihat dan dengar dari suamiku. Semua pembicaraan mereka tidak kumengerti. Mungkin bahasa orang kantor.

Beberapa minggu kemudian Bram ditugaskan ke Singapur oleh perusahaan tempatnya bekerja. Namun tidak seperti biasa. Ia pergi seorang diri tanpa mengajakku. Biasanya jika Ia dapat tugas luar kota atau luar negri, dia selalu membawaku ikut serta. Lagipula, perusahaan tidak keberatan selama aku tidak mengganggu pekerjaannya. Aku bahkan malah membantunya. Ketika Ia pergi bertugas, aku akan diam di hotel atau penginapan tempat kami tinggal selama masa tugasnya. Aku membantunya membuat sarapan, merapikan pakaian kerjanya, merapikan documen atau alat tulisnya ke dalam tas kerjanya, dan lainnya. Sehingga aku justru membantunya.

Namun entah kenapa kali ini Ia pergi sendiri. "Nanti siapa yang siapin sarapan kamu, pakaianmu, dan tas kerjamu disana?". Tanyaku dengan tatapan heran mengapa belakangan ini dia seperti menjaga jarak dariku.

"Aku ini bukan anak kecil Mer. Kamu tuh aneh ya. Selama tugas kan aku tinggal di hotel. Tinggal telpon pelayan antar makanan, hotel juga ada pelayanan laundry, tas kerjaku itu isinya lebih sedikit dari makeup kamu. Aku bisa aja rapihin sendiri. Selama ini kan kamu yang mau ngerjain semuanya. Aku gak minta".

Meri shock mendengar ucapan suaminya yang tumben sekali bisa bicara kasar seperti itu.

Sebetulnya Meri sudah menangkap sinyal-sinyal ketidakberesan dalam rumah tangganya belakangan ini. Tapi Ia selalu menepisnya. Ia hanya berdoa semoga tidak ada yang terjadi pada Bram. Akhirnya Bram pergi bertugas.

Hari itu Meri merasa sakit. Air matanya berlinangan. Tapi Ia tetap bertahan pada pendiriannya bahwa semua akan kembali baik seperti semula ketika Bram pulang nanti. Tapi hari itu, ternyata Meri tidak hanya merasakan sakit di hatinya. Kepalanya terasa berat, dadanya terasa sesak. Khawatir terjadi sesuatu. Iapun pergi ke klinik.

"Anak keberapa mba?". Tanya dokter.

"Anak?". Meri terkejut dengan pertanyaan sang dokter.

"Ooh jadi ini kehamilan pertama. Iya, jadi Mbanya merasa pusing, mual dan sesak karna sedang mengandung".

Meri bahagia bukan main. Ia merasa menjadi wanita yang paling sempurna dan bahagia ketika itu. Iapun kembali ke rumah.

Di rumah Ia berfikir akan memberi Bram kejutan ketika Ia pulang tugas nanti. Tapi entah kenapa rasanya Meri tak dapat menunggu lama untuk mengabari perihal kehamilannya pada Bram. Maka Iapun bergegas mengambil ponselnya dan menelpon Bram. Sekali, dua kali, tiga kali tak diangkat. WhatsApp tak terkirim. Ia masih positif thinking. Mungkin Bram sedang sibuk di luar dan tak ada wifi.

Malamnya Ia mencoba kembali menghubungi Bram. Tapi masih sama. Bram masih sulit dihubungi. Akhirnya dengan rasa penasaran teramat sangat, esok paginya Ia menelpon kantor Bram. Apa yang didapatnya sungguh membuatnya shock dan bingung.

"Pak Bram sudah sejak kemarin lusa tidak masuk kantor Bu. Katanya sudah ambil cuti selama seminggu. Ini dari mana ya?". Kata wanita yang mengangkat telpon Meri di kantor Bram.

"Cuti? Seminggu? Bukannya beliau sedang tugas luar ke singapur?". Tanya Meri kemudian.

"Pak Bram memang ambil cuti seminggu untuk ke singapur. Katanya mau liburan sama keluarganya karna sudah lama cutinya gak diambil. Maaf ini dari mana ya?". Tanya perempuan itu lagi.

"Maaf, kalo Mba Raya di bagian mana ya mba? Bisa saya bicara dengannya sekarang?". Tanya Meri selanjutnya.

"Raya? Siapa ya Mba. Setau saya selama saya bekerja disini, tidak ada karyawati bernama Raya disini".

Meri makin bingung. Khawatir orang kantor suaminya berpikir yang tidak-tidak, Meri segera menutup teleponnya. Ia bingung, dahinya mengerut sambil berpikir apa yang harus Ia lakukan selanjutnya. Jadi, siapa Raya yang selama ini dikatakan suaminya sebagai teman kantor?

Meri bergegas menuju ruangan kerja suaminya. Namun sayang. Pintunya terkunci. Rasanya semakin aneh. Belum pernah Bram mengunci ruangan kerjanya selama ini. Apa yang disembunyikannya? Seribu tanya muncul dalam benaknya.

Ia masuk ke dalam kamarnya. Termenung di ranjang. Tanpa sengaja matanya tertuju pada buku telepon disamping ranjang. Meri membuka-buka buku tersebut dan untung saja Ia menemukan nomor telepon Raya. Segera Ia menghubungi nomor itu.

"Halo, selamat siang. Bisa bicara dengan Mba Raya?".

"Maaf, Ibu sedang tidak di rumah. Beliau ada urusan ke Singapur". Jawab pengurus rumah tangga yang mengangkat telepon Meri.

Perasaan Meri bercampur aduk. Belum tau apa yang sebenarnya terjadi, tapi hatinya sudah terasa hancur lebur. Kemungkinan besar suaminya pergi ke singapur bersama Raya. Keduanya sulit dihubungi.

Akhirnya tanggal kepulangan Bram hari ini. Meri tidak tau jam berapa Bram akan tiba di bandara. Karna selama kepergiannya, mereka tidak berkomunikasi sama sekali. Bram benar-benar tidak bisa dihubungi. Sehingga hari itu Meri menuju bandara pagi-pagi sekali. Biarlah Ia menunggu dengan lama. Yang terpenting baginya semua harus jelas.

Dari kejauhan, tampak Bram muncul perlahan bersamaan dengan keramaian yang tampak. Benar saja dugaan Meri. Bram berjalan beriringan dengan Raya. Hanya berdua saja. Meri terdiam mematung. Entah apa yang akan Ia hadapi. Ia berdoa dalam hati bahwa semua akan baik-baik saja. Bahwa suaminya akan menjelaskan semua persoalan yang ada. Tapi......

"Aku gak nyangka sih kamu nunggu disini. Padahal kamu gak tau aku sampai sini jam berapa. Bisa aja besok kan". Kata Bram dihadapan Meri. Hati Meri masih berguncang hebat. Sulit dikendalikan. Tapi belum lagi Meri mengucap sepatah katapun, Bram melanjutkan bicaranya.

"Sebetulnya aku mau ngomongin ini di rumah. Tapi karna kamu udah terlanjur liat. Aku akan jujur aja disini. Maaf selama ini udah bohongin kamu. Raya yang sekarang ada disamping aku sebenernya bukan teman kantorku. Aku ingin kita pisah. Kita sudahi sampai disini pernikahan kita. Aku ingin bersama Raya. Jadi mulai hari ini aku ga akan pulang ke rumah. Maaf kalau harus seperti ini". Bram bicara seperti itu sambil menggenggam tangan Raya.

Meri terdiam. Terlalu sakit sampai-sampai air mata sulit keluar. Tak sepatah katapun keluar dari mulut Meri. Ia membalik badan kemudian berjalan pulang tanpa bicara apapun bahkan tanpa menoleh ke belakang ke arah dimana suaminya masih berdiri bersama perempuan itu. Sampai di rumah, Meri memandang ke segala arah bagian rumahnya. Memandangi satu persatu setiap barang-barang dalam rumahnya yang memiliki kenangan indah bersama suaminya yang sebentar lagi akan menjadi mantan suaminya. Bahkan Ia belum membicarakan pasal kehamilannya. Ia tak sanggup.

Tak berapa lama Bram muncul. Kemudian Ia masuk dan mengajak Meri bicara. Namun Meri hanya diam membisu. Mendengarkan setiap kata yang Bram ucapkan. Betul-betul terdiam hingga air matapun sulit keluar.

"Tempat tinggal kita ada dua. Sekarang aku membebaskanmu memilih. Kau mau tetap tinggal disini, atau kau pindah ke apartemen?". Tanya Bram pada Meri.

Meri memilih tinggal di apartemen mereka. Karna Ia tak sanggup jika harus tinggal di rumah yang penuh kenangan bersama Bram selama ini. Semuanya kenangan manis. Kecuali hari ini. Jadi Ia putuskan untuk keluar.

Tanpa terasa 2 tahun berlalu. Meri masih tetap hidup berdua saja dengan putrinya Keira. Sebetulnya Ia bermaksud ingin mengenalkan Keira pada Ayahnya. Tapi Meri belum siap bertemu Bram. Entah perasaan apa dihatinya. Masih cintakah atau malah kebencian yang mendalam. Yang jelas Ia belum siap mempertemukan Keira dengan Ayahnya.

Ketika umur Keira 3 tahun, tibalah harinya dimana akhirnya Keira mempertanyakan keberadaan Ayahnya.

"Ma, kenapa Keira gak punya Papa?". Tanyanya sambil menatap wajah Ibunya dengan mata sendu dan wajah mungilnya yang sungguh menggemaskan.

"Keira punya Papa. Besok kita ketemu Papa ya". Jawab Meri sambil mengangkat tubuh mungil Keira. Esoknya dengan perasaan tegang bercampur cemas, Meri mempersiapkan diri dan hatinya untuk bertemu dengan Bram. Ia belum tau apa yang akan Ia ucapkan nanti saat bertemu Bram. Apa yang akan Ia katakan. Dan apakah Ia akan sanggup bertemu Bram dengan keluarga barunya.

Mungkin saja Bram dan Raya telah memiliki anak. Lalu Keira? Apakah Keira tidak diinginkan Bram nantinya. Seribu tanya dan ketakutan hampir saja menyurutkan langkahnya untuk mempertemukan Bram dengan putrinya. Namun saat melihat kegembiraan dan keriangan wajah serta tingkah laku Keira yang sudah tidak sabar ingin bertemu Ayahnya, tekad Meri muncul lagi.

Merekapun bergegas menuju rumah Bram yang adalah tempat tinggal Meri juga sebelumnya. Saat sampai di rumah itu. Meri tak sanggup melangkah ke dalam. Ia berdiri di ambang pintu.

"Bram masih saja ceroboh. Tidak pernah menutup pintu". Batin Meri masih sambil berdiri di ambang pintu. Tiba-tiba terlihat Bram, Raya, seorang anak kecil, dan seorang lagi pria dewasa yang entah siapa dia. Benar saja dugaan Meri. Bahwa mungkin saja Bram sudah memiliki anak. Meri semakin takut. Saat ia berbalik arah sambil menggendong Keira untuk kembali pulang, tiba-tiba saja anak di dalam rumah itu bicara.

"Om Bram harus makan. Katanya Om mau ketemuin aku sama Keira anak Om. Jadi Om harus sehat". Ucap anak itu kepada Bram.

Meri lantas menghentikan langkahnya. Ia kembali ke ambang pintu, namun kali ini sedikit bergeser agar tidak terlihat dari dalam. Ia penasaran. Mengapa anak itu bicara seperti itu. Jika memang Ia bukan anak Bram. Bagaimana mereka tau tentang Keira.

"Abang harus makan kalo mau tetap sehat. Abang ingat kan apa kata Raya. Aku harus berangkat Bang. Abang nurut ya sama Raya". Kata laki-laki itu sambil mengambil tas kerjanya dan akan bergegas keluar. Terlihat raya mencium tangan laki-laki itu kemudian laki-laki itu mencium kening Raya sambil berucap "Kamu pastikan abang makan ya. Jangan lengah. Dia harus bertemu Keira untuk memotivasinya. Tapi masih saja dia enggan menemui mereka".

Saat laki-laki itu berjalan menuju pintu. Mereka berpapasan.

"Mba Meri"

"Rio"

Sama-sama terkejut. Kemudian Raya keluar karna mendengar mereka.

"Apa yang sebenarnya terjadi?". Tanya Meri penasaran. Akhirnya Raya dan laki-laki yang ternyata adalah Rio sepupunya Bram mempersilahkan Meri dan Keira masuk.

"Maaf Mba. Selama ini kami membantu Abang demi kalian. Itu kata Bang Bram. Meskipun aku tak setuju. Kurang lebih empat tahun yang lalu, aku yang sedang dekat dengan Raya tiba-tiba dikejutkan dengan kedatangan Bang Bram ke rumah sakit tempat Raya bekerja. Kebetulan Raya ini adalah seorang dokter yang ditunjuk oleh dokter Bang Bram sebelumnya untuk proses kemoterapi abang waktu itu. Sayangnya abang datang terlambat Mba. Kankernya sudah stadium akhir".

Terkejut bukan main Meri mendengar cerita itu. Ia tak pernah habis pikir. Bagaimana bisa disaat-saat sepenting itu, disaat seharusnya Ia lebih dubutuhkan. Tapi malah justru Bram memilih menjalaninya seorang diri. Rio melanjutkan ceritanya. Sementara Bram sedang terlelap di dalam kamar dan tak menyadari kehadiran Meri dan putrinya di ruang tamu.

"Maafkan saya Mba Meri". Lanjut Raya. Kali ini Raya yang melanjutkan penjelasan tentang kondisi Bram sejak empat tahun lalu hingga hari ini.

"Hari itu, aku bilang sama Rio yang saat itu masih berstatus pacarku Mba, bahwa abangnya mengidap kanker otak stadium akhir. Aku katakan pada Rio bahwa Ia masih bisa di kemoterapi dan mengkonsumsi obat untuk memperpanjang umurnya. Syukur-syukur siapa tau dalam perjalanan pengobatan kita bisa mematikan sel kankernya. Hari itu juga Bang Bram memintaku menghubungi Rio dan meminta kami menyembunyikannya dari Mba Meri. Kata Bang Bram dia pernah bertanya sama Mba Meri. Apa yang paling mba Meri takutkan di dunia ini. Dan jawaban Mba Meri adalah tidak bisa lagi hidup bersama dengan orang yang Mba cintai. Karna itulah Bang Bram ingin sekali Mba Meri membenci dia, agar ketika nanti Bang Bram tidak berumur panjang, Mba Meri tidak merasakan kesedihan".

Seketika itu juga tubuh Meri bergetar, mengingat betapa dulu Ia sangat mencintai suaminya itu. Bahkan mungkin hingga detik ini. Iapun berlari ke dalam rumah mencari sosok mantan suaminya itu.

"Maas...... Mas Bram. Kamu dimana". Teriaknya sambil terisak. Bram keluar dari dalam kamar. Wajahnya sangat pucat, tubuhnya sangaat kurus hingga seperti tersisa tulang saja. Rambutnyapun habis. Tapi mendengar suara Meri, seketika Ia sanggup berjalan. Keduanya berpelukan sangat erat. Melepas rindu yang selama ini terpendam dan tertutup benci di hati Meri.

Bram meminta maaf karna telah membuat Meri sakit hati dengan berpura-pura menjalin hubungan dengan Raya yang ternyata saat itu adalah calon adik iparnya. Meripun meminta maaf karna tidak peka dengan apa yang terjadi pada Bram.

Raya menjelaskan sebagai seorang Dokter. Bahwa Bram masih bertahan hingga detik ini karna ia termotivasi ingin menemui Keira putrinya. Bram tau bahwa waktu itu Meri tengah hamil. Sejak perpisahan mereka, tak satu haripun Bram lewatkan untuk memantau kehidupan Meri dan putrinya dari kejauhan. Bahkan Bram menyewa orang untuk mengintai Meri dan Keira setiap hari di apartemen mereka. Takut-takut terjadi sesuatu pada mereka. itu sebabnya Bram sudah sangat mengenal Keira.

Akhirnya mereka memutuskan untuk rujuk lagi. Meri meyakinkan Bram bahwa Ialah yang paling pantas mengurus Bram disaat-saat seperti ini. Awalnya Bram menolak. Ia ingin Meri menemukan kebahagiaannya sendiri. Tapi Meri meyakinkan, jika selama empat tahun ini saja Bram bisa bertahan, apakah tidak mungkin Bram bertahan lebih lama jika hidup bersama putrinya. Merekapun kembali bersama.

Setahun setelah kebersamaan mereka, akhirnya Bram menghembuskan nafas terakhirnya. Dipangkuan orang yang paling dicintainya. Walaupun terlalu sedih, tapi Meri tetap bersyukur bahwa Bram bisa menghabiskan sisa hidupnya bersamanya dan Keira. Untunglah setahun lalu itu Meri memutuskan mempertemukan Keira dengan Ayahnya. Jika tidak, mungkin Ia sudah menyesal seumur hidupnya.

Pengorbanan Bram demi Meri dan Keira sangat sulit dimengerti oleh orang yang tak merasakan kehidupan sepertinya. Bagaimana bisa disaat-saat seperti itu, Ia justru lebih memilih dibenci istrinya agar disisa hidupnya tidak menyusahkan sang istri. Namun, keluarga yang baik adalah mereka yang bisa saling menutupi kekurangan yang ada pada pasangannya. Bukan yang hanya ingin hidup ketika hanya sedang bahagia.

* S E K I A N *

Konflik Rumah Tangga

Ia menikah diumur yang cukup matang. 25 tahun usianya saat itu. Menikah dengan laki-laki mapan yang sanggup memenuhi semua kebutuhan bahkan keinginannya. Setahun menikah langsung dikaruniai seorang putri. Sungguh beruntung. Paling tidak, itu yang dianggap orang-orang di sekelilingnya. Tinggal di rumah dengan fasilitas yang cukup baik, putri kecil cantik dengan suami tampan yang mapan, nyatanya belum cukup membuatnya bahagia.

Hari-harinya sebagai seorang Ibu rumah tangga membuatnya cukup sibuk setiap harinya. Selain menguras tenaga juga sering menguras pikiran akan suaminya yang lebih sering sibuk dengan pekerjaannya.

Dari pagi hingga petang sibuk mengurus kebutuhan suami dan anaknya. Menyiapkan sarapan, menyiapkan pakaian kerja, memandikan anak, bersih-bersih, mencuci piring dan pakaian, menemani anak bermain, ditambah lagi ketika anaknya bertambah umur dan sudah wajib ke sekolah. Harinyapun semakin sibuk. Mengantar dan menjemput sang anak.

Tidak jarang ketika hari mulai petang. Rasa lelah menghinggapi. Menanti kepulangan suami yang tak pasti jam berapa sampai di rumah. Terkadang saat suami sampai di rumah, keduanya sudah sangat lelah, jangankan waktu mengobrol, menengok putrinyapun tidak sering suaminya lakukan. Karna sudah lelahnya.

Akibatnya, ketika libur tiba, obrolan hanya sampai kepada keluh kesah saja. Jarang ada kegembiraan. Harta melimpah, fasilitas bagus di rumahpun serasa tak berguna. Menanggapi keluhan sang istri yang merasa selalu capek setiap harinya sehingga jarang bisa menyambutnya pulang ditanggapinya dengan biasa saja. Solusi akhir, merekrut asisten rumah tangga menjadi pilihan.

Diawal Ia merasa sangat terbantu. Dengan adanya ART, Ia bisa sedikit terbantu. Tidak lagi harus bersih-bersih rumah, mencuci, menyetrika, menyiram tanaman, dan lainnya.

Dengan uang yang Ia punya dan banyak waktu luang, harusnya Ia sudah cukup bahagia. Bisa pergi jalan-jalan atau bahkan belanja tanpa khawatir rumah berantakan. Tapi ekspektasi orang-orang tidaklah semanis kenyataannya. Setiap habis belanja dan jalan-jalan Ia tetap merasa kesepian di rumah. Anaknya yang beranjak besar, kini sudah memilih berkegiatan sendiri di dalam kamar. Entah membaca, belajar atau bahkan bermain gadget.

Alhasil Ia hanya bisa memandangi tumpukan belanjaannya saja. Saat suami pulang larut. Ia mencoba menyambutnya dengan manis. Membuatkannya makanan, minuman hangat, tak jarang memeluknya. Tapi sayang, pekerjaan di kantor cukup menguras tenaga, pikiran, bahkan emosi. Sehingga suami jarang menggubris sambutan istrinya.

Ia sedih, merasa sendirian disaat orang-orang berpikir hidupnya sangatlah nyaman. Harta melimpah, putri cantik, suami tampan dan mapan. Apalah artinya jika Ia tetap merasa kesepian. Sehingga hari-harinya hanya berisi kekesalan, emosi, sering marah-marah tanpa sebab. Karna kurangnya dukungan, perhatian dan kasih sayang suaminya.

Disuatu ketika, Ia dihadapkan pada kenyataan yang sangat pahit. Suaminya jatuh bangkrut. Perusahaannya tutup dan akhirnya, sang suami lebih sering di rumah. Awalnya semua masih baik-baik saja. Mereka masih bisa hidup dengan sisa tabungan yang mereka punya. Terpaksa ART dipulangkan karna sudah tak sanggup memberi gaji bulanan. Ia berbesar hati kembali mengerjakan seluruh pekerjaan rumah seperti sedia kala. Sibuk setiap hari. Namun kali ini ditemani sang suami yang tengah menganggur.

Suaminya melihat betapa lelah istrinya mengurus segalanya sendiri. Maka Iapun membantu. Mereka hidup dengan tenang, terlebih lagi Ia merasa diperhatikan suaminya belakangan ini. Tentu saja, mungkin karna suami tidak bekerja dan melihat kelelahan istrinya.

Namun makin lama hari-hari semakin sulit. Tabungan menipis. Mereka harus cari cara agar tetap dapat melangsungkan hidup. Lagi-lagi Ia dihadapkan pada keluhan sang istri. "Gimana ini mas? Sudah sebulan kita menunggak air, listrik dan SPP putri".

"Aku juga gak diam aja kan kamu liat sendiri setiap hari aku cari-cari pekerjaan. Tapi belum ada satupun panggilan. Trus menurutmu aku harus gimana?".

Akhirnya tak jarang pertengkaran demi pertengkaran terjadi lagi seperti dulu. Namun dengan masalah yang berbeda. Jika dulu karna waktu dan komunikasi yang jarang terjadi, kini karna masalah ekonomi.

Tari memutuskan berdagang kue-kue kecil di depan rumahnya. Mengandalkan keahliannya memasak, akhirnya sedikit demi sedikit ekonomi mereka terbantu meski tidak bisa semewah dulu. Setidaknya mereka tidak lagi kelaparan seperti selama ini.

Tapi lagi-lagi terjadi ketidak harmonisan dalam rumah tangga mereka. Bagaimana tidak, Tari harus mengurus rumah sendiri, mengurua anak dan suami, tapi Ia juga yang mencari nafkah. Lagi-lagi Ia sering emosi karna lelah. Bima bukan tidak mau membantu Tari berdagang, tapi Ia sama sekali tidak bisa memasak. Ketika waktunya menjajakan dagangan, Ia malah santai di dalam rumah. Sehingga terkesan sama sekali tidak mau membantu istrinya.

"Aku capek kalo begini terus setiap hari. Kamu tuh kaya ga ada gunanya ya dihidup aku. Semua kerjaan aku yang pegang. Kamu cuma anter jemput Putri. Itupun kalo Putri lagi gak ikut bus sekolah. Cari duit enggak, bantu rumah juga enggak. Apa gunanya ada kepala rumah tangga?".

Puncaknya, Tari memutuskan berpisah. Hingga sekarang Ia menjanda. Suaminya telah menikah lagi untuk yang ketiga kalinya. Ya, sudah yang ketiga kali. Setelah berpisah dari Tari, Bima pernah menikah sekali dan gagal lagi, kini Ia menikah lagi. Entah untuk berapa lama.

Sedang Tari tetap pada pemikirannya bahwa menikah hanya menambah pekerjaan mengurus rumah dan orang lain. Sehingga Ia tetap menjanda. Tidak menutup kemungkinan bila saja Tari menikah, mungkin Ia juga akan sama gagalnya dengan Bima mantan suaminya.

Apakah perpisahan mereka dikarenakan orang ketiga? Ternyata tidak sama sekali. Namun sifat tidak pernah puas dan kurang bersyukurlah yang menjadi pemicunya.

*S E K I A N*

Moral of the story.

Ketika memiliki banyak harta, tidak punya banyak waktu.

Ketika punya banyak waktu, kekurangan harta.

Mengapa tidak kamu syukuri apa yang telah kamu miliki?

Andai saja kehidupan berumah tangga bisa saling melengkapi, menghargai dan mengerti, pasti tidaklah akan terjadi perpisahan.

Meski kamu para suami sudah sangat mapan dan merasa sanggup memberikan hartamu bahkan dunia, percayalah keluargamu tidak hanya butuh itu.

Meski kamu para istri merasa lelah dengan semua pekerjaan, bersabarlah, akan tiba masanya lelahmu pasti terbayar.

Semoga kita menjadi pribadi yang dapat melengkapi satu sama lain dengan pasangan kita.

Rabu, 13 Mei 2020

artikel cerpen bencana lumpur lapindo

Tulisan kali ini kami muat atas kiriman pembaca. Kepada Muhammad Irfan Fadhilah kami ucapkan banyak terima kasih atas kiriman ceritanya yang sudah berpartisipasi mengisi BLog Cerpen. Cerita kirimannya berupa cerita nonfiksi. Selamat membaca.

*****

Beni dan Bu guru bincang santai membahas bencana alam lumpur lapindo

“kringgggg........ kringggg..........”suara bel tanda pelajaran telah berakhir telah berbunyi,terdengar dari beberapa kelas para siswa mulai mempersiapkan diri untuk berdoa lalu pulang,saat Beni sedang berjalan menuju keluar ruangan dia tampak berjalan sambil melamun lalu duduk di kursi depan kelas entah apa yang ada dipikirannya.

“Beni kamu kenapa kok dari tadi ibu lihat kamu melamun aja ada apa nak apa yang bisa ibu bantu?”tanya bu guru kepada beni.

“begini bu tadi malam saya melihat tayangan di tv yaitu tentang berita bencana lumpur panas lapindo di sidoarjo jawa timur tapi saya cuman menyimak sebentar saja soalnya waktu saya melihat berita itu ditv beritanya sudah sampai bagian akhir jadi saya nggak terlalu paham penjelasan yang disampaikan oleh pembawa beritanya bu”ucap beni.

“Oh,iya ben ibu paham yang kamu tanyakan,begini beni bencana lumpur lapindo itu awalnya mulai ramai dibicarakan dimedia massa di tahun 2007,ibu dulu waktu masih sekolah pendidikan guru pernah membaca buku tentang bencana lumpur lapindo yang kamu lihat  di tv itu beni,isinya tentang awal mula kejadian bencana lumpur itu terjadi sampai berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk bisa menanggulangi bencana lumpur itu supaya tidak menimbulkan adanya korban jiwa sama kerugian materil”balas bu guru kepada beni

“Bu,bukunya masih ada apa tidak bu sekarang,kalau masih ada beni mau pinjam besok beni kembalikan kepada bu guru?”tanya beni kepada bu guru

“maaf ya ben,masalahnya bukunya itu cuman pinjam di perpustakaan sekolah ibu dulu,ibu nggak beli beni itu cuman buku biar ibu nggak bosan kalau ibu sendirian nggak ada teman bicara”,ucap bu guru kepada beni

“Oh,gitu bu baiklah tapi ibu masih ingat topik yang dibahas oleh buku itu apa saja bu?”tanya beni kepada bu guru.

“masih,tapi ibu sedikit lupa awal topiknya tetapi ibu bisa menceritakan awal kejadian bencana lumpur itu”balas bu guru kepada beni

“Bagaimana awal kejadiannya bu tolong ceritakan bu?”rayu beni kepada bu guru

“Baiklah beni begini penjelasannya,jadi bencana lumpur lapindo itu mulai terjadi pada tahun 2006 tapi ditahun itu kemunculannya masih skala kecil, kemudian tepatnya tahun 2007 semburan lumpur panas mulai membesar sampai membuat warga porong sidoharjo masyarakat tempat proyek pengeboran minyak bumi harus mengungsi sementara dari rumahnya yang terkena banjir lumpur panas,selain dari pihak masyarakat sendiri bencana lumpur juga menyebar sampai ke jalan raya dan juga ke jalan tol yang menjadi penghubung surabaya-sidoharjo,karena dampak dari semburan lumpur itu mulai mengkhawatirkan pihak dari pt lapindo berantas yang melakukan pengeboran di kawasan sidoharjo mulai melakukan tindakan yakni membuat tanggul penahan lumpur supaya tidak menyebar”.

“Lalu kalau dari pemerintah sendiri apa ada tindakan terhadap terjadinya bencana ini bu?”tanya beni kepada bu guru.

“Ada beni tindakan pemerintah sendiri waktu itu pada awalnya ikut membantu menyediakan lahan pengungsian buat warga yang terkena dampak semburan lumpur panas yakni dipasar dekat permukiman warga yang letaknya tidak terlalu jauh”balas bu guru.

“lalu menurut ibu apa yang salah dari proyek pengeboran minyak bumi yang dilakukan oleh pihak lapindo berantas?”tanya beni

“kalau dari penjelasan yang ibu baca pihak lapindo berantas sendiri tidak memperhitungkan secara tepat kedalaman yang aman untuk penggalian minyak bumi di daerah porong sidoharjo sendiri karena pengeborannya dan cara pengeborannya sendiri juga sangat berdampak penting karena yang seharusnya posisi penggaliannya itu posisinya miring ke bawah tapi oleh pihak lapindo sendiri dilakuakn dengan cara lurung kebawah itulah yang membuat tanah yang digali mengalami keruntuhan dan tanah yang runtuh itu bercampur dengan air panas dan membuat campuran tanah dan air yang bercampur tanah menjadi lumpur panas yang naik kepermukaan tanah”ucap bu guru.

Oh,karena itu ya bu lumpur panas dari perut bumi itu bisa naik ke permukaan beni baru tahu penyebab dari bencana lumpur panas lapindo itu bu”,tapi dari pihak pemerintah sendiri waktu itu sudah meminta kepada lapindo berantas untuk memberikan ganti rugi kepada warga yang terkena bencana semburan lumpur itu bu?”.tanya beni kembali kepada bu guru

“Tentu saja beni pihak pemerintah sudah meminta kepada pihak lapindo berantas supaya memberikan ganti rugi kepada masyarakat agar segera diberikan dengan cara pemerintah membuat tim yang bekerja sama dengan pihak lapindo dan mencegah masyarakat yang terkena dampak bencana lumpur panas itu nasibnya menjadi jelas”balas bu guru kepada beni

“Bu guru beni mau tanya apa pelajaran yang dapat kita ambil dari kejadian lumpur panas lapindo yang terjadi di sidoharjo”,” soalnya kalau beni pikir kasian juga masyarakat sekitar kejadian semburan lumpur panas yang tidak tahu penyebab sebenarnya dari bencana semburan lumpur panas itu malah menjadi korban dari ketidak adilan pihak lapindo berantas?”tanya beni kepada bu guru

“Begini ben,pelajaran yang bisa kita ambil dari kejadian lumpur panas lapindo ini kita harus lebih teliti dan hati-hati dalam mengambil suatu tindakan apalagi jika tindakan yang akan kita lakukan itu bisa mengakibatkan dampak buruk bagi orang lain”,”dan juga kita juga harus bisa memperdulikan dampak yang kita buat jika kita sudah terlanjur membuat suatu kesalahan dan mengakibatkan kerugian materi dan merebut kebebasan hak hidup orang lain”.pesan bu guru kepada beni

“Iya bu itu juga beni setuju”,”soalnya jika beni pikir bencana lumpur panas lapindo ini sudah membuat banyak dampak buruk dari pada dampak baik karena kecerobohan lapindo berantas yang sembarangan dalam melakukan proyek penggalian di kawasan porong sidoharjo yang juga belum ada solusi yang tepat untuk menghentikan semburan lumpur panas”.balas beni kepada bu guru

“baiklah beni karena hari sudah menjelang siang ayo kita pulang lagi pula kamu juga kan belum makan siang kan jadi ayo sekarang kamu pulang”,”oh iya bu beni lupa udah siang beni juga lapar kalau begitu beni pamit pulang dulu bu”.ucap bu guru pada beni

Setelah perbincangan singkat itu beni dan bu guru pun pergi dari sekolah untuk pulang ke rumah.

* S E L E S A I *

Siapa ???

 Hari itu hujan diluar sangat lebat. Aku dan Sarah bertemu janji disebuah coffee shop pinggir jalan dekat dari rumahnya. Ia datang lebih awal dari yang kuduga. Aku sudah bersiap menunggunya dengan secangkir kopi hangat. Dengan wajah bahagia dan tersenyum, kurogoh saku kemejaku dan mengambil kotak kecil berbentuk hati. Aku sangat mencintai gadis yang ada dihadapanku ini. Sampai aku yakin diapun demikian. Sudah lama kami bersama. Jadi kurasa cukup untuk kami saling mengenal satu sama lain. Dihari hujan, dimalam yang sangat dingin, seharusnya aku menyadari bahwa cuaca hari itu adalah pertanda bahwa saat itu bukanlah waktu yang tepat bagiku melamar Sarah.

Aku membuka kotak itu dihadapannya sambil berkata "Apa kamu bersedia menjadi istriku?" Tanyaku padanya dengan wajah merona merah menahan sedikit canggung dan malu karna hanya bisa melamarnya dengan cara yang sederhana seperti ini.

Wajahnya sama sekali tidak terkejut. Akupun menyadari bahwa beberapa hari ini sepertinya Ia mungkin tau bahwa dalam waktu dekat aku akan melamarnya. Tapi entah kenapa selama beberapa hari itu wajahnya datar seperti tanpa rasa. Aku merasa Ia akan menjauh. Tapi kenapa aku malah nekat melamarnya sekarang. Ini gila, tapi sudah kulakukan.

"Maafkan aku Ben, aku sama sekali tidak menyangka bahwa akan secepat ini. Walaupun kamu tau bahwa aku menyadari niatmu belakangan ini. Tapi rasanya aku sama sekali tak sanggup mengatakannya padamu sebelum ini. tapi karna kau sudah terlanjur bicara. Maka aku tak bisa mundur lagi untuk memberitahumu perasaanku yang belakangan ini telah berubah."

Bagai halilintar menyambar jiwaku yang penuh berisi dirinya dan tiba-tiba kosong.

"Apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Apa yang salah? 13 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk kita berjalan bersama selama ini. Kenapa baru sekarang?" Tanyaku padanya dengan wajah terkejut luar biasa. Aku tau mungkin Sarah belum siap menjadi seorang istri. Tapi aku tak sangka bahkan Ia ingin mengakhiri hubungan kami. Kupikir Ia hanya akan menolak menikah denganku. Tapi pada akhirnya hal yang lebih menyakitkan dan yang selalu aku takutkan terjadi juga.

"Maaf Ben, aku sudah tidak mencintaimu lagi. Aku sudah tidak merasakan hal yang sama padamu belakangan ini. Maafkan aku Ben. Aku sungguh minta maaf dan memohon pengertianmu."

"Apa katamu? Pengertianku? Apa yang bisa kumengerti dari semua ini Sarah? Katakan padaku, apa kau mencintai orang lain?" Tanyaku penuh emosi. Wajahnya sedikit terkejut. Sepertinya Ia kaget dan tak menyangka kalau aku akan menanyakan hal ini.

"Tolonglah Ben. Tolong mengerti. Kita sudah terlalu lama. Aku sudah tidak bisa lagi. Maafkan aku jika harus seperti ini."

Hanya itu yang Ia katakan. Tapi entah kenapa, aku merasa ada laki-laki lain diantara kami. Tapi disisi lain, aku masih merasa dia masih mencintaiku. Apakah keputusanku melamarnya sekarang-sekarang ini adalah  hal yang seharusnya tidak kulakukan.

"Sudah berapa lama? Sudah berapa lama kamu punya hubungan dengan yang lain?" Aku kembali bertanya. Aku betul-betul tidak dapat menahan emosi. Bahkan aku yakin, seluruh pengunjung cafe mendengar teriakanku pada Sarah.

"Aku mohon Ben. Jangan buat keributan disini. Maaf, sebaiknya kita sudahi saja. Tolong kamu mengerti ya. Aku ingin kamu menerima keputusanku berpisah darimu. Sudah kukatakan aku tidak mencintaimu lagi. Tidak bisakah kau mengerti Ben? Tidak bisakah kau menerimanya dengan rasa hormat?"

"Sarah, aku sudah tidak punya lagi kehormatan dan harga diri dihadapanmu jauh sejak aku memutuskan mencintaimu dan menjalin hubungan ini. Sudah kubuang jauh-jauh harga diriku demi kau. Jadi jangan ajari aku tentang bagaimana menahan harga diri yang bahkan sudah tidak ada lagi Sarah. Kau ingin aku menerima keputusanmu begitu saja? Baik, setelah kau jawab semua pertanyaanku."

Aku sangaaat menahan emosiku ketika itu. Tapi rasanya aku sangat marah. Kenapa baru sekarang. Kenapa baru saat ini ketika aku akan melamarnya. Padahal aku yakin tidak ada pasangan yang saling mencintai seperti aku dengannya. Seyakin itu aku padanya.

"Ben, aku mohon. Jangan begini. Maaf, aku harus pergi. Dia menungguku sekarang. Aku mohon jangan temui aku lagi. Jangan menggangguku dengan masalah apapun. Anggaplah kita tak saling mengenal. Aku pergi. Permisi."

Diapun meninggalkanku begitu saja dengan puncak amarahku. Aku merasa sakit sekali. Aku tidak tau apakah aku masih sangat mencintainya atau rasa ini telah berubah menjadi benci yang teramat sangat. Siapa dia yang sedang menunggunya?

Ingin rasanya aku teriak. Tapi aku laki-laki. Benar katanya. Aku harus punya harga diri. Akhirnya dengan wajah masih penuh emosi. Aku memutuskan untuk pulang. Diluar masih hujan. Aku memandang Sarah yang berpayung merah jambu dari depan cafe. Aku berjalan dalam hujan. Tanpa sadar, aku mengikutinya. Mungkin dalam hati yang paling dalam, aku sangat ingin tau siapa laki-laki brengsek yang merebut kekasih hatiku itu.

Aku berjalan dalam hujan. Aku melihatnya tak berbelok ke arah rumahnya. Rupanya mungkin Ia bertemu janji dengan kekasih lainnya ditempat lain, tidak dirumah. Aku menyebutnya kekasih lain dan bukan kekasih baru karna aku yakin hubungannya dengan laki-laki itu mungkin sudah lama.

Tapi baru saja setengah jalan, hatiku berkata aku harus berhenti. Tidak seharusnya kulakukan ini. Biarlah dia dengan hidupnya jika itu yang Ia inginkan. Lagi pula, aku tidak yakin akan dapat menahan rasa kesal dan amarah jika melihat laki-laki itu. Aku pasti akan menghajarnya dan malah mempermalukan diriku sendiri. Sebaiknya aku pulang.

Aku kesal, marah, dan sangat emosi malam itu. Dalam perjalanan pulang, kusempatkan membeli minuman. Aku yang memang tinggal seorang diri dirumah karna keluargaku tinggal jauh di kota lain, menjadi sangat terpuruk ketika itu. Sampai dirumah, aku tak langsung mengganti pakaianku yang basah terguyur hujan. Aku duduk sambil menenggak minuman yang kubeli. Entah semabuk apa aku semalam.

Tiba-tiba saja hari sudah pagi dan kudengar ketukan dipintu depan. Sambil mengucek mata, kulihat jam dinding 06:45. Masih sangat pagi untuk orang bertamu. Siapa pagi-pagi begini. Kubuka pintu dengan wajah bangun tidur yang sangat berantakan.

"Yaa, siapa?"

Dua orang laki-laki berpakaian rapih berdiri dibalik pintu.

"Apakah anda Beni Adam? Kami dari kepolisian." Tanya salah satunya.

"Ya benar. Saya Ben."

"Apa benar semalam anda bersama Sarah Eden?"

"Betul. Semalam saya bersamanya. Apa yang terjadi dengannya?"

"Apa yang membuatmu berpikiran sesuatu terjadi padanya? Kami hanya bertanya apa anda bersamanya semalam tadi?"

"Yah, kupikir, apapun yang terjadi padanya. Mungkin itu semua salahku. Kami sedikit bertengkar karna hubungan yang terlalu serius. Apa dia tidak kembali ke rumah?"

"Sepertinya kau tau banyak atau mungkin kau terlibat. Sebaiknya anda ikut kami untuk dimintai keterangan." Kata salah seorang dari kedua polisi yang berdiri diambang pintu rumahku.

Aku bingung. Ada apa sebenarnya. Apakah Sarah benar-benar tidak pulang dan orangtuanya mencarinya. Akupun mengikuti kedua polisi itu. Demi mencari tau yang terjadi.

Saat dikantor polisi.

"Apa yang kau lakukan dengan Sarah semalam?" Tanya polisi itu sambil menyeruput kopi dihadapannya sementara aku masih bingung. Kenapa aku harus berada disini.

"Aku berbincang dengannya di Coffee Shop, lalu kami sedikit berbeda pendapat, kemudian Ia pergi ditengah hujan dengan payungnya meninggalkanku yang sedikit marah. Tak lama akupun pulang. Ada apa ini sebenarnya Pak?" Aku balik bertanya dengan rasa penasaran.

"Atau setelah pertengkaran kalian di cafe itu, kau mengikutinya? Jawab saja dengan jujur." Kata polisi yang ada dihadapanku.

"Ya, ya memang aku mengikutinya sebentar. Tapi tak lama aku memutuskan untuk pulang sebelum tau kemana tujuan Sarah."

"Benarkah? Sarah ditemukan tewas disemak pepohonan ditaman kota pagi tadi. Sekitar jam 04:30, tuna wisma yang selalu memulung ditaman setiap pagi yang menemukannya dan langsung menghubungi kami."

"APA. Sarah tewas? Apa anda tidak salah orang? Bisa saja itu bukan Sarah. Mana mungkin....."

"Mana mungkin apa? Mana mungkin Sarah tewas? Apa kau ingin mengatakan bahwa kau tidak bermaksud membunuhnya dan hanya ingin sedikit menyakitinya lalu meninggalkannya kemudian Ia tewas tanpa sepengetahuanmu begitu?"

"Apa maksudnya Pak. Anda menuduh saya membunuh Sarah? Gila. Ini gila. Saya mencintainya Pak. Saya sangat menyayanginya. Tidak mungkin......"

"Tapi semua orang di cafe menyaksikan pertengakaran kalian. Bahkan beberapa diantara mereka ada yang melihatmu membuntuti Sarah malam itu."

"Iya Pak, seperti yang barusan saya katakan. Saya hanya mengikutinya sebentar. Setelah itu saya berpikir jernih untuk pulang dan tidak ingin lagi peduli padanya."

"Jadi kamu mau mengakui kalau setelah pertengkaran itu kau tidak lagi mencintainya begitu? Apa kau mau bilang bahwa saat itu kau marah dan berpikir ingin menyakitinya karna emosimu yang begitu memuncak?"

"Ya, saya memang sangat marah, kecewa dengan ucapannya. Tapi tidak mungkin sampai ingin membunuh."

"Tapi saat kami bertamu ke rumahmu tadi pagi. Kamu sempat berkata bahwa apapun yang terjadi pada Sarah karna kesalahanmu. Bukankah itu bagian dari pengakuanmu?"

"Saya hanya merasa bersalah karna berteriak padanya, memakinya dihadapan orang banyak di cafe itu. Saya hanya merasa bahwa saya mempermalukannya saat itu. Mungkin Ia marah lalu tidak ingin pulang. Atau mungkin Ia........"

Aku terdiam sejenak. Aku berpikir. Apa yang ingin kukatakan. Apakah mungkin Ia bertemu dengan kekasih lainnya? Tapi kenapa tiba-tiba aku merasa Ia berbohong. Kenapa tiba-tiba saat ini, sekarang, ditempat ini, aku merasa Sarah sebetulnya masih mencintaiku dan berbohong tentang laki-laki lain. Perasaan apa ini.

Akhirnya pagi itu aku ditahan dan berstatus sebagai tersangka pembunuh Sarah. Kejadian luar biasa yang bahkan aku tak tau perasaan apa ini. Sakit hatiku ditinggal Sarah dengan laki-laki lain, tapi lebih sakit mengetahui Sarah sudah tidak ada lagi di dunia ini. Sarah sudah meninggal. Ingin sekali aku melihat wajahnya untuk terakhir kali. Tapi aku bahkan dituduh sebagai pembunuhnya. Itu lebih membuatku gila daripada aku kehilangan Sarah.

Sore harinya tiba-tiba aku dikeluarkan. "Anda bebas sementara dengan jaminan Bapak Louis pengacara anda."

"Louis?"

"Ya. Kau bebas sementara ini. Sampai investigasi dilakukan." Jawab Louis kemudian. Louis adalah sahabat baikku dari kecil yang sekarang adalah pengacara hebat. Ia sukses diumur yang masih muda.

"Makasih Lou, kau sudah percaya bahwa aku bukan pembunuh Sarah dan berhasil meyakinkan polisi untuk mengeluarkanku."

"Tidak Ben. Aku belum sepenuhnya yakin kau bersih. Kau adalah orang yang terakhir kali bersama Sarah. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku hanya bisa membela orang yang benar-benar tidak bersalah Ben. Terlebih lagi ini kasus pembunuhan. Bukan hal yang ringan dan bisa dilupakan begitu saja."

"Lou, bagaimana mungkin aku membunuh Sarah. Kau tau betul bagaimana cintanya aku pada Sarah."

"Bisa saja kau terlalu emosi. Saat dia menangis kau lalu membenturkannya pada batu ditaman itu."

"Bagaimana kau bisa tau kalau aku dan Sarah bertengkar. Aku bahkan tidak tau Ia menangis."

Louis tiba-tiba terlihat canggung dan gugup ketika aku bertanya tentang bagaimana Ia mengetahui semua kejadian semalam itu.

Dengan gugup Ia menjawab "Polisi sudah menceritakan semua padaku. Sudahlah, kita pulang. Kau harus istirahat."

Aku berpikir seharian. Apakah aku harus ke rumah Sarah. Bagaimana orangtuanya jika dihadapkan denganku. Louis bilang mereka sudah tau kalau aku menjadi tersangka pembunuh putri mereka dan mereka juga tau kalau orang yang terakhir bertemu Sarah adalah aku. Mungkinkah aku ke sana. Tidak, mereka pasti akan langsung mencaciku. Tapi apa aku sepengecut ini?

Akhirnya, aku memberanikan diri ke rumah Sarah. Aku tetap harus menunjukkan bahwa aku tidak bersalah.

"Apa yang kamu lakukan disini? Dasar brengsek." Hardik Ayah Sarah saat melihatku diambang pintu rumah mereka.

"Ayah, dia sudah dibebaskan. Artinya dia belum tentu bersalah." Sahut Ibunya Sarah membelaku.

"Benar Tante, Om. Saya tidak membunuh Sarah. Saya memang yang terakhir bertemu dengannya. Tapi saya tidak tau apa-apa lagi setelah Sarah berbelok ke taman itu. Seharusnya saya tetap mengikutinya. Itulah kesalahan saya satu-satunya. Seharusnya saya terus mengikutinya sampai Ia bertemu dengan laki-laki itu." Jawabku kemudian demi meyakinkan kedua orangtua Sarah.

"Laki-laki itu? Siapa yang kamu maksud?" Tanya Ibunya Sarah dengan wajah penuh rasa penasaran. Aku menjelaskannya.

"Malam itu aku melamar Sarah Tante. Tapi tak kusangka, Dia menolakku. Kau tau betapa kami saling mencintai."

"Tidak mungkin. Tante tau betul bagaimana cintanya Ia padamu Ben. Tidak mungkin Ia menolak lamaranmu."

"Tapi itu yang terjadi Tante. Sungguh. Saya tidak berbohong. Sarah hanya bilang bahwa Ia tidak mencintai saya lagi. Waktu itu perasaan saya sangat kacau hingga tidak dapat mencerna apa yang Sarah katakan. Kalau tidak salah, Sarah berkata dia sedang menunggunya. Entah dia siapa yang Sarah maksud. Saya hanya berpikir, dia adalah laki-laki yang membuat Sarah jatuh cinta dan meninggalkan saya."

Saat itu Ayah Sarah tetap pada pendiriannya bahwa aku masihlah tersangka satu-satunya. Namun Ibunya Sarah lebih berpikir jernih. Ibu Sarah memang hanya Ibu tirinya. Namun sepengetahuanku. Sarah sangat bahagia saat Ayahnya menikahi Ibu tirinya ini. Kemudian aku juga tau bagaimana baiknya Ibu Sarah padanya. Dia bukan sosok Ibu Tiri kejam seperti yang sering diceritakan orang-orang atau dalam film-film.

Ia betul-betul Ibu tiri yang sangat menyayangi Sarah. Dan menurutku, memang sangat mudah mencintai sesosok Sarah. Gadis yang teramat cantik, cerdas dan baik. Membuat semua orang menyayanginya. Hingga rasanya aku tak habis pikir ada orang yang sanggup menghabisi nyawa Sarah. Bagaimana mungkin.

Dengan sedikit rayuan Ibu Sarah, akhirnya Ayah Sarah menerimaku masuk ke rumahnya. Aku bahkan diijinkan masuk ke kamar Sarah. Siapa tau ada barang milik Sarah yang bisa kujadikan kenangan dikamarnya. Begitu kata Ibu Sarah.

Didalam kamar Sarah. Air mataku berlinang. Tak percaya bahwa kekasih hatiku yang teramat cantik sudah tak ada lagi di dunia ini. Ia bahkan sudah tidak bisa lagi menyakitiku dengan kalimatnya yang terkadang egois namun lucu. Aku merindukannya.

Aku memegang fotonya diatas meja. Ia bahkan masih memajang foto kami berdua. Tiba-tiba aku terpikir. Bagaimana mungkin dia punya kekasih lain tapi masih memajang foto kami berdua dan bahkan tidak ada satupun tanda-tanda adanya laki-laki lain dihati Sarah yang tertinggal dikamar ini. Baik foto atau benda yang mungkin aku tau.

Aku terus menelusuri tiap sudut kamar Sarah. Tiba-tiba aku menemukan sekotak benda yang ternyata isinya foto-foto dan barang peninggalan Sarah. Didalamnya penuh dengan Aku, Sarah, dan......

Dan Louis? Ada louis. Ada foto kami bertiga dan kalung rantai milik Louis. Kenapa kalung Louis ada pada Sarah?

Kubongkar semua isinya. Ada buku harian. Aku membukanya. Satu demi satu kubaca. Semuanya tentang kami. Saat kami berlibur, saat kami bertengkar, bahkan saat kami merayakan hari jadi kami. Tapi dibagian akhir ada tentang Louis....

20 Desember 2018

Aku tak menyangka, Louis menyatakan perasaannya padaku. Sambil memberiku kalung berbentuk hati. Ia katakan bahwa Ia lebih mencintaiku daripada Ben. Ia bahkan berani menikahiku sekarang juga. Daripada aku harus menanti kepastian dari Ben yang entah kapan dia akan sukses seperti katanya. Pekerjaan saja masih tidak jelas. Louis meyakinkanku bahwa aku akan lebih bahagia dengannya ketimbang dengan Ben, Louis tidak tau...........

Tulisan itu terpotong dibagian itu. Karna halaman berikutnya habis, robek, atau menghilang. Entahlah. Aku terkejut. Marah bukan main. Louis sahabatku. Louis yang selalu menolongku disaat aku sedang sulit. Louis yang bahkan sangat mendukungku melamar Sarah malam itu.

Tanpa berpikir panjang dan jernih. Aku segera bergegas keluar dari kamar Sarah dan pamit pulang. Kubawa kalung rantai milik Louis. Aku terus saja berlari ke arah rumah Louis.

"Jawab pertanyaanku Lou. Ini kalungmu kan? Bagaimana kalungmu bisa ada pada Sarah? Apa kau laki-laki yang Sarah....?" Aku tak sanggup meneruskannya.

"Maaf Ben, aku bersumpah. Aku tak bermaksud menyakitinya malam itu."

"Apa, jadi kau yang......" Spontan aku menghajarnya. Bertubi-tubi tanpa ampun. Rupanya Ialah pembunuh Sarah yang sebenarnya.

Dengan wajah dan tubuh yang babak belur, Louis tetap berusaha bangkit dan bicara.

"Ben, aku hanya merayunya saja malam itu, kupikir Ia yang sedang menangis dapat luluh hatinya dipelukanku. Kupikir dia sudah jatuh cinta padaku karna dia bilang telah memutuskan hubungannya dengamu. Tak kusangka saat aku akan menciumnya, Ia malah menolak dan bilang bukan saatnya. Tapi sungguh Ben aku tidak bermaksud menyakitinya. Aku bahkan mengingatmu yang sangat mencintai Sarah. Saat itu aku hanya..........."

Belum sempat Ia meneruskan bicaranya. Langsung kuhajar lagi dia habis-habisan. Bahkan tanpa sadar. Aku membenturkan kepalanya berkali-kali pada meja kayu yang kurasa dia takkan selamat. Setelah puas dan melihat Louis tergeletak dilantai, akupun pergi meninggalkannya begitu saja.

"AAAAAARRRRRGGGHHHH............................" Aku berteriak sangat keras.Hancur rasanya. Ya Tuhaaan. Kekasihku mencintai sahabatku yang sanggup membunuhnya. Cobaan macam ini? Bagaimana mungkin mereka bisa saling jatuh cinta? Sejak kapan? Tapi kenapa Louis sampai tega membunuh Sarah hanya karna Sarah belum mau disentuh olehnya.

"Dasar bajingan kau Looouuuu......"

Tiba-tiba ada pesan masuk ke ponselku. Pengingat perayaan anniversary yang dibuat Sarah setiap tahunnya. Ya, hari ini adalah hari jadi kami. Tapi aku sedikit terkejut dengan isi pesan pengingat Sarah. "Happy anniversary Ben. Jika kau buka pesan ini. Artinya kau harus menemukan hadiahmu ditempat pertama kali kita bertemu."

"Apa ini? Jika Sarah memang ingin berpisah dariku demi Louis. Mengapa Ia masih membuat pesan pengingat ini? Dan masih menyiapkan hadiah anniversary kami."

Aku bergegas ke taman kota. Tempat dimana pertama kali kami bertemu. Tapi nihil. Aku tak menemukan satupun petunjuk dimana hadiah yang disiapkan Sarah. Aku terus berpikir kemungkinan-kemungkinan yang mungkin dilakukan Sarah jika Ia masih hidup. Kira-kira, apa yang akan dilakukannya. Tiba-tiba pandanganku terjurus pada satu pohon besar disusut taman. Ya, aku dan Sarah pernah menemukan secelah lubang yang cukup dalam dipohon itu. Mungkinkah?

Benar saja. Ada sekotak benda yang setelah kubuka isinya penuh dengan kenangan kami. Berbeda dengan kotak yang ada dikamarnya. Kotak ini hanya berisi kenangan kami yang bahagia saja. Kemudian ada sepucuk surat yang akhirnya menjadi jawaban terakhir dari rasa penasaranku tentang perasaannya terhadapku maupun Louis.

Dear Ben,

ketika kamu membaca surat ini. artinya aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Maafkan aku yang terlalu mencintaimu sehingga aku harus memilih untuk pergi meninggalkanmu dengan cara yang menyakitkan. Maaf Ben, aku tau kau akan melamarku. Aku bingung bagaimana caranya menyampaikan hal yang sebenarnya padamu.

Aku sakit Ben. Kanker yang merenggut nyawa Ibuku, ternyata hinggap juga pada diriku. Mungkin ini penyakit menurun. Aku yakin, jika kuberitahukan perihal penyakitku ini. Kau mungkin malah akan lebih ingin menikahiku dari sebelumnya dan terjebak bersamaku dimana kau harus merawatku disisa umurku. Itu tidak baik Ben.

Aku sudah melihat bagaimana Ibuku berjuang melawan penyakitnya. Aku merasa tak sehebat beliau. Mungkin umurku tak sepanjang beliau Ben. Aku juga melihat bagaimana perjuangan Ayah mendampingi Ibu dan bagaimana hancurnya ketika Ia kehilangan Ibu. Aku tidak ingin apa yang menimpa Ayah, terjadi juga padamu. Sehingga bagaimanapun sakitnya hati ini. Aku harus membuatmu membenciku dan menjauhiku.

Selamat tinggal Ben, berbahagialah dengan hidupmu dan cintamu yang baru.

Oh ya, katakan pada Louis aku juga menyayanginya sebagai sahabat kita. Sahabatmu dan aku.

Terima kasih atas segala kebaikan yang pernah Ia lakukan padaku. Semoga persahabatan kalian abadi selamanya.

Yang sangat mencintaimu.

Sarah

Diwaktu yang bersamaan, akhirnya aku mengetahui bahwa setelah dilakukan investigasi mendalam. Ternyata Sarah meninggal karna kecelakaan. Ia terjatuh dari atas jembatan yang ada diatas taman ini, kemudian berguling hingga kepalanya membentur batu yang ada disemak pepohonan itu. Begitulah Sarah meninggal.

Malam itu, Louis melihat Sarah berjalan dalam hujan dengan payungnya sambil menangis. Diatas jembatan itu Louis menghampiri Sarah. Sarah menceritakan semuanya. Bahwa Ia sedang sakit dan terpaksa meninggalkanku demi diriku sendiri. Louis mencoba menenangkannya dengan memeluknya. Louis yang terbawa suasana, tiba-tiba perlahan ingin mencium Sarah. Namun saat itu Sarah marah dan berteriak padanya.

"LEPAS, Tolong Lou jangan cari kesempatan. Aku memang berkata menyayangimu. Tapi tidak lebih. Aku bahkan masih mencintai Ben. Kau hanya sahabatku. Jadi jangan pernah mencoba menyentuhku." Teriak Sarah saat itu.

Louis sedikit kecewa dan membentak Sarah saat itu. Itulah saat Louis merasa Ia menyakiti Sarah. Setelah Ia marah pada Sarah, Ia lalu meninggalkan Sarah yang masih menangis dijembatan itu. Dirumah, Louis merasa sangat bersalah telah menyakiti perasaan Sarah dengan kalimatnya dijembatan itu. Sehingga Ia ingin pergi menemui Sarah pagi itu. Tapi sayangnya, Ia malah mendapat berita bahwa aku dipenjara karna membunuh Sarah.

Saat itu Louis sangat bingung. Bagaimana bisa aku yang sangat mencintai Sarah membunuhnya. Demi mencari tau kebenaran, Ia mengeluarkanku dari penjara dengan jaminannya. Tapi Ia malah mendapati kenyataan bahwa justru satu-satunya orang yang terakhir bertemu dengan Sarah adalah dirinya. Karna jelas-jelas aku tidak jadi mengikuti Sarah malam itu. Sehingga Louis menjadi lebih bingung. Siapa pembunuh Sarah sebenarnya.

Itu semua kenyataan yang Louis katakan pada polisi sesaat sebelum Ia meninggal di Rumah Sakit. Pengurus rumah tangganyalah yang menemukan Louis bersimbah darah hari itu dan melarikannya ke Rumah Sakit. Louis dinyatakan meninggal beberapa jam kemudian karna banyaknya pukulan dan benturan yang Ia terima.

Bahkan polisi menggali lebih dalam lagi tentang kematian Sarah setelah mendengar cerita Louis. Pada akhirnya mereka malah menemukan  kenyataan bahwa tewasnya Sarah murni karna terjatuh dari jembatan yang ternyata pagarnya sudah rapuh.

Akupun berakhir dipenjara karna telah membunuh sahabatku. Dua orang yang kucintai kini telah pergi selama-lamanya. Hidupkupun berantakan karna emosi yang tak dapat dikendalikan. Bodohnya.

* SEKIAN *

Oleh,

Upay

*Note: Kisah ini sedikit terinspirasi dari Film berjudul "HORN". Walau dengan alur dan ending yang sangat berbeda.

Selasa, 12 Mei 2020

Kisah Nyata perjalanan menemukan hidayah Chica Koeswoyo

Kisah nyata Chicha Koeswoyo.

Kisah ini sengaja kami publish di Blog Cerpen karna ceritanya menginspirasi dan semoga bermanfaat untuk para pembaca. Cerita ini diadaptasi dari akun Facebok Zula Zulaikha Afandi. Selamat membaca.

*********

MAMAKU PEREMPUAN LUAR BIASA #1

Namaku Chicha. Aku lahir dari orangtua yang berbeda agama. Papaku, Nomo Koeswoyo, beragama islam dan masih keturunan Sunan Drajat, salah seorang Wali Songo. Seorang wali yang sangat terkenal sebagai penyebar agama Islam di wilayah Jawa Timur.

Mamaku seorang perempuan Kristen yang taat. Beliau masih berdarah Belanda. Dan banyak saudara-saudara dari pihak Mama yang menjadi pendeta. Walaupun berbeda agama, Papa dan Mama tidak pernah mempunyai masalah. Keduanya hidup berbahagia dan saling menghargai kepercayaan masing-masing.

Sejak kecil aku dididik secara Kristen. Seperti anak-anak Kristen lainnya, aku diikutsertakan di sekolah Minggu. Setiap kali pergi untuk melaksanakan kebaktian, Papaku sering mengantarkan kami ke gereja. Intinya, kami adalah keluarga yang sangat berbahagia. Baik hari Natal ataupun Hari Lebaran, rumah kami selalu meriah. Semua bersuka-cita merayakan kedua hari besar tersebut.

Usiaku sudah menginjak 16 tahun dan duduk di bangku kelas 1, SMA Tarakanita. Rumah tempat tinggal kami sangat berdekatan dengan masjid. Terus terang, aku sangat terganggu dengan suara azan, apalagi di saat magrib. Suara azan dari Toa masjid begitu keras dan sangat memekakkan telinga. Belum lagi suara azan dari televisi. Setiap kali azan magrib berkumandang, aku matikan televisi karena di semua chanel, semua stasiun menayangkan azan yang sama.

Di suatu magrib terjadilah sebuah peristiwa yang tidak disangka-sangka. Ketika itu azan magrib muncul di layar TV. Seperti biasa aku mencari remote control untuk mematikan televisi. Namun hari itu aku tidak bisa menemukannya. Dengan hati kesal kutelusuri sela-sela sofa, kuangkat semua bantal, kuperiksa kolong meja tapi alat pengontrol jarak jauh itu tidak juga terlihat. Karena putus asa, aku terduduk di sofa lalu duduk menatap layar TV yang sedang menayangkan azan dengan teks terjemahannya. Lalu apa yang terjadi?

Sekonyong-konyong hatiku menjadi teduh. Baris demi baris terjemahan azan tersebut terus kubaca dan entah karena apa, hati ini semakin sejuk. Aku seperti orang terhipnotis dan tubuh ini terasa sangat ringan dengan perasaan yang semakin lama semakin nyaman. Di dalam benak ini sekan-akan ada suara yang berkata padaku, “Sampai kapan kau mau mendengar panggilanKu, Chicha. Sudah berapa tahun Aku memanggilmu, masihkah kau akan terus berpaling dariKu?”

Lalu aku menangis. Entah karena sedih, marah, bingung, galau, hampa, takut atau mungkin juga semua perasaan itu ada dan berbaur menjadi satu. Aku terus menangis tanpa tau harus melakukan apa.

Esok harinya, aku curhat pada adikku. Kami berdua memang sangat dekat satu sama lain. Adikku ini ternyata sangat berempati atas apa yang menimpaku. Dia tidak mengeluarkan satupun kata yang menyalahkan kakaknya bahkan dia berkata, “Aku akan support apapun kalau itu memang membahagiakan Kakak.”

“Terima kasih, Dik. Sekarang ikut, Kakak, yuk?”

“Ikut ke mana?” tanyanya.

Dengan diam-diam kami berdua pergi ke sebuah toko muslim yang letaknya tidak jauh dari rumah. Di sana kami membeli mukena, Kitab Suci Al’Quran dengan tafsir dan terjemahannya. Tidak lupa sebuah buku yang berjudul ‘Tuntunan Sholat’.

Sesampainya di rumah, kami berdua mempelajari cara berwudhu, melakukan sholat dan menghafal bacaannya. Setelah dirasa mampu, kami  berdua mencoba mendirikan sholat bersama-sama. Perbuatan kami tentu saja di luar pengetahuan kedua orangtua. Pernah suatu kali Mama mengetuk pintu dan sangat marah karena kami mengunci kamar dari dalam. Begitu mendengar teriakan Mama, secepat kilat kami membuka mukena dan menyembunyikannya di laci paling atas.

“Dengar, ya, Nduk! Kalian nggak boleh mengunci pintu kamar. Selama kamu tinggal di rumah Mama, kalian ikut peraturan Mama,” bentak ibuku dengan galak.

“Iya, Ma,” sahutku dengan suara perlahan karena tak ingin ribut dengan Mama apalagi kami sangat perlu menjaga kerahasiaan ini.

Waktu terus berlalu. Bulan Ramadhan pun datang. Tentu saja di bulan suci seperti ini, kami juga ingin melakukan puasa seperti muslim lainnya. Berpuasa dari waktu subuh sampai magrib sebetulnya sama sekali tidak sulit. Masalah yang lebih pelik datang setiap kali Mama mengajak makan bersama. Mama tentunya curiga karena kami berdua selalu menolak.

“Aku udah makan di sekolah tadi, Ma,” kataku dengan suara bergetar.

Mama menatap saya dengan tajam. Sepertinya dia telah mencium ada yang tak beres dengan kami berdua. Ketegangan pun terjadi. Buatku itu adalah saat yang sangat menegangkan sampai akhirnya Mama menghela napas panjang dan berkata, “Baiklah kalau begitu.”

Bulan penuh rahmat berlalu. Suara takbir yang begitu merdu di telinga berkumandang. Idul Fitri adalah hari kemenangan dan kami tidak mau kehilangan momen untuk sholat bersama Jemaah yang lain. Aku dan Adikku berdiskusi menyusun strategi bagaimana cara pergi ke masjid tanpa sepengetahuan orang rumah.

Esok harinya, sekitar jam 6.30 pagi, kami mengendap-endap membuka membuka pintu depan. Setelah itu membuka pagar sampai terbuka lebar. Kami berdua mendorong mobil dalam keadaan mesin mati supaya tidak terdengar oleh orangtua kami yang masih tenggelam dalam nyenyak. Pada satpam yang menjaga rumah, aku berpesan, “Kalau ada yang tanya, bilang kami mau latihan basket, ya, Pak?”

“Siap, Non!” kata Sang Satpam entah curiga atau tidak.

Setelah mobil dirasa cukup jauh, aku menghidupkan mobil dan meluncur langsung ke masjid terdekat. Sesampainya di sana, banyak tetangga-tetangga menatap kami dengan paras keheranan. Mereka tentu saja bingung karena semua orang tau bahwa aku beragama Kristen. Bahkan barisan ibu-ibu yang duduk tepat di depan kami langsung mendekatkan kepalanya dan berbisik kepada kami.

“Cha, ngapain kamu di sini? Sholat Idul Fitri itu buat kaum muslim. Kamu kan Kristen?”

Aku cuma tersenyum dan tidak berusaha menjawab. Sementara ibu-ibu lain terus berkasak-kusuk sambil menengok bahkan ada yang menunjuk-nunjuk ke arah kami.  Kami bergeming dan tidak mempedulikan sikap orang yang merasa aneh dengan kehadiran kami. Dan akhirnya sholat Idul Fitri dapat kami ikuti dengan sukses. Dengan hati berbunga-bunga kami kembali pulang. Alhamdulillah.

Baru saja sampai di depan pagar, di depan rumah telah berdiri Papa dan Mama. Mereka membantu membuka pagar, membuka pintu mobil lalu Mama langsung menlontarkan pertanyaan tanpa basi-basi.

“Dari mana kalian?” tanya Mama dengan suara keras.

“Abis latihan basket, Ma,” sahutku. Kami berdua memang telah berganti pakaian dan semua mukena dan sajadah sudah dimasukkan ke dalam tas dengan rapih.

“Kalian jangan berbohong, ya? Mama menangkap ada yang aneh dengan kalian berdua,” kata Mama lagi.

Aku menatap Mama yang nampak sangat kesal. Sementara Papa cuma cengar-cengir bahkan mengedipkan sebelah matanya pada kami.

“Kami latihan basket, Ma. Masa Mama gak percaya sama anak sendiri?” kata adikku.

Rupanya omongan Adik membuat hati Mama tersentuh juga. Seperti sebelumnya, dia menatap kami bergantian dengan tajam, menghela napas panjang lalu berkata dengan suara halus, “Hmm…baiklah kalau begitu.”

“Yuk, kita ke atas, Ma,” kata Papa sambil menggamit tangan Mama untuk mengajaknya pergi dari situ. Sebelum masuk ke dalam rumah. Papa sempat-sempatnya menengok ke arah kami dan mengedipkan sebelah matanya sekali lagi sambil tersenyum dengan paras jail...

Aku masih termangu-mangu di depan rumah. Kecurigaan Mama mulai menghantui perasaanku. ‘Sampai berapa lama aku bisa mempertahankan rahasia ini?’ tanyaku dalam hati. ‘Daripada Mama yang menemukan rahasia ini, bukankah beliau lebih baik mengetahui semuanya langsung dari anaknya sendiri?’

“Mama!” Aku memanggil dan mengejar Mama yag sudah berada di dalam rumah.

Mama dan Papa membalikkan badan dan menunggu apa yang akan disampaikan anaknya. Kembali kediaman berulang. Sesaat aku gentar hendak menyampaikan berita ini.

“Ya, Cha?” Kamu mau ngomong apa?” tanya Papa.

Keheningan kembali mendominasi. Bibirku bergetar. Semua kata dalam tenggorokan telah berkumpul dan berdesak-desakan untuk keluar dari bibir. Aku masih diselimuti kebimbangan. Ngomong, jangan, ngomong, jangan, ngomong, jangan….

“Chicha masuk Islam, Ma. Chica masuk Islam, Papa. Chicha minta maaf tapi Chicha mendapat hidayah dan tidak bisa menolak panggilan itu.” Akhirnya tanpa dikendalikan oleh otak semua kata terlontar begitu saja.

‘Alhamdulillah!” Di luar dugaan Papa berteriak kegirangan mendengar berita tersebut. Tidak cukup melampiaskan kegembiraannya dengan cara itu, beliau langsung berlutut di lantai dan melakukan sujud syukur atas hidayah yang didapat anaknya. Melihat sikap Papa, aku tentu saja menjadi lebih tabah. Dengan penuh harap, aku memandang Mama, berharap mendapat dukungan yang sama.

Mama menatapku dengan pandangan tidak percaya. Matanya melotot, dadanya kembang kempis dan bibirnya bergetar hebat.

“Hueeeeek…!!!!” Tanpa diduga tiba-tiba Mama muntah darah dan tubuhnya sempoyongan, untungnya Papa dengan sigap menangkap tubuh Mama dan mendudukkannya di sofa.

“Mamaaaaaa….!!!” Aku menangis sejadi-jadinya. Bagaimana tidak sedih? Tidak ada kesedihan yang paling menyakitkan kecuali mengetahui bahwa kita telah menyakiti hati ibu kita sendiri.

Bersambung

MAMAKU PEREMPUAN LUAR BIASA #2

Papa mengurus Mama dengan telaten. Perlahan-lahan kesehatan Mama berangsur-angsur membaik. Tapi sejak peristiwa itu, Mama tidak mau lagi berbicara denganku. Selama ini, Mama dan aku hubungannya sangat dekat. Melihat Mama bersikap seperti itu, aku sedih sekali. Berkali-kali aku mengajak Mama berbicara tapi beliau tidak menyahut sehingga aku memutuskan untuk mengalah dan membiarkannya sendiri. Itu adalah salah satu periode hidup yang paling menyiksa buatku. Tapi mau bagaimana lagi? Aku hanya bisa pasrah dan menunggu perubahan sikap Mama.

Bulan demi bulan berlalu. kami masih belum berkomunikasi satu sama lain. Mama sering meninggalkan rumah. Entah kemana. Aku nggak berani bertanya, takut malahan membuatnya lebih marah. Sudah 3 bulan aku tidak berbicara dengan Mama. Hari-hari yang kuhadapi sering aku isi dengan mengurung diri di kamar sambil membaca sejarah para Nabi. Terutama kisah-kisah Rasullulah yang membuatku semakin mantap menjadi seorang muslim.

BRAK! Tiba-tiba pintu kamar dibuka dengan suara keras. Aku menengok dan terlihat Mama masuk dengan membawa sebuah kotak yang cukup besar. Parasnya dingin dan sulit ditebak apa yang ada di pikirannya.

“Nduk, Mama mau tanya. Kamu harus menjawab dengan tegas!” katanya.

“Iya, Ma,” sahutku dengan suara hampir tak terdengar. Dalam hati aku bersorak karena akhirnya Mama mau berbicara lagi.

“Kamu sudah mantap mau masuk islam?” tanyanya lagi tanpa basa-basi.

“Mantap, Ma. Chicha rasa ini benar-benar panggilan Allah,” jawabku pelan tapi tegas.

“Okay, kalau begitu,” kata Mama lalu dia mengangsurkan kotak yang dibawanya ke tanganku.

Dengan terheran-heran, aku menerima kotak tersebut, “Apa ini, Ma?”

“Nggak usah banyak tanya. Kamu buka aja kotak itu sekarang juga.”

Dengan gerak perlahan, aku membuka kotak tersebut. Masya Allah! Ternyata isinya adalah Kitab Suci Al Quran, mukena, kerudung, buku-buku agama Islam yang lumayan tebalnya. Aku menatap Mama dengan pandangan bertanya.

Mama membalas menatapku dengan tajam, “Kalau kamu ingin menjadi Islam, be a good one!”

Mendengar perkatannya, aku menangis dan menghambur ke pelukan Mama. Mama memeluk aku seerat yang dia bisa. Tangisku makin menjadi-jadi dan membasahi baju Mama di bagian dada.

Setelah tangis mereda, Mama bertanya lagi, “Kamu sudah resmi masuk islam?”

“Chicha udah ngucapin dua kalimat syahadat, Ma.”

“Disaksikan oleh ustad atau Kyai?”

“Nggak sih, Ma. Chicha ngucapin sendiri aja.”

“Berarti kamu belum resmi masuk Islam. Besok Mama akan antar kamu ke Mesjid Al Azhar di Jalan Sisingamangaraja. Mama udah bikin janji dengan Kyai di sana untuk mengislamkan kamu.”

“Huhuhuhuhuhu…” Aku nggak sanggup untuk mengatakan apa-apa kecuali memeluk Mama lagi sambari menangis menggerung-gerung. Setelah perlakuan Mama yang mendiamkan aku selama tiga bulan, siapa sangka Mama akan bersikap begini akhirnya. Mamaku memang luar biasa.

Esok harinya, di Mesjid Al Azhar, aku resmi memeluk agama Islam di usia 16 tahun. Ah, bahagianya sulit dilukiskan. Setelah ritual mengucapkan dua kalimat syahadat berakhir, aku menarik Mama untuk menuju ke mobil dan kembali pulang ke rumah.

“Eh, tunggu dulu, Nduk. Sekarang kamu harus ikut Mama ke belakang.”

“Ke belakang mana, Ma?” tanyaku keheranan.

Ke SMA Al Azhar. Kamu harus pindah sekolah ke sana.”

“Loh? Kenapa harus pindah? Chicha udah betah sekolah di Tarakanita. Semua teman-teman Chicha ada di sana. Chicha nggak mau pindah.”

“Nduk! Denger kata Mama. Kalau kamu serius pindah ke Islam, kamu nggak boleh setengah-setengah.”

“Maksudnya gimana, Ma?”

“Tarakanita itu sekolah Kristen. Kalau kamu pindah Islam maka kamu harus bersekolah di sekolah Islam. Sekali lagi Mama bilang, kamu nggak boleh setengah-setengah. Ini peristiwa besar dan pilihan hidup kamu. Mama mau kamu total dalam menyikapi pilihan kamu sendiri.”

Lagi-lagi sikap Mama membuatku kagum bukan main. Sepertinya dia telah mempersiapkan semuanya dengan baik dan terencana.

“Mama kok bisa-bisanya punya pemikiran seperti ini?” tanyaku penasaran.

Mama menghela napas panjang lagi lau berucap, “Sejak kamu mengatakan mau masuk Islam, Mama sering berkonsultasi dengan teman Mama yang muslim. Mama minta pendapat dia dan dia banyak menasihati Mama soal ini.”

“Oh, pantes Mama sering pergi belakangan ini. Biasanya kan Mama selalu di rumah.”

“Iya, Cha. Mama butuh support dan teman Mama itu sangat membantu sehingga membuat Mama jauh lebih tenang.”

“Kalau boleh tau, teman Mama siapa namanya?” tanyaku lagi.

“Namanya Doktor Zakiah Darajat.”

“Itu temen Mama? Wah dia orang hebat di kalangan Islam, Ma.”

“Betul. Nama belakangnya mirip dengan Sunan Drajat, leluhur Papa kamu. Jadi setelah kamu resmi masuk Islam, rasanya kamu juga perlu berziarah ke makam beliau.”

Sekali lagi aku memeluk Mamaku. Jadi selama tiga bulan ini, dia mendiamkan anaknya bukan karena hendak mengacuhkan tapi beliau tidak tau harus bersikap bagaimana. Beliau hendak mencari penerangan pada apa yang terjadi pada anaknya. Sudah pastilah Mama kebingungan tapi akhirnya setelah mendapat pencerahan dari Doktor Zakiah Darajat, Mama sekarang malah mendukung pilihan anaknya. Pilihan anak yang berbeda dengan keyakinannya. Ah Mamaku memang luar biasa.

Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenarnya aku hendak mengajak Mama untuk turut memeluk agama Islam. Tapi aku mengurungkan niat itu. Apa yang terjadi padaku pastilah sudah berat buat Mama. Bagaimana mungkin aku mampu mempengaruhinya sementara saudara-saudaranya banyak yang menjadi pendeta. Beban Mama sudah sangat berat. Semua butuh waktu. Kalau memang Allah SWT mengizinkan, apa yang untuk manusia pikir tidak mungkin pastinya akan terjadi jika Allah berkehendak.

Waktu berjalan tanpa pernah berhenti. Dengan hati tenteram, aku menjalani hidup sebagai perempuan muslim. Tahun 2002, Mama meninggal dunia. Tiga bulan sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, beliau juga menjadi mualaf dan memeluk agama Islam. Alhamdulillah! Terima kasih, ya, Allah. Ah Mamaku memang luar biasa.

Sumber asli tulisan:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10211363531083871&id=1829107566

Pusara Ibu

Cerita ini kami kutip dari akun facebook page "Silahkan dibagikan". Karna ceritanya bagus dan menginspirasi, maka kami muat dengan menyertakan sumber aslinya. Selamat membaca.

* * * * *

Rumah masih ramai setelah pulang dari pemakaman, kepalaku masih pusing karna tak bisa menahan tangis melihat jasad terakhir istriku dimasukkan ke liang lahat. Aku makin tak bisa menahan airmata saat melihat anak-anak menangis memandangi orang-orang yg menimbun tubuh ibu mereka. Lama aku diam di pemakaman, mengingat kembali saat istriku masih ada. Aku ingat semua dosaku, kesalahanku, mulut kasarku, ketidakpedulianku, bahkan yg paling aku ingat membiarkan dia berpikir sendiri tentang keuangan keluarga.

Aku pikir saat dipemakaman adalah momen tersedih yg aku alami sepanjang hidupku, ternyata itu belum apa-apa. Banyak kepiluan-kepiluan lain yg membuatku serasa hancur. Mulai saat malam setelah rumah ini kosong dari pelayat, anak-anak seperti tidak mau tidur tanpa ibunya. Mereka masih menangis sesenggukan. Aku hanya bisa memeluk mereka tanpa bisa menyembunyikan kesedihan diwajahku.

Putriku yg berusia 5 tahun beberapa kali berlari kekamar sambil memanggil ibunya. Sepertinya dia lupa bahwa ibunya telah tiada. Kemudian ia keluar lagi dengan wajah kecewa.

Malam berlalu tanpa aku bisa melelapkan mata sedetikpun. Aku memandangi anak-anak yg tidur dengan gelisah.

Sebentar-sebentar terbangun dan putra pertama kami yg berusia 9 tahun ternyata menangis sambil melekatkan wajahnya dibantal. Adiknya laki-laki berusia 7 tahun usdah tertidur, namun sesekali ngigau memanggil ibunya. Sungguh aku tak tenang malam itu. Rasanya rumah ini hampa.

Beberapa hari masih dengan suasana yg sama, masih ada kerabat yg membantu masak dan menyapu rumah hingga hari ketiga. Masih banyak tetangga yg memeluk dan menguatkan anak-anak.

Hingga tibalah hari yg membuat aku amat sedih. Yaitu hari ketika mereka mulai masuk sekolah.

Pagi itu mereka semua sudah bangun, aku kebingungan, anak-anakku juga seperti bingung mau berbuat apa. Biasanya pagi kami selalu dibangunkan, disuruh mandi dan sholat, disiapkan pakaian, dibuatkan sarapan dan kami berangkat dalam keadaan rapi dan perut yg sudah kenyang. Hari ini kami semua hanya diam.

Aku menyuruh anak-anak melihat makanan dikulkas tapi yg ada hanya bahan mentah. Rumah yg biasanya rapi nampak berantakan. Aku pergi membeli sarapan untuk kami berempat. Saat membayar aku kaget uang lima puluh ribu tanpa kembalian. Padahal selama ini aku memberi uang lima puluh ribu kepada istriku cukup untuk makan kami sampai malam. Kadang-kadang aku marah-marah kalau dia minta tambahan.

Aku bawa sarapan pulang dan anak-anak sudah menunggu dimeja makan. Sudah jam 7.30 biasanya mereka sudah diantar kesekolah, semuanya diantar istriku berbarengan, sementara aku baru pulang beli sarapan. Dalam hati kalau terlambat semoga dimaklumi karna habis kemalangan. Saat mau makan aku tidak tau dimana piring dan sendok, mengambilkan air dan dimana letak gelas. Saking aku yg selalu dilayani semua oleh istri.

Aku makin merasa kacau saat jam sudah menuju jam 8 dan anak-anak belum terantar semua. Aku benar-benar kehilangan seorang dewa dalam rumah kami. Inikah yg selama ini dilakukan istriku? Mengapa aku selalu menganggap dia tak ada kerjaan. Selalu menganggap sepele pekerjaan seorang ibu. Aku masih linglung ditempat kerja. Masih banyak teman-teman yang menghampiri mengucapkan belasungkawa. Hingga aku ditelpon oleh walikelas anakku yg masih TK katanya anak-anak sudah pulang tapi belum ada yg jemput, aku minta ijin pergi menjemput anak dan jam 12 anakku yg no 2 juga menelpon minta dijemput karna sudah pulang.

Selama ini aku tak tau satupun jadwal mereka. Aku hanya bekerja dan tak peduli dengan itu semua. Anakku yg besar pulang jam 2 artinya aku tak bisa kembali ketempat kerja. Sampai disekolah anakku, aku masih melihat didepan sekolah masih ada bekas darah saat istriku kecelakaan 3 hari lalu, kecelakaan yg serta merta merenggut nyawanya saat menjemput anak sulungku.:'(

Sampai dirumah anak-anak nampak kelaparan, biasanya dibekali makan dan yang TK katanya biasanya dijemput dan langsung makan dirumah. Baru kembali jemput abangnya setelah makan. Ternyata aku tak tau manajemen waktu sehebat almarhumah istriku. Aku harus kewarung makan lagi untuk pergi membeli makan siang. Begitupun nantinya makan malam. Sehingga tidak kurang dari 200rb sampai malam.

Aku berpikir ini baru satu hari, bagaimana kalau satu bulan. Gajiku tidak akan cukup untuk kami berempat. Malam ini anak-anak juga mengingatkanku tadi mereka tidak ada yg ngaji karna tidak ada yg mengantarkan ketempat ngaji mereka.:'(

Ya Allah, Indah sekali caramu menegurku. Begitu kacaunya hidupku tanpa istriku, keuangan makin amburadul, anak-anak tak terurus, makanan favoritku tidak ada lagi. Rumah dan tanaman seperti hilang aura karna tak ada yg merawat dan membersihkan. Aku masih sempat merasa wanita diluaran lebih cantik dari istriku. Andai aku bisa menebus apapun yg telah aku lakukan kepada istriku selama ini aku ingin memperbaikinya. Aku ingin membantunya, menyayanginya sepenuh hati dan tak akan pernah berkata kasar kepadanya.

Dia begitu lelah setiap hari, tapi sepulang kerja aku masih sering membentaknya. Saat dia minta tambahan belanja aku berkata kasar kepadanya. Dia saat aku jadikan istri rela berpisah dengan anggota keluarga besarnya, hidup susah payah dan sederhana denganku.

Maafkan aku istriku, andai aku bisa menebus semua kesalahanku, satu hari saja tanpamu kami seperti anak ayam kehilangan induknya. Berserakan. Saat sholat aku kembali menangis sejadi-jadinya.

Andai bisa kutebus, aku ingin menebus meski dengan nyawaku. Aku mau dia yg hidup menjaga anak-anak dan biarlah aku yg menghadap-Mu. Ini sangat berat bagiku apalagi bagi anak-anakku. Demikian do'a tengah malamku.

Aku tak tega melihat pakaian anak-anak yg kusut tak terurus, makan yang tak ada yang masak dan aku tak tega melihat mereka kekurangan kasih sayang. Jujur selama ini aku tak dekat dengan anak-anak. Mereka selalu sama ibunya. Aku hanyalah kerja, pulang, tidur dan kerja lagi. Aku tak tau apa-apa tentang urusan anak dan rumah.

Istriku, aku berdoa semoga lelah mu jadi ibadah, semoga semua yg kau lakukan untuk kami membawamu ke syurga, semoga engkau bahagia di alammu. Kali ini aku benar-benar menangis tersedu-sedu sambil membayangkan wajahmu. Kau tak pernah mengeluh dengan pekerjaanmu, kau tak pernah meminta sesuatu yg aku tak sanggup membelinya. Kau jalani semua dengan sabar dan aku merasa belakangan jarang memperhatikanmu. Jarang bertanya bagaimana anak-anak kita, jarang bertanya bagaimana hari-harimu.

Engkau ibu yang luar biasa bagi anak-anak kita. Semuanya terlihat saat engkau tlah tiada kemurungan selalu menyelimuti wajah mereka. Mereka sering menangis, mereka sering salah memanggilmu sepulang sekolah. Mereka sering berlari kekamar kita seolah-olah engkau masih ada.

Kekasih hatiku, Mengapa aku jatuh cinta padamu justru setelah engkau tiada. Tidak akan ada yg menggantikan dirimu dihatiku. Mengapa rasa cinta ku padamu menggebu-gebu saat dirimu sudah berada dipusara.

Maafkan aku istriku.

Aku terlambat jatuh cinta padamu ðŸ˜­ðŸ˜­

Link sumber asli:

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=1157234357765066&id=744185525736620

30 Orang yang pertama, dalam islam

Tulisan ini diadaptasi dari akun Syekh Ali Jeber

Karna tulisan ini sangat informatif, maka kami share di blog cerpen ini. Semoga bermanfaat.

**********

30 ORANG YANG PERTAMA DALAM ISLAM

1. Orang yang pertama menulis Bismillah : Nabi Sulaiman AS.

2. Orang yang pertama minum air zamzam : Nabi Ismail AS.

3. Orang yang pertama berkhatan : Nabi Ibrahim AS.

4. Orang yang pertama diberikan pakaian pada hari qiamat : Nabi Ibrahim AS.

5. Orang yang pertama dipanggil oleh Allah pada hari qiamat : Nabi Adam AS.

6. Orang yang pertama mengerjakan saie antara Safa dan Marwah : Sayyidatina Hajar (Ibu Nabi Ismail AS).

7. Orang yang pertama dibangkitkan pada hari qiamat : Nabi Muhammad SAW.

8. Orang yang pertama menjadi khalifah Islam : Abu Bakar As Siddiq RA.

9. Orang yang pertama menggunakan tarikh hijrah : Umar bin Al-Khattab RA.

10. Orang yang pertama meletakkah jawatan khalifah dalam Islam : Al-Hasan bin Ali RA.

11. Orang yang pertama menyusukan Nabi SAW : Thuwaibah RA.

12. Orang yang pertama syahid dalam Islam dari kalangan lelaki : Al-Harith bin Abi Halah RA.

13. Orang yang pertama syahid dalam Islam dari kalangan wanita : Sumayyah binti Khabbat RA.

14. Orang yang pertama menulis hadis di dalam kitab / lembaran : Abdullah bin Amru bin Al-Ash RA.

15. Orang yang pertama memanah dalam perjuangan fisabilillah : Saad bin Abi Waqqas RA.

16. Orang yang pertama menjadi muazzin dan melaungkan adzan: Bilal bin Rabah RA.

17. Orang yang pertama bersembahyang dengan Rasulullah SAW : Ali bin Abi Tholib RA.

18. Orang yang pertama membuat minbar masjid Nabi SAW : Tamim Ad-dary RA.

19. Orang yang pertama menghunuskan pedang dalam perjuangan fisabilillah : Az-Zubair bin Al-Awwam RA.

20. Orang yang pertama menulis sirah Nabi SAW : Ibban bin Othman bin Affan RA.

21. Orang yang pertama beriman dengan Nabi SAW : Khadijah binti Khuwailid RA.

22. Orang yang pertama mengasaskan usul fiqh : Imam Syafei RH.

23. Orang yang pertama membina penjara dalam Islam: Ali bin Abi Tholib RA.

24. Orang yang pertama menjadi raja dalam Islam : Muawiyah bin Abi Sufyan RA.

25. Orang yang pertama membuat perpustakaan awam : Harun Ar-Rasyid RH.

26. Orang yang pertama mengadakan baitul mal : Umar Al-Khattab RA.

27. Orang yang pertama menghafal Al-Qur'an selepas Rasulullah SAW : Ali bn Abi Tholib RA.

28. Orang yang pertama membina menara di Masjidil Haram Mekah : Khalifah Abu Ja'far Al-Mansur RH.

29. Orang yang pertama digelar Al-Muqry : Mus'ab bin Umair RA.

30. Orang yang pertama masuk ke dalam syurga : Nabi Muhammad SAW.

✔ Rugilah kalau tak SHARE sebab hanya 1 peluang dakwah yang MUDAH. . . share !!! Sebarkan...

Wallahualam

Semoga bermanfaat dan sekaligus pengingat untuk kita semua ...

Aamiin....

Sumber:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=560168017777286&id=444721249321964

Senin, 11 Mei 2020

Who's last night?

"Siapa yang meninggal Pah?" Tanyaku kemudian.

"Ini lho Mah, orang kantor. Pak Sopyan. Rasanya tidak enak kalau aku tidak datang."

"Ya harus datang dong Pah." Ujarku kemudian.

"Tapi jauh sekali Mah. Di Medan. Dimakamkan ditanah kelahirannya. Apa tidak apa-apa kalau papa ke sana?" Tanya suamiku dengan wajah sedikit sendu. Mungkin sedih mendengar berita kematian kerabat kantornya.

"Gak apa kalau ada temannya. Coba Papah tanya dulu siapa yang ikut serta ke sana? Kan bisa barengan." Jawabku kemudian.

"Ada Pak Hendro dan Mas Rizki yang ikut Mah." Katanya tidak lama setelah mengkonfirmasi teman-temannya di kantor.

"Ya sudah kalau begitu biar aku siapkan pakaianmu ya Pah."

Akupun bergegas ke kamar mempersiapkan tas, pakaian dan perlengkapan mandi suamiku untuk dibawa pergi.

Semua berjalan lancar. Suamiku telah sampai di Medan, begitu dari pesan yang kubaca di whatsapp. Keadaan tidak terlalu baik katanya. Istri mendiang berkali-kali pingsan dan berteriak-teriak tidak rela telah ditinggal mati suaminya.

Mendengar ceritanya, aku jadi terbayang bagaimana jika itu terjadi padaku. "Ya Allah, semoga kau panjangkan umur suamiku melebihi aku." Gumamku dalam hati. Rasanya aku tak sanggup. Mungkin jika itu terjadi padaku, aku akan lebih stress dari istri mendiang Pak Sopyan itu. Jika dia saja pingsan dan berteriak, apa yang mungkin terjadi padaku? Aaah rasanya merinding membayangkan itu.

Lusanya, suamiku mengabarkan via whatsapp bahwa dia dan teman-teman seperjalanannya akan segera kembali ke jakarta. Acara pemakan telah selesai dan mereka juga sudah harus kembali bekerja hari berikutnya.

Dalam perjalanan menuju bandara, suami dan aku lamaaa sekali saling berbalas whatsapp. Perjalanan menuju bandara memang agak jauh katanya. Karna ternyata Almarhum tinggal di daerah yang masih sangat pedesaan dan jauh dari kota. Perjalan ke bandara bahkan butuh waktu berjam-jam dengan mengendarai mobil. Suamiku dan rekan-rekannya menggunakan mobil sewaan dengan supirnya agar lebih cepat sampai.

Pesan Whatsapp.

"padahal masih sore, tapi gelap sekali. Sepertinya mau hujan."

"Memang sedang musim hujan kan Pah. Meskipun di Jakarta masih jarang turun hujan."

"Benar saja Mah, hujan lebat sekali. Jarak pandang jadi tidak jauh. Harus ekstra hati-hati nih."

"Apa tidak sebaiknya kalian istirahat saja dulu dipinggir jalan. Daripada bahaya."

"Yah, mungkin sebaiknya begitu."

Itu chat terakhir kami. Sudah 24 jam berlalu. Apa iya perjalanan dari Medan ke Jakarta menggunakan pesawat selama ini.

Lewat tengah malam, tiba-tiba kudengar pintu depan diketuk.

"Alhamdulillah akhirnya Papah sampai juga. Kenapa bisa selama ini Pah?" Tanyaku penasaran.

"Aduh Mah, ternyata hujannya lamaa baru berhenti. Mana sempat ada badai. Kilat menyambar-nyambar. Seram sekali pokonya. Jadi kami berhenti agak lama. Untungnya penerbangan masih lama waktu itu."

"Ya sudah Papah istirahat deh."

Sebelum ke kamar, Ia membuka pintu kamar anak-anak satu persatu. Dihampirinya sambil berbisik bahwa Ia menyayangi mereka dan harus selalu menjadi laki-laki yang patuh dan menghormati Ibunya. Kemudian kami ke kamar. Dikamar kami banyak berbincang. Bagaimana Ia menghadapi istri mendiang Pak Sopyan yang histeris ditinggal pergi suaminya dengan cara yang tragis.

Ya, ternyata Pak Sopyan meninggal akibat kesalahan orang lain yang kini telah dihukum. Saat itu Ia sedang berlibur di Medan tanah kelahirannya dan istrinya. Malam hari Ia pergi ke ATM untuk mengambil sedikit uang karna besok hari berencana pergi wisata dengan istri dan anak-anaknya.

Tak disangka kejadian nahas itu terjadi. Tiga orang pemuda tanggung berbadan kurus ternyata sudah membuntutinya sejak Ia masuk ATM. Setelah keluar dari ATM, pemuda-pemuda itu terus mengikutinya. Sialnya, Pak Sopyan ternyata harus melewati jalanan yang cukup sepi untuk bisa sampai di kediamannya.

Pemuda-pemuda itupun menghampirinya. Menghadang sepeda motor yang sedang dikendarainya lalu merampoknya. Pak Sopyan yang merasa anak-anak itu masih terlalu muda untuk melakukan kejahatan, malah menasihati mereka. Mungkin karna beliau merasa anak-anak ini berbadan kecil dan masih muda, Ia merasa bisa menaklukan mereka.

Tapi tak disangka, dua orang diantara mereka mengeluarkan senjata tajam dan menyerang Pak Sopyan dengan membabi buta tanpa ampun demi merampas semua milik Pak Sopyan termasuk nyawanya. Pak Sopyan tergeletak bersimbah darah dengan luka cukup dalam disekujur tubuhnya. Warga setempat menemukannya setelah lima jam kemudian. Karna memang jalan itu sepi dan jarang dilalui orang pada malam hari.

Mendengar cerita itu. Membuat aku semakin merinding. Rasanya terlalu kejam ditinggal dengan cara seperti itu. Namun Allah yang berkehendak. Selalu ada maksud dibalik semua kejadian yang Allah ciptakan.

"Pokonya Mah, kalau nanti aku pergi duluan. Mama harus ikhlas. Gak boleh seperti Bu Sopyan. Apa Mama gak kasihan sama Papa. Memang mungkin sulit menerimanya. Tapi hidup tetap harus berlanjut dan kamu gak boleh terpuruk terlalu lama. Apalagi akan menyulitkan mendiang jika kepergiannya tak diikhlaskan oleh orang terkasih."

"Ih Papah nih ngomongnya kejauhan. Lagian Pah, yang sering sakit-sakitan itu aku. Bukan Papa. Mungkin malah aku yang akan pergi duluan."

"Halah, kamu tuh. Sakit batuk, pilek, sakit kepala aja koq ya kaya orang komplikasi ngomongnya."

"Lah Papah yang duluin ngomong yang nggak-nggak. Sebaiknya tuh kita bersyukur masih dikasih sehat, umur panjang, rezeki lancar. Koq ya malah ngomongin kematian. Serem tau Pah. Udah ah udah malem, kita tidur."

Pagi harinya aku dan suami seperti biasa terbangun lebih dulu dari anak-anak untuk melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah berwudhu dan menyiapkan sajadah untuk semua, barulah tugasku membangunkan anak-anak. Tidak lama terdengar pintu depan diketuk. Ternyata Ibuku datang menjenguk kami. Beliau tinggal di Bandung dan hanya beberapa bulan sekali menginap ke Jakarta di rumah kami.

"Lho koq tumben Bu gak ngabarin dulu." Tanyaku pada Ibu.

"Gak tau ya, tiba-tiba aja mendadak pingin kemari. Ya udah Ibu sama sama Bapak langsung ke sini."

"Ya udah ayo masuk. Pagi-pagi sekali. Berangkat jam berapa dari rumah?"

"Duh, Ibu gak liat jam. Pokonya semalam tiba-tiba pingin nengok kalian. Anak-anak apa gak sekolah?"

"Sekolah koq Bu, ini baru lagi siap-siap. Ayo Bu ikut sarapan."

Suamiku dan anak-anakpun sudah siap untuk berangkat. Satu persatu mereka mencium tangan Kakek dan Neneknya. Ketiga anak kami semuanya laki-laki dan sekolah di sekolah yang sama. Kebetulan kami menyekolahkannya di sekolah swasta yang terdiri dari SD, SMP, dan SMA dalam satu kawasan. Hanya berbeda gedung. Sehingga mereka selalu berangkat bersama.

"Maaf Pak, Bu. Saya harus duluan berangkat karna banyak pekerjaan menunggu." Kata suamiku sambil mencium tangan Ibu dan Bapak.

"Lho, gak sarapan dulu? Kata Ratih, kamu baru pulang dari Medan. Apa gak cape? Pucat sekali wajahmu itu lho. Mending sarapan dulu." Kata Ibu kemudian.

"Aku gak papa Bu, memang sedikit lelah. Tapi beneran baik-baik aja koq. Ada kerjaan yang harus segera diselesaikan Bu. Jadi harus segera berangkat."

Kemudian suamiku pergi. Sementara anak-anak masih di meja makan.

"Pagi sekali suamimu pergi." Kata Ibu.

"Yah memang semalam dia bilang ada pekerjaan yang tertunda dan harus diselesaikan hari ini juga. Jadi dia buru-buru deh. Maaf ya Bu, jadi gak menyambut Ibu deh."

"Bukan itu, Ibu sih gak masalah koq. Lah orang suami rajin kerja ya harus disyukuri. Tapi masalahnya, sepertinya dia masih terlihat lelah sekali. Ibu cuma khawatir dia sakit."

Kamipun melanjutkan sarapan masih sambil ngobrol-ngobrol kecil. Terdengar ketukan dipintu depan. "Rupanya ada yang bertamu juga pagi-pagi gini. Masih jam 6 pagi lho." Kata Ibu sambil menyuruhku segera bukakan pintu.

Ternyata Mas Haris. Juniornya suamiku ditempat kerja. Dia anak buahnya yang paling muda di kantor. Juga belum lama bekerja dengannya.

"Assalamualaiku Bu." Sapanya kemudian.

"Waalaikumsalam. Lho Mas Haris koq pagi-pagi malah ke sini. Gak langsung ke kantor aja? Memang Bapak minta dijemput? Bapak sudah berangkat dari jam 5 tadi lho Mas Haris." Kataku kemudian.

Dia mengernyitkan alis dan matanya sehingga keningnya sedikit berkerut tanda kebingungan. Akupun jadi ikutan bingung melihat ekspresi wajahnya.

"Maksud Ibu, Pak Seto sudah berangkat ke kantor?" Tanyanya meyakinkan aku.

"Lho iya, padahal semalam pulang lewat tengah malam, ngobrol sampai pagi. Tau-tau jam 5 mendadak langsung berangkat ngantor."

Wajah Mas Haris semakin membingung, kali ini terlihat sedikit pucat.

"Mmmh.... Saya jadi bingung Bu. Apa yang harus saya katakan sekarang ya. Aduh Bu, beneran itu Pak Seto?"

"Apa sih kamu nih. Pagi-pagi mau main tebak-tebakan sama saya ya. Masa iya saya gak ngenalin suami sendiri."

"Saya takut mengatakannya Bu. Saya ke sini bawa kabar duka Bu."

"Innalilahi, siapa lagi yang meninggal Mas Haris? Harusnya tadi telepon dulu. Jadi gak selisih jalan sama Bapak. Sebaiknya Mas Haris buru-buru nyusul Bapak dan kabari."

"Bu....." Suara Haris meninggi. Ia seperti ingin marah atau entah apa ekspresinya itu bisa disebut.

"Tolong Bu, Ibu sadar. Apa Ibu sudah berwudhu? Sudah sholat subuh pagi tadi?"

"Apa maksudmu Mas Haris? Setiap pagi ya holat subuh berjamaah sama Bapak dan anak-anak. Memang itu kebiasaan kami."

Sepertinya Haris menjadi tidak sabar dan semakin bingung. Ia pun tanpa basa basi lagi langsung mengabarkan.

"Bu, saya ke sini membawa berita bahwa Pak Seto suami Ibu meninggal dunia kemarin malam. Mobil yang ditumpanginya saat menuju bandara tertimpa pohon besar karna hujan dan badai yang terlalu kencang kemarin malam. Pak Seto belum sempat kembali ke Jakarta Bu. Saya ke sini mau menjemput Ibu untuk pergi bersama saya menjemput jenazah di Rumah Sakit Medan. Saya sudah siapkan tiketnya."

"Kalau bicara jangan sembarangan Mas Haris. Kamu gak denger tadi saya cerita apa? Bapak semalam pulang, ngobrol sama saya dikamar, bahkan sempat menghampiri anak-anaknya. Apa kamu mau main-main dengan saya." Tanpa sadar aku berteriak padanya. Pada Haris yang membawa kabar duka yang aku sama sekali tidak percaya.

"Ada apa Mah ribut-ribut?" dari dalam anak sulungku menghampiriku dan Haris dipintu depan. Kemudian Haris menceritakan semuanya. Anak sulungku menangis sejadi-jadinya. Sementara aku masih terbengong-bengong tidak percaya.

Tidak lama Ibu dan Bapak menghampiri.

"Ada apa ini. Kamu kenapa sayang?" Tanya Ibuku kepada cucu sulungnya.

"Papah Nek, Papaaah."

"Lho, kenapa Papah?" Tanya Ibu.

Haris mengulang kembali ceritanya. Cerita yang sama yang diceritakan padaku dan anak sulungku. Kemudian aku dan Ibu saling berpandangan. Bingung tak percaya. Bahkan air matapun tak menetes sedikitpun. Karna aku dan Ibu bahkan sempat berbincang dengan suamiku.

Ternyata Bapak dan anak-anak memang belum melihat Mas Seto sejak tadi. Jadi siapa yang kami lihat? Siapa yang mencium tangan Ibu berpamitan. Siapa pula yang mengobrol denganku semalam tadi?

Akhirnya Bapak yang ikut pergi bersama Haris. Aku dan Ibu terduduk lemas di sofa ruang tamu. Masih tidak percaya dengan apa yang kami dengar.

Pada akhirnya mendiang suamiku ada dihadapanku kini berbalut kain kafan. Air mata menetes deras. Kehilangan teramat sangat. Tapi aku mengingat kalimatnya malam itu. Malam dimana Ia sempat pulang bahkan paginya berpamitan kerja pada Ibu.

Ia katakan bahwa aku harus mengikhlaskan dirinya jika Ia berpulang lebih dulu. Karna aku harus kasihan padanya di alam kubur. Agar dirinya tak tersiksa, orang terkasihnya harus ikhlas. Maka akupun mencoba mengikhlaskannya. Namun dimalam-malam berikutnya, aku tak juga dapat berhenti menangis. Sedih rasanya.

Jadi. Siapa orang yang pulang malam itu? Yang bahkan berpamitan pada Ibu. Kenapa hanya aku dan Ibu yang dapat melihat sosoknya terakhir kali? Apakah beliau hanya ingin memastikan kami harus mengikhlaskan kepergiannya?

* S E K I A N *

Oleh,

Upay

Biografi kemal Attaturk. Kisah perjalanan hidup Kemal Attaturk dengan kematiannya yang tragis

"KEMATIAN KEMAL ATTATURK"

( seorang pemimpin penghianat ).

#Sewaktu Mustafa Kemal Ataturk meninggal dunia, tidak seorang pun yang memandikan, mengafani dan menyolatkan mayatnya. Mayatnya diawetkan selama 9 hari 9 malam, sehingga adik perempuan beliau datang meminta ulama-ulama Turki memandikan, mengkafankan dan menyembahyangkannya.

#Di saat kematiannya, Allah telah mendatangkan beberapa penyakit kepadanya, sehingga merasakan siksaan yang demikian dahsyat, di antaranya adalah:

#Didatangkan penyakit kulit sampai ke kaki di mana ia merasa gatal-gatal seluruh tubuh. Sakit jantung. Penyakit darah tinggi.

#Panas sepanjang waktu, tidak pernah merasa dingin sehingga terpaksa diarahkan ke pemadam kebakaran untuk menyiram rumahnya 24 jam.

#Mustafa Kamal Atatürk - kematianya sangat menyiksaPembantu-pembantunya juga diarahkan untuk meletakkan potongan-potongan es di dalam selimut untuk mendinginkan tubuhnya. Maha Suci Allah, berbagai upaya itu tak dapat membuat rasa panas hilang. Karena tidak tahan dengan panas yang ditanggung, ia menjerit sehingga seluruh istana mendengar jeritan itu.

#Karena tidak tahan mendengar jeritan, mereka yang bertanggung jawab telah mengirimnya ke tengah lautan dan ditempatkan dalam perahu dengan harapan ia akan merasa sejuk. Menurut banyak sumber, ia dibawa ke tengah lautan ini karena ia merasa ketakutan ketika berada di istananya. Panasnya tak juga hilang! Pada 26 september 1938, ia pingsan selama 48 jam karena terlalu panas dan sadar setelah itu tetapi hilang ingatan.

#Pada 9 November 1938, Kemal pingsan lagi selama 36 jam dan akhirnya meninggal dunia. Sewaktu dia meninggal, tidak seorang pun yang memandikan, mengkafani dan menyolatkan mayatnya. Mayatnya diawetkan selama 9 hari 9 malam, sehingga adik perempuan beliau datang meminta ulama-ulama Turki memandikan, mengkafani dan menyolatkannya.

#Menurut banyak sumber, ketika dibawa ke pemakaman, mayatnya tidak mau masuk ke liang lahat. Disebabkan putus asa, akhirnya orang-orang yang menguburkan mayatnya mengawetkan mayat Ataturk sekali lagi dan dimasukkan ke museum yang diberi nama EtnaGrafi di Ankara selama 15 tahun atau sampai tahun 1953. Tiada tanah yang layak untuk menjadi kuburnya.

#Karena tidak diterima tanah, mayatnya ditanam di dalam batu mar-mar.Lima belas tahun kemudian yaitu pada tahun 1953, barulah mayatnya diletakkan di sebuah bukit di Ankara. Tubuhnya ditanam dalam satu bangunan marmer beratnya 44 ton. Mayatnya ditanam di celah-celah batu marmer. Apa yang menyedihkan, ulama-ulama saat itu mengatakan bahwa bukan hanya bumi Turki, seluruh bumi Allah ini tidak akan menerima Kamal Atatürk.

Penokohan oleh Inggris yang Terencana

#Dikenal sebagai 'Bapak Modernisasi Turki' dari prespektif Barat, beliau sebenarnya adalah tokoh yang meng'sekular'kan dan 'membunuh' syiar Islam di Turki. Siapa lagi jika bukan Mastafa Kamal (Kemal) Atatürk yang diberi gelar al-Ghazi (orang yang memerangi). Kata Atatürk berarti bapak orang Turki. Artaturk adalah orang yang bertanggung jawab meruntuhkan Khilafah Islam -Turki pada tahun 1343H (1924M).

#Dia dilahirkan pada tahun 1299 H (1880 M) di kota Salonika, Yunani yang ketika itu merupakan wilayah taklukan Khilafah Utsmani. Ayahnya bernama Ali Reda Afandi, berkerja sebagai penjaga di departemen Bea Cukai. Ada yang mengatakan ia adalah ayah tiri Atatürk dan bukan ayah kandungnya.

#Ada juga yang mengatakan nama Atatürk diberikan oleh Guru matematisnya yang bernama Mustafa. Mustafa bertugas di sekolah Atatürk yaitu sebuah sekolah menengah militer dan pada saat itulah dia tertarik dengan kemampuan Atatürk dalam bidang matematika lalu mengusulkan nama Mustafa Kamal.

#H.S. Armstrong, salah seorang pembantu Atatürkdalam bukunya yang berjudul al-Zi'bu al-Aghbar atau al-Hayah al Khasah li taghiyyah telah menulis:'Sesungguhnya Atatürk adalah dari keturunan Yahudi. nenek moyangnya adalah Yahudi yang pindah dari Spanyol ke kota Salonika.'

#Golongan Yahudi ini dinamakan dengan Yahudi Daunamah yang terdiri dari 600 buah keluarga. Mereka mengklaim memeluk Islam pada tahun 1095H (1683M), tetapi masih menganut agama Yahudi secara sembunyi-sembunyi. Ini diakui sendiri oleh bekas Presiden Israel, Yitzak Zifi, dalam bukunya Daunamah terbitan tahun 1377H (1957M):Ada kelompok-kelompok agama yang masih menganggap diri mereka bagian dari Nabi Israel ...... Antara mereka ada satu kelompok yaitu kelompok Daunamah yang Islam hanya pada lahirnya tetapi mengamalkan ajaran Yahudi secara sembunyi-sembunyi.

#Ketika Mustafa kamal mencapai usia 12 tahun, ia memasuki Sekolah Angkatan Salonika. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran di Akademi Militer Monasitar pada tahun 1302H (1885M). Pada tahun 1322H (1905M), ia memasuki akademi militer di Istanbul dan mengakhiri latihan militer pada tahun 1325H. (1907M). Kemudian, beliu telah ditugaskan di Kamp Militer Batalion ketiga di Salonika.Dari sinilah awal mula usaha Atatürk dalam memusuhi Khalifah Ottoman dan agama Islam.

#Dengan posisinya sebagai lulusan perguruan tinggi militer, dia telah mengingatkan teman pegawainya agar tidak tertipu dengan pemikiran dunia Islam. Dia telah mengubah ucapan Assalamu'alaikum kepada Marhaban Bikum (Selamat Datang). Aksiselanjutnya adalah dia mendirikan Organisasi Kebagsaan dan Kebebasan yang bertujuan untuk menghilangkan Pemerintah Ottoman yang menurutnya mengamalkan pemerintahan otoriter, tetapi sayangnya Organisasi Bersatu dan Maju yang ketika itu juga aktif menentang pemerintahan Islam telah menjadi batu penghalang bagi pergerakan Atatürk ini.

#Gambar Mustafa Kamal menonjol setelah meletusnya Perang Dunia Pertama ketika ia dipilih sebagai panglima pasukan ke -19 di Sinaq qal'ah. Timnya dapat mengalahkan tentara Inggris sebanyak dua kali di Semanjung Ghalibuli di Balkan Darnadil meskipun kekuatan tentara Inggris mampu mengalahkan tentara Artaturk. Dengan kemenangan tersebut, Atatürk dipromosikan menjadi kapten dan kemudian jenderal pada tahun 1335H. (1916M).Banyak pihak yang mengatakan bahwa kemenangan yang dicapai oleh Mustafa Kamal adalah kemenangan yang disengaja direncanakan oleh tentara Inggris sehingga reputasi Atatürk dipandang tinggi oleh Kerajaan Ottoman. Ini karena peperangan di antara tentara Ottoman dengan tentara Sekutu berlanjut selama beberapa hari tanpa adanya pihak mencapai kemenangan sehingga menyebabkan kedua belah pihak bertahan di kawasan masing-masing untuk beberapa bulan. Akirnya pihak Inggris secara mendadak tanpa disangka-sangka telah meninggalkan daerah pantai Ghalibuli.

#Pada tahun 1337H (1918M), Atatürk telah memimpin satu pasukan di Palestina.Dia telah menghentikan perang terhadap Inggris, musuh Pemerintah Kerajaan Ottoman secara mendadak dan mengizinkan Inggris bergerak ke sebelah utara tanpa mendapat tantangan. Saat itu alasanya ialah ia mengeluh sakit dan terlantar di Kem Nablus. Tindakannya itu telah menimbulkan berbagai spekualasi dan tanda tanya, lantas ia membawa pasukan ke utara sampai ke Damaskus. Di sana, ia telah mengeluarkan perintah supaya menghentikan perlawanan terhadap Inggris sekaligus membuka peluang ke Inggris untuk maju ke wilayah-wilayah Ottoman.

#Setelah kekalahan Turki dan deklarasi gencatan senjata, Inggris meminta khalifah membubarkan Dewan Rakyat yang berkuasa menentukan kekuasaan khalifah. Setelah pembubaran itu, Inggris memicu pula huru hara dalam istana Kerajaan Ottoman selama periode dua tahun 1337 - 1338H (1918-1919M) dan meminta khalifah menghentikan angkara yang sengaja mereka rencanakan itu. Mereka kemudian mengusulkan Mustafa Kamal untuk memikul tugas tersebut. Ini supaya Mustafa dapat menjadi orang yang berupaya memenuhi aspirasi rakyat dan satu-satunya pejabat tinggi militer yang layak mendapat penghargaan dari pihak militer.

#Kedudukkan dan kehebatan Mustafa Kamal kini kian masyhur di mata orang banyak, sementara reputasi lembaga khalifah pula semakin menurun. Pada waktu yang sama ia telah merealisasikan perencanaan Pihak Sekutu untuk menguasai wilayah-wilayah Kerajaan Ottoman.Taktik yang digunakan oleh Inggris untuk menyukseskan rencana tersebut ialah dengan membebaskan Yunani dari penguasaan Izmir dan ini terang-terang bertentangan dengan teks perjanjian yang telah dimenteraikan oleh Pihak Sekutu. Semua ini berjalan dengan cepat sekali ketika tentara Yunani melepaskan tembakan kepada orang Islam Turki di jalan-jalan raya, memaksa mereka menanggalkan tarbus yang kemudian dipijak-pijak dengan kaki, menanggalkan burdah (cadar) yang dipakai oleh wanita Muslim, membakar perkampungan Islam di Izmir dan menyembelih orang Islam tanpa belas kasihan.

#Di tengah-tengah kekacauan tersebut, kapal Ainabuli telah berlabuh di perairan Izmir di tengah-tengah armada laut Inggris dan Yunani, lalu Atatürk menuju ke Izmir dan mengerahkan segala kemampuannya dan memperlihatkan modus operandi yang menyakinkan dalam melawan Yunani. Atatürk mengutus telegram kepada khalifah untuk menjelaskan situasi yang genting ini. Akan tetapi pemerintah mendesak beliau pulang untuk menghindari Attaturk dari terus menimbulkan kekacauan. Khalifah mencoba membujuk Atatürk, tetapi ia tetap enggan pulang malahan mengirimkan telegram kepada Khalifah, "Saya akan tinggal di Anadul sehingga kemerdekaan dapat dicapai."

Atatürk mulai meluncurkan revolusi yang didukung sepenuhnya oleh Inggris. Ini merupakan keberhasilan besar bagi penokohan Attaturk. Hal ini terjadi ketika gerakan Attaturk telah diperkuat sejak awal oleh para pemimpin muda dan pemikir yang meletakkan syarat agar tidak melibatkan khalifah.

#Pertempuran antara tentara Utsmaniyah dengan Yunani telah berlangsung selama satu setengah tahun. Selama pertempuran sedang terjadi, Pihak Sekutu telah mengumumkan bahwa mereka netral. Sungguh mengherankan karena senjata-senjata yang melawan Mustafa Kamal adalah dari Rusia hasil perencanaan rapi pihak Inggris di Busfor, sekalipun Rusia memang memusuhi Kerajaan Ottoman.

#Pada 23 Maret 1921M (1340H), tentara Yunani memicu kembali api perang. Pada bulan September tahun yang sama, pertempuran di antara kedua belah pihak terhenti ketika Yunani menarik keluar pasukannya dari Izmir. Dua hari setelah itu, tentara-tentara Ottoman mulai memasuki Izmir tanpa menggunakan kekerasan.

#Propaganda Barat telah membesar-besarkan kemenangan pimpinan Mustafa Kamal ini dan menyebarkannya dengan cepat ke negara-negara Islam. Orang Islam telah tertipu dengan tindakkan Mustafa yang berhasil memenuhi aspirasi mereka sehingga Ahmad Shauqi pernah memuji belaiu melalui sebuah qasidah yang mengumpamakan Atatürk seperti Khalid bin Walid: Maha Besar Allah betapa kemenangan yang penuh keajaiban, Khalid Turki hidupkanlah kembali, Khalid Arab.

#Sayangnya impian mereka yang tertipu dengan tindakan Mustafa tidak tercapai karena 3 Maret 1343H (1924M)., Tersiar berita tentang pembubaran Pemerintah Khalifah. Khalifah dan kerabat kerajaan telah diusir dari negara Turki, sementara dua kementerian yaitu Kementerian Wakaf dan Departemen Hukum Syari'ah telah dihapuskan. Sekolah-sekolah agama telah dikonversi menjadi sekolah-sekolah umum.

#Musuh-musuh Islam melihat bahwa penghapusan Khilafah Islamiah bukanlah suatu hal mudah. Ia hanya akan tercapai dengan cara menonjolkan seorang pahlawan yang agung dan Mustafa adalah orang yang dijuluki pahlawan tersebut.

#Pihak Inggris telah melaksanakan rencana ini bersama Mustafa Kamal sendiri. Mereka juga telah membebaskan Yunani dari Izmir dengan mengklaim Mustafa adalah pahlawan nyata yang menyukseskan kemenangan tersebut. Seluruh rakyat mulai mempercayai hal ini dan bagi Inggris inilah waktu yang paling sesuai untuk memasukkan jarumnya untuk menghancurkan Islam.

#Selanjutnya, Inggris mengakui kemerdekaan Turki dan mendukung penuh Atatürk membubarkan pemerintahaan kekhalifahan. Pernah seorang anggota Parlemen Inggris mempertanyakan Lord Carrizon (Menteri Luar Inggris ketika itu) dalam Dewan Parlemen Inggris tentang pengakuan kemerdekaan Turki. Lord Carrizon membalas, "Apa yang terjadi adalah Turki telah dikuasai tanpa perlawanan karena kita telah menguasai kekuatan spiritualnya yaitu Sistem khilafah Islam".

#Syaikhul Islam, Mustafa Sabri setelah melarikan diri ke Mesir pernah berkata, "Memang mudah sekali Inggris membuat Mustafa Kamal sebagai pahlawan pada saat mereka menekan Khalifah dan mengulingkannya."

#Atatürk melarang pakaian-pakaian Islam sebaliknya mewajibkan pemakaian busana-busana Barat. Dalam waktu beberapa tahun saja, dia telah berhasil menghapuskan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha serta melarang orang Islam mengerjakan Ibadah Haji. Dia juga menutup beberapa buah masjid, misalnya, mengubah Masjid Besar Aya Sofia menjadi sebuah museum.

#Dalam urusan pernikahan, Attaturk melarang poligami dan mengizinkan pernikahan wanita Islam dengan bukan Islam. Dia membatalkan libur hari Jumat, melarangkan azan dalam bahasa Arab dengan mengubahnya menjadi bahasa Turki.Disamping itu, belau turut menghapus penggunaan huruf-huruf Arab dalam penulisan dan mengubahnya menjadi huruf latin.Tindakan yang dilakukan oleh Atatürk ini nyata sekali telah memisahkan budaya Turki dari akar agama Islam dan menghapus satu ketentuan yang termaktub dalam Konstitusi Turki yaitu agama Islam sebagi agama resmi negara Turki. Atatürk berusaha dan berkerja keras untuk menghilangkan para penentangnya.

#Ia memerintahkan pembakaran koran-koran yang menentangnya, dan sekaligus pengawasan terhadap para ulama. Atatürk juga telah mendirikan Partai rakyat Republik pada tahun 1342H (1923M) dan membuat presidennya sampai belaiu meninggal dunia pada tahun 1357H (1938M).

Kebijakan-Kebijakan Sekular Selama Pemerintahan

#Menyuruh wanita dan pria menari di depan umum. Dia sendiri pernah menari dengan seorang wanita di satu partai umum yang pertama di Ankara.

#Beliau pernah menegaskan bahwa "negara tidak akan maju kalau rakyatnya tidak cenderung ke pakaian modern."

#Mendorong minum arak secara terbuka.

#Mengarahkan Al-Quran dicetak dalam bahasa Turki.

#Mengubah azan ke dalam bahasa Turki. Turki sendiri diubah dengan membuang unsur-unsur Arab dan Persia.

#Mengambil arkitek- arsitek dari luar negara untuk memodernisasi Turki. Faktanya mereka diperintahkan mengukir patung-patung dan tugu-tugunya di seluruh kota Turki.

#Satu pidatonya di kota Belikesir di mana beliau dengan terang-terangannya mengatakan bahwa agama harus dipisahkan dengan urusan harian dan perlu dihapus untuk kemajuan.

#Agama Islam juga di buang sebagai Agama Resmi negara.

#Menyerang Islam secara terbuka dan terang-terangan.

#Undang-undang pernikahan terdaftar berdasarkan hukum barat.

#Mengubah Masjid Aya Sophia menjadi museum, ada beberapa masjid dijadikan gereja.

#Menutup masjid serta melarang dari shalat berjamaah.

#Menghapus Kementerian Wakaf dan membiarkan anak-anak yatim dan fakir miskin.

#Membatalkan hukum waris, faraid secara islam.

#Menghapus penggunaan kalender Islam dan mengubah huruf Arab ke huruf Latin.

Sumber:

https://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2013/03/19/1345/jejak-sekularisme-turki-dan-kisah-sakaratul-maut-kemal-attarturk.html