Tampilkan postingan dengan label novel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label novel. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 23 Mei 2020

Kisah Tragis Bian

Aku menikah dengan laki-laki yang aku cintai dan yang aku yakin Iapun begitu. Aku butuh laki-laki yang selalu memberiku semangat, Aku butuh laki-laki yang selalu mendukungku di saat aku jatuh, disaat aku merasa terpuruk, disaat aku merasa putus asa, bahkan di saat aku jatuh miskin.

Bukan laki-laki yang selalu mendorongku untuk berkarir, semangat bekerja di luar bahkan bertahan dari kerasnya tekanan dari atasan.

Aku ini perempuan, Ibu, Istri, sekaligus anak. Aku memang harus tegar demi anak-anakku. Tapi apakah aku tidak boleh manja sebagai istri? Apa sudah tidak patut dilindungi sebagai anak?

Selalu dan selalu merasa begini.

Ada satu waktu dimana aku sering curhat oleh suamiku perihal pekerjaanku, Tekanan-tekanan yang terjadi dalam pekerjaan, Kenapa seringnya malas bekerja dan memilih cuti bersama anak-anak di rumah. Aku tau aku harus sabar. Aku mengerti aku harus membantu suamiku menafkahi keluarga kami. Tapi tidak bolehkah aku bermanja? Kenapa? Kenapa semakin hari kau malah justru semakin mirip Ibu? Ibuku yang selalu bawel setiap kali aku tidak berangkat bekerja, Ibuku yang selalu mengomel tiap kali aku cuti, Ibu yang selalu ketakutan jika aku tidak lagi bekerja, maka kami akan hidup susah. Wahai suamiku. Tidak yakinkah engkau bahwa Allah SWT. akan selalu membukakan pintu rejeki dari mana saja untuk keluargamu? Allah menitipkan rejeki untuk istri dan anak-anakmu melalui tanganmu yang kokoh, bukan melalui tenaga istrimu langsung. Tidak bisakah kau paham bahwa pekerjaan ini membuatku sulit bernafas?

Aku butuh ketenangan. Aku butuh tempat untuk menangis sekeras-kerasnya tanpa harus didengar anak-anak. Tapi dimana? Aku hanya bisa menangis kecil di dalam pelukanmu, dibalik punggungmu atau mungkin di bahumu. Tapi setiap kali itu aku lakukan kenapa kau hanya mengeluarkan kalimat bahwa aku harus tegar, bahwa aku harus tabah menghadapi semua pekerjaan dan tekanan-tekanan dalam pekerjaanku. Setiap kali aku membicarakan masalah resign kau seperti terlihat kecewa tanda tak setuju. Kau seperti ketakutan bahwa kita akan jatuh miskin begitu aku resign. Begitu besarkah peranku memberikan nafkah di keluarga ini? Aku yang seorang perempuan, aku yang hakikatnya berada di rumah mengurus rumah tangga dan anak-anak. Tapi kau bahkan kalian. Kau dan Ibuku seolah kalian merasa bahwa jika itu aku lakukan maka kita pasti akan sengsara.

Ya Allah, apakah harus seperti ini? Aku capek, aku lelah dengan semuanya. Ketika pagi bangun, aku harus berhadapan dengan masalah-masalah pekerjaan yang itu-ituu saja, di tekan sana sini, Begitu sore sesampainya aku di rumah, masih harus bersabar menghadapi bocah-bocah kecil kami yang nyaris tidak bisa diam yang selalu saja teriak ini itu, bertengkar memperebutkan mainan atau apapun. Berteriak minta ini itu. Tidak lama engkau pulang dari bekerja, duduk atau tiduran kemudian minta diambilkan minum, makan, dipijat, atau apapun. Menjelang tidurpun aku masih harus bekerja. Membuatkan susu untuk anak-anak, memakaikan pampers, kadang membacakan cerita, atau lainnya.

Saat aku beristirahat hanya ketika mataku benar-benar terpejam. Ah sudahlah, mungkin memang ini takdirku. Mungkin memang ini kisahku. Lihat apa yang terjadi nanti. Mungkin seiring bertumbuhnya anak-anak, aku akan semakin tegar.

********

Bian memang sudah tidak punya banyak waktu menulis semenjak menikah, mengurus anak, dan bekerja. Hobi menulisnyapun hanya Ia lakukan sesekali sambil mencuri-curi waktu bekerja. Padahal dulu Bian senang sekali menulis cerita, Membuat cerpen. Bahkan Bian bercita-cita ingin menulis sebuah novel yang ingin sekali Ia bukukan. Tapi semua sirna ketika Bian memutuskan untuk menikah di usianya yang masih muda. Padahal saat itu Bian yakin bahwa support kekasih hatinya yang kelak menjadi suaminya itulah yang akan membuat impian dan cita-cita Bian tercapai. Namun sayang, begitu melahirkan anak pertama, Bian dan suaminya merasa harus bekerja keras demi anak mereka. Demi hidup cukup. Jadi yang terjadi adalah Bian dan suami harus banting tulang demi mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Terlebih lagi kemudian lahirlah anak-anak kedua dan ketiga mereka. Bertambahlah kebutuhan keluarga mereka. Bian seringkali dipusingkan dengan urusan-urusan yang kelihatan sepele namun ternyata baginya itu adalah masalah besar.

Terkadang orang terdekatpun tidak mampu mendukungnya. Bian yang merasa tertekan akhirnya merasa bahwa Ia ingin istirahat. Istirahat dari semua ini. Istirahat dari kehidupan yang membuatnya lelah dan tertekan. Bian mengakhiri hidupnya.

1 November, menjadi tanggal kelahiran Bianca Azzalea Rumana sekaligus hari kematiannya. Tertulis dalam blog bian pada posting terakhir bahwa Ia lelah.

Posting terakhir Bianca.......

"Ya Allaaah, Bian lelah, Bian Capek, Bian ingin instirahat. Kenapa tiap kali Bian memejamkan mata untuk beristirahat, ada saja hal yang membuat mata Bian terbelalak. Entah jeritan si kecil, Teriakan panggilan Ibu, bahkan kepulangan Mas Alif dari bekerja. Terus kapan Bian bisa istirahat Ya Allah?. Kali ini Bian benar-benar lelah. Bian ingin berhenti bekerja. Bian capek di tempat kerja yang membosankan itu. Dengan tekanan-tekananya dan masalah-masalah lainnya. Bian ingin berhenti tapi semua orang pasti akan menyalahkan Bian. Pasti semua orang akan menyayangkan keputusan Bian. Bahkan Mas Alifpun begitu. Mas Alif terlalu sayang dengan pekerjaan Bian yang katanya bagus. Bekerja di perusahaan besar ternama dengan gaji lebih dari cukup. Sementara Mas Alif hanya karyawan perusahaan biasa. Kenapa Mas Alif tidak meyakini diriMu ya Allah. Mengapa rejeki yang Engkau titipkan melalui Mas Alif lebih sedikit dari yang Engkau titipkan padaku? Jika saja tidak seperti itu, maka mungkin aku bisa menjadi Ibu-ibu pada umumnya. Ibu rumah tangga yang bangun pagi menyiapkan sarapan keluarga, Kemudian melihat anaknya berangkat sekolah dengan Ayahnya sampai menghilang di balik pintu, kemudian mengerjakan pekerjaan rumah. Begitu siang hari pekerjaan sudah selesai, bisa santai menonton televisi di ruang tamu sambil ngemil kripik kentang favorit atau biscuit coklat kesukaan sambil menunggu anak-anak pulang sekolah.

Begitu anak-anak pulang sekolah, Bian bisa membantu mereka mengganti pakaian, kemudian makan bersama di meja makan panjang di ruang tengah sambil mendengarkan cerita anak-anak tentang kegiatan mereka. Selesai makan, Bian membantu mereka mengerjakan PR sampai sore. Saat sore tiba, sambil menunggu kepulangan Mas Alif dari bekerja, Bian buatkan teh hangat kesukaannya.

Menjadi Ibu-ibu normal dengan kegiatan normal dengan keadaan ekonomi kami yang mencukupi yang Bian mau ya Allah. Bukan keadaan ekonomi yang mencukupi, namun kehilahangan banyak waktu untuk itu.

Ya Allah Bian menyerah. Maaf kan Bian. Sudah terlalu lama Bian merasa tidak ada lagi yang mendukung keinginan Bian itu. Bahkan Mas Alif. Selesai sudah kesabaran dan ketegaran Bian selama ini. Maafkan Bian ya Mas Alif, Ibu, Kakak, Nila, dan Ade. Bian GAGAL menjadi yang kalian harapkan. Bian terlalu lelah.

Selamat Tinggal !!!"

Bian mengakhiri hidupnya dengan melompat dari atap gedung tempatnya bekerja. Akhirnya Bian beristirahat seperti keinginannya selama ini. Tidak ada lagi suara jeritan atau panggilan atau langkah kaki yang dapat membangunkan Bian. Kini Bian benar-benar pulas tertidur. Bian tak lagi ada.

Semoga bagi yang masih memiliki istri, ibu, anak perempuan masih bisa mendengarkan jeritan hati mereka. Terkadang masalah sepele dimata kita, belum tentu sepele bagi orang lain. Bian yang hatinya rapuh, mudah goyah sangat membutuhkan dukungan. Dukunglah, manjakanlah istri anda tanpa mengeluh, tanpa mengeluarkan kata-kata "Sabar ya, Tegar ya, Yang kuat ya" . Kata-kata itu tidak mampu menopang beban hidupnya.

Jumat, 22 Mei 2020

Cinta Pertama

Hari ini umurnya tepat menginjak 32 tahun. Pria baik, Berwajah tampan, Bertubuh gagah, dengan ekonomi yang berkecukupan, dan karir cemerlang yang luar biasa masih saja tidak menunjukkan tanda-tanda ingin menikah. Bukan karena Ia masih ingin bermain-main dengan banyak gadis. Jangankan bermain-main dengan banyak gadis, satu saja dia belum punya.

Tama bukannya terlalu selektif pada setiap perempuan yang datang padanya. Hanya saja Ia tidak ingin melukai perasaan perempuan yang nantinya akan hidup bersamanya. Bayangan Rima yang masih saja berlari-lari dipikirannyalah yang membuat Ia ragu. Sulit sekali melupakan perempuan itu. Perempuan pertama yang dipacarinya saat SMA dulu. Tak terbayangkan bertahun-tahun Tama tidak juga membuka hatinya untuk perempuan lain. Semenjak Ia lulus SMA, Sarjana dan bahkan saat ini sudah bekerja. Padahal Dimas sahabat karibnya selalu mengingatkan bahwa Rima hanyalah cinta monyet yang harusnya mudah Ia lupakan. Tapi sayang, tidak bagi Tama. Baginya tak ada perempuan manapun yang dapat menandingi semua yang ada pada Rima. Wajahnya yang cantik, Tubuhnya yang proporsional bak model, Otaknya yang cerdas, Wawasannya yang luas, dan Tingkah lakunya yang begitu terlihat High Class.

Saat itu Tama memutuskan masuk ke SMA Sakti. Sejak dulu Tama memang dikenal tampan dan berprestasi. Banyak kesempurnaan yang Tama miliki.  Tama masuk di kelas 1B. Disitulah perkenalannya dengan Rima dimulai.

Gadis itu terlihat sangat energic, lincah dan menarik perhatian semua mata yang memandangnya termasuk Tama. Tidak butuh banyak waktu bagi mereka untuk saling tertarik. Bahkan semua teman-temanpun merasa mereka sangat cocok satu sama lain. Bagaimana tidak? Cowo Tampan dengan Cewe cantik yang kedua-duanya nyaris sempurna. Tak lama merekapun jadian. Layaknya ABG lain yang berpacaran begitupun mereka. Nonton, Makan malam, bahkan belajar bareng sering mereka lakukan. Saat itu Tama merasa sangat bahagia. Karena Rima bukan hanya melengkapi hari-harinya tapi juga membuat prestasi Tama semakin meningkat. Rimapun begitu terlihat sangat mencintai Tama, begitupun sebaliknya. Seolah mereka sepasang Raja dan Ratu yang sudah ditakdirkan hidup bersama selamanya. Dramatis memang, tapi itulah mereka. Tama dan Rima.

Ujian kenaikan kelas sudah usai. Seperti biasa merekalah yang selalu jadi langganan juara kelas. Singkat cerita liburanpun telah usai. Mereka kembali masuk sekolah. Sekarang mereka sudah menginjak kelas 3. Tentunya sudah lebih bisa bersikap dewasa. Ditahun ajaran baru ini ternyata ada seorang siswa baru di kelas Rima. Woooow siswa itu sangat menarik perhatian para siswi. Tentu saja, bagaimana tidak. Dia bernama Jamie, keturunan Belanda berdarah Amerika yang sudah dua tahun tinggal di Indonesia. Jamie dulunya sekolah di Internasional School saat kelas satu dan dua. Kemudian Ia ingin sekali bergaul dengan banyak orang asli Indonesia, sehingga Ia memutuskan untuk pindah sekolah ke SMA biasa. Wajahnya yang blasteran dan tentu saja tampan, membuat semua siswi penasaran dan ingin dekat dengan Jamie si Bule blasteran itu. Tapi tidak dengan Rima. Bagi Rima, cukuplah Tama tambatan hatinya. Tak ada yang menyangka begitu setianya Rima pada Tama. Tapi itulah Rima.

Seperti dugaan banyak orang, Jamie tertarik pada Rima. Jamie yang memang sudah lancar berbahasa Indonesia memberanikan diri menyapa Rima. "Hai.... boleh saya tau nama kamu?" . tanyanya dengan sopan. "Hai, nama gue Rima. Sorry ya gue mau ke toilet" . Jawab Rima kemudian sambil bangkit dari kursinya seperti tidak mempedulikan Jamie. Rupanya sikap Rima yang sedikit angkuh membuat Jamie semakin tertarik untuk mengenalnya lebih jauh. Karna selama ini tidak ada satu wanitapun yang tidak bisa Jamie taklukan. Itulah Jamie. Si bule yang selalu berhasil menaklukan banyak wanita. Entah berawal dari mana akhirnya Jamie memiliki sahabat-sahabat dekat di sekolah itu. Robi, Bagas, dan Doni. Mereka selalu berempat. Sifat mereka yang sangat suka menggoda para siswi tentu saja sangat membuat Rima risih jika mulai di dekati oleh Jamie.

Singkat cerita akhirnya sebentar lagi ujian akhir segera tiba. Dua minggu lagi ujian, tama bermaksud mengajak Rima belajar bersama seperti biasa. Tapi dicari ke manapun bahkan di tiap sudut kelas, perpustakaan, kantin, atau tempat-tempat yang biasa Ia dan Rima kunjungi tidak nampak sosok Rima. "Hei, kalian gak liat Rima di mana?" . Tanya Tama dengan teman-teman dekat Rima. Namun tak seorangpun yang tau. "Ke mana ya Rima, gak biasa-biasanya dia absen tanpa ngasih tau gue". Guman Tama dalam hati. Sudah sejak pagi Tama mencari Rima. Di sekolah tidak ada, di telepon pun tak diangkat, bahkan di SMS juga tidak di balas. Perasaan Tama gelisah. Entah ada apa dengan Rima. Tapi memang tidak seperti biasanya Rima menghilang dan tidak memberi kabar pada Tama. Akhirnya sepulang sekolah Tama memutuskan menemui Rima di rumahnya. Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Tama segera pergi ke rumah Rima. Tapi apa yang didapatkannya sangat membuat Tama semakin gelisah.

"Mbok, Rima ada? Kenapa hari ini Rima ngga ke sekolah ya mbok?" . Tanya Tama kepada Mbok Darmi pembantu rumah Rima dari balik gerbang besar rumah Rima.

"Aduh mas, si mbok bingung. Mbok gak bisa ngomong apa-apa. Yang jelas, den Tama sebaiknya berhenti cari non Rima mulai sekarang. Jangan lagi berusaha untuk ketemu non Rima ya Den".

Jawaban Mbok Darmi membuat Tama justru semakin penasaran. Ada apa ini? Kenapa Mbok darmi aneh?.

"Mbok, jangan bikin saya bingung. Tolong jawab aja Rima di mana mbok. Apa alasannya saya gak boleh ketemu Rima lagi?". Tanya Tama penasaran.

Belum sempat Mbok Darmi menjawab, tiba-tiba dari arah dalam rumah muncul Ibunda Rima sambil berteriak. "Mbok Darmi, cepat masuk. Biar saya yang jelaskan ke Tama". Teriak Ibunda Rima sambil menghampiri Tama dan Mbok Darmi yang masih berdiri terpisah pagar besi besar itu.

Tama, sebelumnya tante dan om minta maaf. Begitu juga dengan Rima. Sebaiknya mulai detik ini juga, kamu berhenti cari Rima. Tidak usah lagi kamu berusaha mencari Rima ya Tama. Tante mohon". Kata-kata ibunda Rima begitu membuat Tama terkejut. Kenapa? ada apa ini? Ibunda Rima yang selalu mendukung hubungan kami, yang selalu baik hati pada Tama. Justru seperti ingin memisahkan mereka. Tama semakin bingung dan penasaran. "Tapi tante, tolong jelaskan dulu apa alasan saya gak boleh lagi ketemu Rima? Apa kesalahan yang udah saya buat hingga membuat tante dan om mau memisahkan kami tante? Sebelumnya Tama minta maaf tante. Tapi sepertinya selama ini Tama tidak berbuat sesuatu yang menyulitkan atau bahkan menyakiti Rima. Ada apa tante? Tolong kasih tau Tama".

Ibunda Rima terdiam sejenak. Sambil menghela nafas ringan Ia berucap "Rima yang inginkan ini semua Tama. Rima bilang, Ia ingin berhenti menemuimu. Tolong kamu hargai keputusan Rima. Biarkan Ia sendiri memikirkan apa yang akan ia katakan nanti saat sudah siap bertemu kamu Tama. Sekarang sebaiknya kamu pulang. Maaf Tama, tante gak bisa lama-lama. Kemudian Ibunda Rima bergegas masuk meninggalkan Tama yang masih berdiri kebingungan di balik pagar besi itu. "Apa yang gue lakuin sih? Apa ada kesalahan yang gue sendiri gak sadar udah ngelakuin nya? tapi apa" . Tama masih bertanya-tanya dalam hati.

Dengan berat hati akhirnya Tama melangkahkan kaki beranjak pulang dengan pikiran yang masih dipenuhi banyak pertanyaan. "Kalopun memang gue bikin salah atau mungkin Rima yang berbuat kesalahan, kenapa juga dia sampe gak masuk-masuk sekolah lagi? Apa sebegitu besarnya kesalahan kami hingga Rima harus pindah sekolah?. Masalahnya, Rima pindah sekolah ke mana" . Pertanyaan-pertanyaan itu makin membuat Tama frustasi. Sesampainya di rumah, Tama langsung bergegas masuk ke kamar, membuka ponsel dan berusaha  keras menghubungi Rima. Masih tersambung, hanya saja ratusan kali di hubungi, Rima tetap tidak mengangkat ponselnya. Karna kesal, akhirnya Tama mengirim pesan.

"Rima sayang, kalo aku ada salah, tolong ngomong. Masih bisakan kita perbaiki. Ada apa dengan hubungan kita? Kenapa kamu menghilang? Berhari-hari tidak ke sekolah. Apa kamu pindah sekolah? Tolong Rima jangan membisu. Setidaknya aku ingin tau apa masalah kita? Apakah aku atau kamu yang bermasalah. Jika masalahnya ada padamu, aku yakin seyakin yakinnya, aku masih sanggup menerima dan bersedia memperbaiki apapun demi masa depan kita. Tapi jika ternyata aku yang berbuat salah, tolong Rima, jelaskan padaku kesalahan apa yang kuperbuat hingga membuat kita jadi seperti ini?".

Tak ada balasan apapun dari Rima. Dengan rasa tidak sabar, Tama kembali berusaha menghubungi Rima. "Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada dalam jangkauan service area. Cobalah beberapa saat lagi". Akhirnya kalimat itu yang menjawab telpon Tama. Kalimat yang paling ditakuti Tama ketika harus menghubungi Rima. Kalimat ketika ponsel Rima tidak aktif atau sengaja dimatikan karna Rima ngambek. Memang sudah menjadi kebiasaan Rima. Ketika ia marah atau merajuk, ia pasti akan sengaja mematikan ponselnya agar sulit dihubungi. Rima sengaja berbuat begitu agar Tama pujaan hatinya kebingungan dan mau tidak mau datang langsung ke rumahnya untuk bertemu.Dan jika mereka sudah bertemu, maka masalah sebesar apapun yang terjadi dalam hubungan mereka pasti akan selesai begitu saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa.

Tapi permasalahan kali ini sungguh berbeda. Sangat tidak dimengerti Tama. Semuanya membingungkan.

Setiap hari Tama berusaha menghubungi Rima dengan cara apapun. Sampai pada akhirnya, ketika Tama mendatangi lagi kediaman Rima.

Tama hanya menemukan bangunan kosong tanpa penghuni. Satpam yang biasanya sigap berjaga di halaman rumahpun tidak nampak.

"Maaf Bu, numpang tanya. Yang punya rumah ini pada ke mana ya Bu? Koq sepertinya sepi sekali. Bahkan satpampun gak ada" . Tanya Tama pada seorang Ibu yang kebetulan melintas di depan rumah Rima. "Oooh keluarga Mba Rima ya? Sudah pindah mas. Semalam pindah-pindah barangnya. Kalo orangnya sudah sejak tiga hari yang lalu kalo saya ndak salah ingat. Soalnya Ibunda Mba Rima sempat pamit sama saya. Memang, ada apa mas?". Tanya Ibu itu dengan wajah penasaran.

"Ada perlu aja sih Bu. Apa Ibunda Rima meninggalkan alamat atau pesan untuk tamu yang mungkin datang Bu?". Tanya Tama lagi.

"Mmmh.... kalo tamu sih ndak ada Mas, hanya saja Ibunda Mba Rima bilang, kalo nanti ada Mas Jamie datang, disuruh segera ke Rumah Sakit. Itu aja pesennya mas" . Jawabnya dengan wajah santai. Pikiran Tama makin berkecamuk. Bingung dengan yang sedang terjadi. "Jamie? Jamie yang mana? Jamie siapa sih? Masa iya Jamie bule anak sekolah kita. Ada hubungan apa keluarga Rima dengan Jamie? Tapi apa iya". Tama berjalan pulang dengan banyak pertanyaan dikepalanya. Sungguh membingungkan.

Besoknya di sekolah Tama memperhatikan Jamie. Ia tidak mau salah langkah. Karna yang ia tau, Jamie dan Rima bahkan tidak pernah saling sapa. Sehingga Tama berpikir bahwa tidak mungkin Jamie yang dimaksud Ibu kemarin adalah Jamie di sekolahnya ini. "Ah gak mungkin. Kayanya dia biasa-biasa aja deh seperti gak ada kejadian apa-apa. Mungkin ada saudara atau kerabat Rima yang memang namanya Jamie. Sudahlah nanti kucoba ke rumah Rima lagi". Rupanya Tama masih belum menyerah. Seminggu Ia selalu mampir ke rumah Rima setiap pulang sekolah. Meski Ia yakin akan mendapatkan jawaban yang sama, yaitu rumah yang selalu kosong.

Hari-hari berlalu, waktu terus berjalan. Hingga tak terasa ujian akhir SMA tiba. Tama kurang semangat semenjak kehilangan Rima. Semangat belajarnya merosot drastis. Meski nilainya tidak termasuk buruk, tapi tetap saja nilai Tama turun. Hari-hari belajar bersama yang sering Ia lewati berdua dengan Rima sudah tidak ada lagi. Tama lebih sering melamun ketika belajar sendiri, membayangkan sosok Rima disampingnya dengan senyum manis yang menghias wajahnya ketika meledek Tama yang terkadang salah menjawab soal-soal mudah. Tama sama sekali tidak tertarik belajar lagi.

"Woii bro, kenapa lu bengong aje. Udaah ikut gue yuk". Teriakan Arman teman sekelas Tama membuatnya terkaget dan terbangun dari lamunan. "Eh elu Man. Apaan sih? ikut ke mana?". Tanya Tama penasaran. "Ya ke perpus laah, besok kan mulai ujian akhir. Anak-anak lagi nyari kumpulan soal-soal di perpus. Ayo dong Tam, jangan jadi patah semangat gara-gara ditinggal Rima. Lu harus berhasil dulu. Nanti kalo kita lulus dengan nilai yang keren, baru deh lu cari keluarga Rima lagi. Siapa tau mereka mau nerima lu balik kalo lu bawa nilai kelulusan yang memuaskan. Dengan begitu kan lu bisa buktiin kalo selama ini lu emang jenius, bukan hanya karna ada Rima anak mereka. Ya kan?". Jawaban Arman panjang lebar demi menyemangati Tama.

Akhirnya Tama menuruti ajakan Arman. Di Perpustakaan sudah ada Dara dan Edo. "Hei Tam, gimana perasaan lo sekarang? udah baikan?" . Tanya Dara begitu melihat Tama berhasil di ajak Arman. "Hmm... lumayan. Setidaknya gue masih punya power buat ujian besok lah".

Singkat cerita akhirnya mereka lulus. Meski Tama masih saja memikirkan Rima. Namun Tama tetap berhasil mempertahankan nilai tertinggi di sekolah. Tama melanjutkan ke jenjang S1. Ia berusaha terus melupakan Rima. Tapi itulah kehidupan. Semakin berusaha kita melupakan masa lalu, justru semakin kuat ingatan itu akan melekat. Hari-hari Tama berlalu biasa saja setiap hari. Meski karirnya sukses, Tama tetap sendiri. Entah apa yang ditunggu. Kebiasaan Tama melewati depan rumah Rima setiap hari selasa sepulang kantor, tidak pernah Ia lewatkan. Ya, semenjak Tama kehilangan jejak Rima dan keluarganya. Tama masih tidak juga berhenti mencarinya. Salah satunya dengan mejadwalkan setiap selasa malam sepulang kantor Ia sengaja melewati rumah Rima. Siapa tau akan terlihat ada kehidupan di rumah itu. Tapi sudah bertahun-tahun berlalu, semua sia-sia. Tidak ada apapun yang Tama temukan. Bahkan rumah itu kini sudah ditumbuhi rumput-rumput liar dan ilalang di halaman depannya. Tidak terurus. Entah apa yang terjadi dengan keluarga Rima.

Bersambung........

Bagaimana kelanjutan kisah Tama dan Rima? Apakah mereka ditakdirkan bertemu kembali?

Ikuti terus kisahnya di posting selanjutnya yaa.....

Link Terkait :

Episode 1

Episode 2

Episode 3

Episode 4 (End)

Rabu, 20 Mei 2020

Cinta Pertama (Eps.2)

Cerita sebelumnya (Klik disini)

Link Terkait :

Episode 1

Episode 2

Episode 3

Episode 4 (End)

16 tahun sudah Ia lewati dengan kesendirian. Waktu yang sangat lama untuk melupakan. Berkali-kali Ibunda Tama mengenalkannya dengan banyak gadis. Tapi tak ada satupun yang menarik hati Tama. "Nak, sampai kapan kamu sendiri terus? umurmu itu lho. Teman-temanmu banyak yang anak-anaknya sudah pada gadis. Sementara kamu? Jangankan anak, jangankan istri, pacar saja tidak pernah kamu bawa ke rumah. Kamu sebenarnya menunggu apa nak'?" . Kalimat Ibunya sudah terlalu sering Ia dengar. Tapi apa boleh buat. Memang itu yang sedang terjadi padanya. Sendiri di umur yang sudah kepala tiga. Jangankan Ibunya, teman dekatnyapun tidak pernah berhasil membuat Tama jatuh hati kepada gadis manapun. Tapi Dimas tidak pernah putus asa menghadapi sahabatnya ini.

Dihari yang terik ketika itu hari selasa. Jadwal dimana Tama harus melewati jalan rumah Rima sepulang kantor. Dimas sudah sangat tahu kebiasaan sahabatnya itu. Tapi hari ini Dimas berencana menggagalkan jadwal rutin Tama sahabatnya itu.

"Tam, hari ini kita ada meeting client penting lho sore nanti" . Tama hanya terdiam seperti berfikir sesaat, kemudian Ia menjawab "Iya gue tau koq harus hadir. Tenang aja gue pasti hadir" .

Sepulang kantor, Tama dan Dimas bergegas menuju salah satu Mall besar di Jakarta. Karna pertemuan dengan client penting tersebut memang di cafe. Pikiran Tama tetap tertuju ke rumah Rima. Hari ini jadwal Tama melewati rumah Rima. Tapi apa boleh buat, rupanya hari ini Tama harus lewat lebih malam dari biasanya. Karna bagaimanapun Ia tidak mungkin mengabaikan client penting yang harus ditemuinya hari ini. Meeting berjalan dengan lancar. Tama, Dimas, dan Client nya berbincang mengenai kerjasama perusahaan mereka.

"Maaf, saya permisi sebentar ke toilet" . Tama ijin meninggalkan mereka, saat Tama bangkit dari duduknya, tiba-tiba matanya terpaku pada satu tujuan, pada seorang wanita dengan gadis remaja yang keluar cafe sesaat setelah Tama berdiri. Ia tidak begitu yakin siapa sosok wanita yang dilihatnya itu, tapi semakin Ia menatap jauh ke arah wanita tersebut berjalan, Tama menjadi sangat yakin bahwa yang dilihatnya adalah sosok Rima. "Rima? Dengan siapa dia? Tapi apa iya itu Rima?" . Masih sambil berfikir keras, Tama terkaget dari lamunannya dan bergegas berlari-lari kecil menuju pintu keluar cafe, berusaha keras untuk tidak melepaskan pandangannya dari wanita yang Ia pikir Rima. Ia terus berjalan dengan cepat demi mengejar wanita itu. Tapi sayang, sosok itu menghilang di persimpangan jalan. Tama tidak gentar Ia mencari ke sekeliling, terus berputar dalam Mall yang sangat luas itu. Membuat Dimas dan Client nya menunggu hingga dua jam lebih. Dimas mencoba menelpon ponselnya, tapi ternyata ponselnya berdering di meja cafe tempat mereka meeting. Tama meninggalkannya karna terburu-buru.

"Aduuh mana lagi nih si Tama. Koq ke toilet lama banget". Gumam Dimas dalam hati. "Oke deh pak jika begitu saya pamit sekarang saja, mohon sampaikan salam saya kepada pak Tama dan minta maaf tidak bisa menunggu beliau lebih lama lagi" . Client mereka pamit sambil berdiri dan menyalami Dimas. "Oh iya Pak. Saya terima kasih sekali pertemuan kita kali ini memperjelas status kerjasama perusahaan. Nanti akan saya sampaikan salam Bapak kepada Pak Tama. Mungkin terjadi sesuatu, saya akan menyusulnya saja Pak" . Jawab Dimas sambil mempersilahkan clientnya berpamitan.

Setelah membayar bill cafe dan membereskan berkas-berkas kantor, Dimas bergegas menuju toilet. Tapi Ia tidak menemukan Tama.

Akhirnya Dimas memutuskan kembali ke cafe, takut-takut Tama juga akan kembali ke sana. Dimas memesan es kopi kesukaannya. Sambil menunggu Tama Ia mencoba menghubungi rumah Tama. Siapa tau Tama bergegas pulang karna ada sesuatu. Tapi ternyata Tama juga belum pulang. Ibunya yang menjawab telepon Dimas. "Apa iya yah dia gak sabaran nunggu meeting selesai, terus pake alesan mau ke toilet padahal buru-buru pergi ke rumah Rima. Tapi gak mungkin, kalo iya, pasti handphonenya dibawa kan". Dimas bertanya-tanya sendiri. Sudah berjam-jam Tama menghilang, akhirnya Dimas memutuskan untuk pulang. Tapi ketika Ia bangkit dari kursi cafe, tiba-tiba Tama mengagetkannya dari arah belakang. "Dim, sorry...sorry banget. Tadi gue nyari Rima" . Suara Tama masih tersengal-sengal seperti keletihan. "Ya ampun Tam, lu tuh yang bener aja sih. Ninggalin client cuma buat ke rumah Rima trus lu balik lagi ke sini? Emang jadwalnya ga bisa diundur sebentar aja? Kan balik dari meeting lu bisa lewat sambil pulang Tam. Wah, bener-bener keterlaluan lu, gue jadi gak enak sama client. Untungnya semua berjalan lancar. Meeting kita udah kelar, tinggal tunggu berkas yang harus lu tandatangin besok. Besok siang sekretarisnya Pak Hamdan yang datang ke kantor kita untuk serahin berkasnya" . Dimas menjelaskan dengan nada sedikit marah.

"Aduh maaf banget Dim, tadi itu gue bukan ke rumah Rima. Tapi pas mau ke toilet tadi, tiba-tiba gue seperti ngeliat dia Dim. Sumpah itu kaya dia banget. Lu tau kan selama ini penasarannya gue gimana buat ketemu sama dia. Jadi gue pikir kalo memang itu Rima. Bagaimanapun gue harus nemuin dia. Jadi tadi gue coba kejar dia. Tapi sayang ga ketemu. Dia ngilang gitu aja dipersimpangan" . Tama menjelaskan yang terjadi selama Ia menghilang saat meeting dengan client tadi. Dimas terdiam sejenak. Kemudian berkata "Mungkin lu salah Tam, kalo memang itu Rima kenapa baru sekarang lu ketemu dia. Apa iya setelah 16 tahun dia kembali ke Jakarta. Menurut tetangganya kan Rima sekeluarga pindah keluar negeri Tam. Mungkin lu cuma lagi kepikiran aja karna hari ini jadwal lu lewat rumah dia harus tertunda" . Tamapun terdiam seperti berfikir. Tapi dalam benaknya Ia terus meyakini bahwa yang dilihatnya tadi adalah memang benar Rima.

Dalam perjalanan pulang, Tama seperti biasa membelokkan mobilnya ke arah jalan rumah Rima. Ia semakin penasaran. Jika memang benar yang Ia lihat tadi adalah Rima, ada kemungkinan Rumah itu ada penghuninya saat ini.

Sayang, pemandangan masih tampak seperti hari-hari sebelumnya. Selalu sepi dan makin tampak menyeramkan karna tidak terurus belasan tahun.

Sesampainya di rumah, Tama merebahkan diri ke kasurnya yang empuk. Terus saja berfikir apa yang harus Ia lakukan selanjutnya. Mungkinkah Ia harus mengunjungi Mall itu setiap hari? Siapa tau Ia akan bertemu lagi dengan sosok wanita tadi dan menghilangkan penasarannya. Tapi kegiatan Tama sudah semakin banyak. Karna tanggung jawab jabatan di perusahaan tempatnya bekerja yang semakin hari semakin menyita waktu. Lagipula, tidak mungkin orang setiap hari pergi ke mall. Tidak terasa Tama tertidur lelap sebelum sempat melepaskan pakaian kerjanya.

Pukul 10:00 pagi. Matahari menyeruak dari balik jendela kamar. Tama terbangun karna silaunya yang luat biasa di jam-jam itu. "Hmmm.... ketiduran sampe jam segini. Terlalu banget gue ini. Kenapa ya. Sampe kapan mikirin Rima. Setidaknya gue harus buka hati gue untuk perempuan lain. Gimana kalo ternyata Rima sendiri udah berumah tangga? Apa gunanya gue nunggu dia?". Hati Tama bergejolak seolah ada perasaan tidak puas dalam dirinya. Ia merasa sudah waktunya Ia mengakhiri pencariannya. Hari minggu yang cerah ini Tama memutuskan pergi ke Mall tempat kemarin Ia bertemu sosok wanita yang mirip Rima. Dia pikir siapa tau wanita itu jalan-jalan lagi. Mungkin saja, karna di hari minggu kebanyakan orang senang jalan-jalan meski hanya ke mall. Tama mandi, berpakaian, dan bergegas ke halaman menstarter mobilnya. "Tamaa... gak sarapan dulu? Kamu pulang terlalu larut dan sekarang baru bangun sudah mau pergi lagi tanpa makan apa-apa dulu". Ibunya berteriak dari teras rumah sambil berdiri memperhatikan Tama yang sudah siap di bangku kemudi. Tama berfikir sejenak. "Iya juga ya, semalam di cafe cuma pesan cemilan ringan dan es kopi. Sampe sekarang belum makan. Ah gampanglah". Batin Tama dalam hati. "Gak usah Bu, Tama sarapan di jalan aja nanti". Teriak Tama menjawab pertanyaan Ibunya dari dalam mobil sambil kemudian memundurkan mobilnya keluar pintu gerbang rumah. Tamapun berlalu.

Sesampainya di mall, Tama menuju toko buku besar di lantai dasar. Ia memang hobi membaca. Meski dijaman yang serba canggih ini pengetahuan bisa di dapat dari googling dan segala sesuatunya selalu menggunakan internet, tapi bagi Tama membaca buku lebih mengasyikan. Larut dalam buku yang sedang dibacanya. Tiba-tiba buku yang dipegang Tama terjatuh karna tersenggol oleh orang lain. "BRUUK...". Tama dan orang yang menyenggolnya sama-sama tertunduk mengambil buku yang terjatuh itu. "Aduh maaf mas saya ngga sengaja" . Kata perempuan yang yang tanpa sengaja menjatuhkan buku yang sedang Tama baca. "Oh gapapa Mba santai aja. Saya juga salah terlalu lama berdiri di sini" . Ketika mereka saling berpandangan. Keduanya kaget bukan kepalang. Karna mereka saling kenal dekat satu sama lain. Ya, perempuan yang menabraknya hingga menjatuhkan buku ini tidak lain adalah Rima. Rima yang selama ini Tama cari, Rima yang selalu mengganggu pikiran Tama, Rima yang menghilang tanpa jejak dan membuat Tama tetap setia menunggu.

Di cafe mereka duduk dan terdiam. Rima mengeluarkan handphonenya dan mengetik pesan entah ditujukan kepada siapa. Tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Sebetulnya banyak sekali pertanyaan dalam otak Tama yang ingin sekali Tama lontarkan. Bahkan jika perlu Tama ingin sekali memaki perempuan yang ada dihadapannya ini. Tapi terus terang, rasa rindu Tama kepadanya jauh lebih besar daripada rasa benci dan kecewa karna ditinggal tanpa pesan. Tama terdiam dengan wajah masam yang paling tidak enak di lihat. Akhirnya Rima membuka pembicaraan.

"Mmm.... kamu apa kabar Tam? Keliatannya sehat dan sukses ya?" . Tanya Rima dengan suara gugup. Tama ingin sekali marah padanya. Tapi apakah pantas. Siapakah dirinya. Dia merasa saat ini Ia bukan siapa-siapa perempuan ini. Ia merasa tidak ada hak menuntut apapun darinya. Toh selama ini Ia sendiri yang memutuskan menunggu perempuan di hadapannya ini. Tapi nyatanya Ia tidak tahan dengan semua keadaan akhirnya Iapun melontarkan pertanyaan yang selama ini membuatnya penasaran.

"Kamu ke mana aja Rim, kenapa bikin aku jadi begini? Kamu tega bikin aku nunggu tanpa kepastian. Kamu tau berapa umur aku sekarang dan aku masih aja nunggu kamu Rim?" . Rima terkejut dengan pertanyaan Tama dan apa yang dinyatakannya. Selama ini Rima berfikir jika Tama sudah move on. Sudah belasan tahun masa lalu mereka terjadi. Tidaklah mungkin bagi seorang pria tampan dan mapan seperti Tama belum memiliki istri atau mungkin kekasih. Tapi pernyataan Tama barusan membuat Rima tidak habis pikir.

"Apa kamu bilang? Nunggu aku? Tama please jangan ungkit-ungkit yang udah lalu. Kita sudah sangat dewasa dan sudah punya kehidupan masing-masing. Bukannya kita bisa menjadi teman baik dan melupakan semua yang pernah terjadi? Tam, enambelas tahun bukan waktu yang sebentar untuk kita menjalani kehidupan kita masing-masing. Gak mungkin kan kamu masih aja nungguin aku? Lagipula saat kepergian keluargaku bukannya sudah mama papa bilang kalo aku yang udah memutuskan untuk tidak lagi menemui kamu? Bahkan si Mbok juga sudah bilang itukan Tama?".

Ya Tuhaan, ternyata selama ini Rima dengan entengnya berpikiran jika mereka memang sudah tidak ada apa-apa lagi dan sudah menemui jalannya masing-masing. Tama rasanya terbakar emosi, ingin rasanya Ia berteriak pada perempuan yang sedang dihadapannya itu. Tapi Ia berusaha menahan amarahnya.

"Rima, jadi selama ini kamu tidak merasa kalo sikap kamu itu keterlaluan? Kamu titip pesan ke orang rumah kamu supaya aku jangan lagi menemui kamu dan semuanya kamu anggap selesai begitu aja? Rima, belasan tahun aku cari kamu, belasan tahun juga aku selalu lewat depan rumah kamu. Gak ada satu perempuanpun yang bisa mengisi kekosongan hati aku. Dan sekarang kamu tetap gak mau menjelaskan apa-apa Rima?".  Rima terdiam, bingung apa yang harus Ia katakan. tapi Ia benar-benar tak habis pikir. Laki-laki dewasa yang ada di hadapannya ini ternyata masih menunggunya dengan setia. Tiba-tiba obrolan mereka dikagetkan oleh sesosok gadis remaja yang tiba-tiba saja muncul ke hadapan mereka.

"Moom, what are you doing here? Why took you so long? I'm waiting you there. Who's this men?" (mah, apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa lama sekali? Aku menunggumu di sana. Siapa laki-laki ini?) .

Gadis cantik berparas blasteran itu beribcara pada Rima dengan bahasa inggris yang sangat fasih. Tama makin terkejut dan makin hancurlah perasaannya. Ya Tuhan, ternyata Rima sudah punya putri cantik yang sudah remaja. Sejak kapan Rima menikah. Begitu cepatnyakah Rima berpindah hati sementara Tama cinta lamanya masih saja menantikan kehadirannya yang bahkan diumurnya yang sudah tidak muda lagi.

"Mmmh... Tam, kenalin ini michelle anak aku. Michelle, ini Om Tama, teman mama di SMA dulu" . Rima kelihatan canggung. Tapi Ia berusaha terlihat tenang dihadapan putrinya. "Ooh teman mama. Hai Om, aku michelle. Senang ketemu Om. Koq, gak pernah main ke rumah Om?" . Michelle memperkenalkan diri dengan logat inggrisnya yang masih kental meski menggunakan bahasa indonesia sambil menjabat tangan Tama.

"Oh iya michelle, rencananya Om memang ingin main ke rumah michelle hari ini. Kalo mama michelle ngijinin sih" . Jawaban Tama mengejutkan Rima. Ia tidak menyangka Tama akan berkata seperti itu. Memang Tama jadi ingin sekali berkunjung ke rumah Rima demi melihat siapa sosok laki-laki yang berhasil merebut pujaan hatinya belasan tahun lalu. Sampai Rima tega meninggalkannya bahkan hanya menitipkan pesan pada orangtua dan pembantunya. Tama sangat geram dan penasaran dengan laki-laki itu.

"Gak mungkin michelle, hari ini kan kita ada janji sama oma mau jenguk aunty di rumahnya ". Rima seperti menghindar agar Tama tidak berkunjung ke rumahnya. "Oh iya ya, ok deh om, makasih atas minatnya berkunjung ke rumah kita. Tapi mungkin lain kali ya om. Aku sama mama harus pergi dulu".

"Oh begitu. Ok michelle gapapa, lain kali om pasti mampir. Kalo boleh minta alamat lengkap ya michelle biar Om bisa main kapan-kapan" . Tama tidak lagi ingin hilang kesempatan sehingga Ia dengan sigap berfikir harus bertemu Rima lagi lain waktu. Sehingga Ia dengan cepat meminta alamat rumah mereka. "Iya Om, di jalan..." . Baru saja Michelle ingin memberi alamat lengkap tiba-tiba saja Rima memotong. "Michelle....." . Kata Rima sambil menatap dalam wajah putrinya.

"Lho kenapa mom, om kan teman lama mama. Memang kalian tidak ingin berbincang banyak?" . Tanya michelle penasaran. Tapi Tama tidak kehilangan akal. "Gapapa michelle, mungkin mama sibuk. Michelle sekolah di mana sekarang?" . Tanya Tama lagi. "Di Cambrige International School om" . Jawab michelle kemudian.

Tidak lama merekapun berpamitan pada Tama yang masih terlihat penasaran dengan semua cerita di balik rumah tangga Rima selama belasan tahun itu. "Ok Om, aku sama mama pergi dulu ya. Semoga lain waktu ketemu lagi".

Tama sangat amat sekali kecewa dengan apa yang didapatnya saat ini. Rasa penasarannya masih juga tidak hilang meski Rima sudah Ia temukan. Hancur hatinya berkeping-keping. Tapi Ia tetap berusaha tegar. Ia berpikir apa yang akan Ia lakukan selanjutnya. Apakah Ia harus melupakan Rima begitu saja? Rima yang belasan tahun yang membuatnya menunggu, Rima yang tidak pernah hilang dari pikirannya. "Aah, sekarang Rima sudah bahagia dengan keluarga kecilnya. Rasanya aku sudah tidak pantas lagi menantinya. Tapi apa pantas aku diperlakukan seperti ini. Tapi bagaimanapun juga, aku yang memutuskan sendiri untuk menunggunya. Tidak ada seorangpun yang memaksaku menanti dia kembali. Tidak ada yang dapat dipersalahkan selain diriku sendiri". Gumam Tama dalam hati.

Memang cinta tak ada logika. Itulah yang sedang Tama alami saat ini. Meski Ia sudah menemukan kenyataan bahwa kekasih hatinya telah berkeluarga. Ia tidak juga dapat melepaskannya begitu saja. Terlebih lagi, Rima masih sangat terlihat muda meski sudah memiliki putri yang sudah tumbuh remaja. Wajah muda Rima tidak banyak berubah begitupun perasaan Tama.

Esoknya Tama mencari alamat sekolah michelle. Hanya dengan bertemu michelle lah kemungkinan besar rasa penasaran Tama akan terjawab. Begitu yang Ia pikirkan.

Pukul 13:00 di depan sekolah michelle. Tama menunggu dalam mobilnya sambil terus menatap ke arah gerbang sekolah. Menanti kemunculan michelle. Bel pulang sekolah tidak juga berbunyi meski Tama sudah menunggu hampir lebih dari satu jam. Tapi Tama tidak menyerah. Tepat pukul 15:00 akhirnya jam pulang sekolah tiba. Bel berbunyi siswa siswi berhamburan keluar. Tama keluar dari mobilnya mencari-cari keberadaan michelle. Tama pikir akan mudah menemukan gadis remaja berwajah blasteran seperti michelle. Namun rupanya sekolah internasional ini dibuat memang khusus anak-anak blasteran atau WNA yang tinggal di indonesia. Meski banyak juga pribuminya, tapi tetap saja Tama tak dapat menemukan michelle. Tama tidak ingin menyerah. Ia hentikan anak-anak yang keluar gerbang. Satu persatu Ia tanyakan. "Hei, apa kamu kenal michelle, kira-kira dimana dia sekarang?" . Tanya Tama kemudian. Tapi tak satupun yang tau keberadaan michelle. Sampai akhirnya sekolah sepi, michelle tak juga muncul dari dalam sekolah.

Ketika Tama tampak menyerah dan akan masuk menuju mobilnya. Tiba-tiba Tama terkejut dengan kemunculan michelle yang menepuk bahunya.

"Bener Om Tama ya? Lho, lagi apa di sini?" . Tanya michelle sambil menepuk bahu Tama dari belakang. "Akhirnya Om ketemu kamu juga. Memang Om sengaja ke sini mau ketemu michelle ". Jawab Tama kemudian. "Ketemu aku? Ada apa Om" .

Tama dan Michelle duduk di sebuah cafe tidak jauh dari sekolah Michelle. Kira-kira, beginilah perbincangan mereka !

  • Tama : "Mungkin michelle bingung ya Om sengaja cari michelle sampai ke sekolah segala" .
  • Michelle : "ya pasti lah Om. Emang ada apa Om? ada yang penting sama Mommy? Kenapa gak disampaikan aja sendiri Om?" .
  • Tama : "Michelle kan tau mommy michelle ngga mau kasih alamat kalian ke Om. Gimana Om mau ketemu Mommy kamu? Mungkin mommy takut jadi gak enak kalo pas Om dateng saat ada daddy kamu di rumah".
  • Michelle : "ih Om ada-ada aja, aku mana punya daddy" .
  • Tama : "Hah? Kamu gak punya Daddy gimana maksudnya?" . (Dengan wajah sangat terkejut)
  • Michelle : "Iya Om, mommy and daddy aku emang ga pernah nikah. Gak ada satupun dari mereka yang mau jelasin ke aku yang sebenarnya gimana. Cuma yang aku tau, mommy really hate Daddy. Saat Daddy datang, mommy selalu menghindar dan hanya biarkan aku dan daddy ngobrol tanpa ada mommy. Kita jarang sekali kumpul bertiga Om. Aku gak pernah punya keluarga yang utuh. Jadi daddy datang hanya sekali sebulan untuk lihat perkembangan aku. Kata oma, mommy sebenarnya gak cinta sama daddy. Tapi aku disuruh tanya sendiri ke mommy nanti saat aku udah 17 tahun. Padahal I feel not a child anymore. But no one want reason to me why my family's broken. Maaf Om, aku jadi nangis.
  • Tama : "Maaf ya Michelle, jadi buka luka hati kamu. Apa boleh Om main ke rumah kamu? Kalo boleh yuk sekalian om antar kamu pulang".
  • Michelle : "I'm so happy now, because gak pernah lihat wajah mommy yang kelihatan happy banget ketemu teman lamanya seperti Om. Makanya aku senang waktu mommy ketemu Om di cafe kemarin. Pulang dari cafe mommy bengong-bengong sendiri kemudian smiling. Ayo Om kita pulang. Mudah-mudahan mommy mau terima kedatangan Om ya, karna kemarin mommy gak kasih ijin aku untuk kasih alamat kita ke Om".

Sesampainya di rumah Michelle, Tama sedikit terkejut. Karna ternyata rumah michelle atau Rima tidak jauh dari rumahnya. Bahkan hanya berbeda beberapa blok. Tapi menurut michelle, mereka sudah tinggal di rumah itu sejak umur michelle 8 tahun. Artinya selama 8 tahun ini sebenarnya mereka tinggal berdekatan. Ya Tuhaaan, kenapa tidak pernah sengaja ketemu sekalipun padahal jaraknya amat dekat. Memang jika Allah sudah berkehendak meski wajah di sebrang matapun tidak akan nampak. Michelle menekan klakson mobil Tama keras-keras, kemudian menjulurkan kepalanya keluar jendela agar satpam penjaga rumah membukakan pintu gerbang. Segera satpam bergegas mendorong pintu besar besi itu terburu-buru karna takut nona besar tidak sabaran seperti biasa.

"Lho Non gak pulang sama Mang Parmin?" . Tanya satpam rumah kepada michelle. "Ngga pak, tolong yah telponin mang Parmin. Bilangin saya udah pulang. Tadi lupa banget kabarin mang Parmin. Jangan-jangan masih nunggu di sekolah" . Jawab michelle kemudian. Dia sungguh lupa telah membiarkan supirnya menunggu di sekolah begitu lama. Tamapun jadi merasa tidak enak. Harusnya Ia sadar bahwa anak seperti michelle pastilah selalu di antar jemput supir pribadi. "Pak, mommy at home?" . Tanya michelle kepada satpam. Pak satpam yang sudah terbiasa berbincang dengan anak majikannya yang masih berbahasa campuran ini menjadi terbiasa dan paham maksud ucapan michelle meski tidak terlalu tau artinya. "Ada Non di dalam" . Jawab Pak Satpam kemudian.

"Ayo Om kita masuk" . Ajak michelle kepada Tama sambil menggandeng tangan Tama yang sedang kelihatan ragu-ragu takut kehadirannya di tolak Rima. Akhirnya mereka sampai di ruang tamu. "Sebentar ya Om, aku panggil Mommy" .

"What have you done Michelle? You dont know masalah apa yang sedang kamu hadapi saat ini. Kenapa tidak minta persetujuan mommy dulu mau ajak Om Tama ke rumah? Mommy sudah larang michelle untuk kasih alamat kita ke Om Tama. Kenapa malah kamu ajak dia sekalian datang ke sini?" . Terdengar suara Rima sedikit keras memarahi anaknya karna kedatangan Tama. Tama yang mendengar merasa tidak enak. Tapi Ia tetap ingin bertemu Rima. Apapun yang terjadi. Tama ingin semuanya jelas. Tama tidak ingin Ia salah paham belasan tahun ini. Ia ingin Rima menjelaskan kepergiannya selama ini sampai-sampai dia melahirkan michelle tanpa suami. Terlebih lagi dipikir-pikir, umur michelle persis selama Tama kehilangan Rima selama ini. Michelle lahir saat itu. Menurut perhitungan Tama, Rima mengandung michelle saat Ia masih di bangku SMA. Saat Ia memutuskan untuk tidak ingin bertemu Tama lagi. Apa yang sebenernya terjadi. Siapa yang menghamili Rima dan kenapa Rima tidak mau dinikahi.

"Mommy never explain to me that what happened with daddy padahal aku sudah sebesar ini mom. Aku sudah bisa paham apa yang harus aku dengarkan dan terima. But mommy always menghindar setiap kali aku tanyakan itu sama mommy. Sekarang Om Tama hadir dan aku merasa ini ada sangkut pautnya dengan Om Tama yang mommy bilang hanya teman lama mommy. Mom, aku hidup sama mommy bukan setahun dua tahun mom, tapi since I was born. I never seen you smiling as yesterday after we met him mom. Aku mereasa mommy ada sesuatu dengan Om Tama. Mommy harus jelaskan ke aku dan biarkan Om Tama bertemu mommy karna aku juga want to know why Om Tama really want to meet you mom" .

Michelle memohon kepada Ibunya untuk segera menemui Tama di ruang tamu dan biarkan semuanya menjadi jelas. "Please mommy. I'm not a child anymore. I can accept anything about your past mom" . Rima menghela nafas dan berkata pada putrinya bahwa Ia belum siap untuk bertemu Tama. "I want explain everything you wanna know, but I dont want to meet him now. Please honey, jangan paksa mommy. Pokonya michelle suruh Om Tama pulang dan mommy janji akan ceritakan semuanya. Kisah kamu di lahirkan dan kenapa mommy ngga pernah getting married with your daddy and everything what you need to know. Please, minta Om Tama pergi sekarang juga" . Akhirnya michelle mengalah, kemudian bergegas ke ruang tamu untuk menemui Tama dan menjelaskan bahwa mommy nya belum ingin bertemu.

Tama tidak mau menyerah. Ia memaksa masuk sambil berteriak seolah di rumah itu hanya ada Ia dan Rima. "Rima please. Udah belasan tahun berlalu dan kamu masih mau menghindari aku. Apa salahku? Kenapa kamu begitu jahat berbuat begini. Aku ini laki-laki dewasa. Sudah bukan cowok SMA yang mengejar-ngejar kamu demi mendapatkanmu sesaat. Aku mohon Rima. Satu-satunya cara supaya aku terlepas dari bayang-bayang kamu selama hidupku cuma penjelasan dari kamu. Seberapapun menyakitkannya, seberapapun mengecewakannya aku janji setelah ini aku akan menghilang dari kehidupanmu dan menjalani hidupku selamanya tanpa kamu. Tapi tolong Rima. Temui aku sebentaaar saja aku mohon" . Tama memohon dari balik pintu kamar Rima. Tapi Rima tidak juga keluar bahkan bicara. Ia terdiam dan tak tau lagi bagaimana cara meyakinkan Rima bahwa Ia hanya ingin penjelasan kemudian pergi menghilang dari kehidupan rumah tangganya.

- BERSAMBUNG -

Bagaimana kelanjutan kisahnya, apakah Rima akan membuka pintu kamarnya dan menemui Tama untuk memberinya penjelasan. Atau Rima tetap bungkam dan tidak ingin Tama mengetahui masa lalunya yang pahit.

Nantikan kelanjutan kisahnya di "Cinta Pertama" episode 3.

Oleh ;

Upay

Selasa, 19 Mei 2020

I'm Stalker and I'm Proud

Setiap orang pasti mau orang yang mereka cintai bisa membalas perasaan mereka.

Entah itu sebagai pacar, selingkuhan atau dalam bentuk apapun itu yang penting Si Dia mau membalas

perasaan kita. Oh iya, cerita ini gue tulis berdasarkan pengalaman hidup gue. Alias asli. Cerita kali ini kiriman dari Steven Wijaya. Ceritanya inspirasi dari kisah sendiri katanya. Dan tidak ada satu katapun yang saya edit dalam cerita Steven. Selamat Membaca.

* * * * * * * * * *

Semuanya terjadi pada pertengahan tahun 2013. Waktu itu gue masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Jika dibandingkan dengan murid-murid lain gue ini lebih mirip tipe murid eksentrik. Gue nggak terlalu tertarik pada pergaulan begitu juga dengan yang namanya medsos. Menurut gue itu semua hanya buang-buang uang. Gue memang tinggal di kota besar, tapi telponan sama tetangga sebelah aja udah lebih dari cukup daripada harus eksis di medsos.

Jadi gini, waktu itu jam pelajaran ketiga. Gue lagi sibuk-sibuknya nyari penghapus karena waktu itu kebetulan lagi ulangan harian dadakan. Biasa, guru-guru SMP emang suka bengis sama anak kelas 3.

Udah minjam sana-sini masih aja nggak ketemu. Hampir semua teman kelas yang gue pengen minjem jawabannya. “Sorry, udah gue pinjemin ke Rika.” “Yah, cuman satu.” Tapi ada juga yang cuek bebek. Gue frustasi. Waktu tinggal beberapa menit lagi.

Tiba-tiba ada tangan yang ngulurin sebuah penghapus ke gue.

“Nih, jangan lupa nanti dibalikin.” Katanya sembari tetap fokus ke kertas ulangannya.

“M-Makasih..” gue langsung balik ke tempat duduk dan lanjut ngerjain nomer 4 sama 5.

Aneh, gak biasanya dia baik sama gue. Namanya Alina. Anaknya cantik putih tinggi lagi. Anak kelas banyak yang pada ngejar dia tapi semuanya pada gagal total. Katanya sih Alina itu “Belok” tapi gue gak percaya kalau belum lihat dengan mata kepala sendiri. Kata pepatah, jangan menilai buku dari sampulnya.

Pulang sekolah gue sempat ngelirik Alina bentar. Siapa tahu dia ngungkit dikit soal yang tadi. Tapi hasilnya nihil. Dia juga kayaknya nggak tertarik ngobrol sama gue. Yah, wajar sih. Siapa juga yang mau ngobrol sama anak gak keren gak beken gak ada gaul kayak gue? Dia itu primadona kelas, jadi normal-normal aja kalau dianya gak mau ngobrol sama gue.

Sampai rumah, gue masih kepikiran sama dia. Pas makan malam, tetap aja masih kepikiran. Gue coba mandi tengah malam, tapi sama aja gak ngaruh malahan badan gue jadi kedinginan.

Gue mau ketemuan sama dia.

Itu yang ada di pikiran gua dari tadi. Tapi gimana? Sekarang jam 2 lewat, siapa yang mau diajak keluar jam segini? Lagian kalau dia belum tidur belum tentu juga dia mau jalan sama gue. Dari satu sampai sepuluh kemungkinan gue pasti 0,08 %

Satu-satunya alternative adalah ngecek medsos-nya dia. Gue baru sadar kalau gue ini sebenarnya gak punya satu pun akun medsos. Akhirnya gue mutusin ketik aja nama dia di google. Kurang lebih gini tulisannya.

“Alina Ales*****a SMA 1 ******”

Kurang lebih begitu. Dan emang, namanya orang mujur gue langsung ketemu akun Instagramnya. Gue pelototin satu persatu foto-fotonya sampai mata gue serasa perih. Tapi gue senang bisa memuaskan rasa penasaran sekaligus kangen. Tiba-tiba gue sadar.. gue udah jatuh cinta sama Alina.

Keesokan paginya gue ketemu lagi sama dia. Gue sengaja nyari-nyari alasan buat ngobrol. Tapi naas, dianya pura-pura budeg. Gue tahu kalau orang kayak gue nggak mungkin bisa bicara sama dia. Tapi gue pengen bicara! Gue pengen tahu gimana kabarnya! Gue pengen tahu tadi malam dia makan apa! Tapi semua itu sia-sia karena kondisi gue yang sekarang. Gue nyesel karena gak jadi anak gaul.. gue nyesel dulu gak mau pake medsos..

Penyesalan selalu datang dari belakang.

Pulang dirumah gue mengulangi rutinitas tadi malam. Tapi kali ini bukan cuman Instagram. Twitter, Path, FB gue embat semua. Semakin lama gue semakin ngerasa dekat sama dia walaupun bukan dengan cara yang benar. Gue memberanikan diri bukan hanya stalking di medsos, tapi juga di dunia nyata.

Pulang sekolah, biasanya dia main ke mall sama teman-temannya. Sampai di rumah jam 4 lewat. Kalau hari libur pasti cuman dirumah. Jarang keluar. Dia punya anjing besar, namanya Franky. Bokapnya kerja di sebuah perusahaan. Nyokap ibu rumah tangga. Kakaknya udah kuliah.

Gue tahu ini salah, tapi hanya ini satu-satunya cara untuk dekat sama Alina.

Namun semua itu tidak berlangsung lama. Gue ketahuan lagi ngikutin dia pas di mall ******. Gue ketangkap basah sama teman-teman kelas. Keesokan harinya gue digebukin habis-habisan. Untung tangan gue gak patah. Berkat kejadian itu gue jadi terkenal sampai ke penjuru sekolah. STALKER dari KELAS 9-D. Itu sebutan baru gue.

Sejak hari itu Alina menatap gue dengan jijik. Gue juga dipandang semakin rendah sama anak-anak kelas.

Setelah hari terakhir ujian nasional. Gue sengaja memberanikan diri buat nembak Alina. Waktu itu dia lagi duduk di taman. Keadaan begitu hura-hura. Semuanya penuh canda dan tawa.

“Lin.. gue mau bilang sesuatu ke elo..” gue menelan ludah.

“Bilang apaan?”

“Pertama gue mau minta maaf, sebenarnya selama ini gue udah stalking lo terus. Terus,” gue menahan napas. “Gue suka sama elu. Mau gak jadi pacar gue?”

Alina memandang dengan tatapan kosong. Gue udah bisa menebak kemana arus pembicaraan ini. “Maaf. Gue gak tertarik pacaran sama orang kayak, lo.” Alina segera bangkit dan berjalan melewati gue.

Tapi tiba-tiba dia berhenti tidak jauh dan menambahkan. “Kalau aja lo lebih jujur, lebih berani dan lebih awal bilangnya. Gue mau kok pacaran sama lo. Lo nggak perlu ngelakuin itu semua. Lo itu orang baik.”

Alina segera berlalu dan berjalan menjauh. Hari yang menurut teman-teman kelas salah satu hari paling bersejarah jadi hari paling tidak mengenakkan bagi gue.

Setelah masuk SMA gue belajar bergaul gue juga punya banyak akun medsos. Gue berubah 180 derajat berkat kata-kata Alina.

Suatu hari pas lagi nongkrong di kafe gue ketemu Alina. Kami bertukar kabar. Ada yang aneh, dia jadi lebih terbuka sama gue. Oh iya, gue lupa. Gue kan sekarang anak keren. Siapa coba yang gak mau sama gue yang sekarang.

Setelah bertukar nomor telpon gue dan Alina jadi tambah dekat. Tambah dekat setiap harinya. Sampai suatu hari Alina ngajak gue ketemuan.

“Ven, lo udah berubah banget, ya. Gak kayak waktu SMP dulu.”

“Kan semua ini berkat kamu waktu itu.” gue menyeduh kopi hangat berusaha terlihat cool.

“Ngomong-ngomong, Ven…” Alina tiba-tiba memegang tangan gue. “Gue udah nunggu 2 tahun buat hari ini. Gue masih suka sama lo. Gue janji bakalan jadi pacar lo yang paling setia..”

Gue hanya diam sambil memandangi wajah Alina yang malu-malu. Gue tersenyum tipis. Hanya ada satu jawaban untuk situasi ini. “Gue juga masih suka sama lo.” Mendadak roman wajah Alina berubah. “Tapi maaf, gue tahu lo udah ada cowok. Darimana gue tahu? Gue masih sering stalker wall, lo. Gue masih suka ngikutin lo kemana-mana. Lo kira hanya gara-gara kejadian waktu itu gue mau tobat? BODO!”

Gue mungkin sudah membuang kesempatan sekali dalam seumur hidup. Tapi siapa yang peduli? Hidup hidup gue, masalah masalah gue, kenapa lo yang pusing? Heran gue.

Jujur aja, setelah gue bilang begitu pas pulang gue nyesel banget sampai mau nangis. Tapi gue sadar ini jalan hidup gue. Dan gue bangga bisa jadi Stalker.

* S E L E S A I *

SaLam BLogger !!!

Untuk semua yang tertarik mengirimkan cerita ke blog cerpen ini, dimohon agar kedepannya dapat menggunakan tata bahasa yang simple dan mudah dipahami. Saya juga berharap agar cerita-cerita selanjutnya juga jika bisa adalah cerita-cerita yang mungkin bisa menjadi pelajaran atau bermanfaat bagi orang banyak. Artinya cerita-cerita yang dimaksud adalah cerita-cerita yang walaupun fiksi (Bukan kisah nyata) tapi juga bukan cerita yang di luar logika.

Saya berharap semoga blog cerpen ini bisa menjadi blog yang mampu membuat penulis-penulis amatir dan pemula seperti kita belajar lebih banyak lagi.

Silahkan isi kolom komentar untuk perkenalan satu sama lain atau ikuti forum blog cerpen di menu FORUM. Siapa tau masing-masing dari kita dapat belajar dari satu sama lain.

Perlu diperhatikan bahwa semua tulisan yang masuk ke blog cerpen, selalu saya baca terlebih dahulu sebelum saya posting. Namun yang perlu anda ketahui adalah saya tidak akan pernah sama sekali mengubah satu hurufpun dalam tulisan-tulisan yang anda kirimkan. Meskipun sudah melalui proses editing, tetap tidak saya rubah. Karna proses editing yang di maksud di sini hanyalah membaca apakah tulisan yang dikirimkan boleh atau pantas ditayangkan dalam blog cerpen.

Apabila ada satu kalimat saja (Meski hanya satu kalimat) yang tidak sesuai dengan aturan yang saya buat, maka tulisan tidak akan saya posting.

Jadi, semua tulisan/artikel dalam blog cerpen ini yang BUKAN KARYA SAYA bukanlah menjadi tanggung jawab saya apabila ada kesamaan nama, tokoh, atau orang manapun yang tanpa sengaja ada dalam tulisan tersebut. Semua tulisan selalu saya sertakan nara sumbernya (Kecuali jika memang tidak ada).

untuk itu silahkan baca TOS atau ATURAN yang berlaku dalam Blog Cerpen ini sebelum mengirimkan tulisan anda.

Demikian untuk diketahui bersama.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih atas sumbangan cerita yang sudah dikirimkan ke blog cerpen ini.

Wassalam

Upay