Rabu, 20 Mei 2020

Cinta Pertama (Eps.2)

Cerita sebelumnya (Klik disini)

Link Terkait :

Episode 1

Episode 2

Episode 3

Episode 4 (End)

16 tahun sudah Ia lewati dengan kesendirian. Waktu yang sangat lama untuk melupakan. Berkali-kali Ibunda Tama mengenalkannya dengan banyak gadis. Tapi tak ada satupun yang menarik hati Tama. "Nak, sampai kapan kamu sendiri terus? umurmu itu lho. Teman-temanmu banyak yang anak-anaknya sudah pada gadis. Sementara kamu? Jangankan anak, jangankan istri, pacar saja tidak pernah kamu bawa ke rumah. Kamu sebenarnya menunggu apa nak'?" . Kalimat Ibunya sudah terlalu sering Ia dengar. Tapi apa boleh buat. Memang itu yang sedang terjadi padanya. Sendiri di umur yang sudah kepala tiga. Jangankan Ibunya, teman dekatnyapun tidak pernah berhasil membuat Tama jatuh hati kepada gadis manapun. Tapi Dimas tidak pernah putus asa menghadapi sahabatnya ini.

Dihari yang terik ketika itu hari selasa. Jadwal dimana Tama harus melewati jalan rumah Rima sepulang kantor. Dimas sudah sangat tahu kebiasaan sahabatnya itu. Tapi hari ini Dimas berencana menggagalkan jadwal rutin Tama sahabatnya itu.

"Tam, hari ini kita ada meeting client penting lho sore nanti" . Tama hanya terdiam seperti berfikir sesaat, kemudian Ia menjawab "Iya gue tau koq harus hadir. Tenang aja gue pasti hadir" .

Sepulang kantor, Tama dan Dimas bergegas menuju salah satu Mall besar di Jakarta. Karna pertemuan dengan client penting tersebut memang di cafe. Pikiran Tama tetap tertuju ke rumah Rima. Hari ini jadwal Tama melewati rumah Rima. Tapi apa boleh buat, rupanya hari ini Tama harus lewat lebih malam dari biasanya. Karna bagaimanapun Ia tidak mungkin mengabaikan client penting yang harus ditemuinya hari ini. Meeting berjalan dengan lancar. Tama, Dimas, dan Client nya berbincang mengenai kerjasama perusahaan mereka.

"Maaf, saya permisi sebentar ke toilet" . Tama ijin meninggalkan mereka, saat Tama bangkit dari duduknya, tiba-tiba matanya terpaku pada satu tujuan, pada seorang wanita dengan gadis remaja yang keluar cafe sesaat setelah Tama berdiri. Ia tidak begitu yakin siapa sosok wanita yang dilihatnya itu, tapi semakin Ia menatap jauh ke arah wanita tersebut berjalan, Tama menjadi sangat yakin bahwa yang dilihatnya adalah sosok Rima. "Rima? Dengan siapa dia? Tapi apa iya itu Rima?" . Masih sambil berfikir keras, Tama terkaget dari lamunannya dan bergegas berlari-lari kecil menuju pintu keluar cafe, berusaha keras untuk tidak melepaskan pandangannya dari wanita yang Ia pikir Rima. Ia terus berjalan dengan cepat demi mengejar wanita itu. Tapi sayang, sosok itu menghilang di persimpangan jalan. Tama tidak gentar Ia mencari ke sekeliling, terus berputar dalam Mall yang sangat luas itu. Membuat Dimas dan Client nya menunggu hingga dua jam lebih. Dimas mencoba menelpon ponselnya, tapi ternyata ponselnya berdering di meja cafe tempat mereka meeting. Tama meninggalkannya karna terburu-buru.

"Aduuh mana lagi nih si Tama. Koq ke toilet lama banget". Gumam Dimas dalam hati. "Oke deh pak jika begitu saya pamit sekarang saja, mohon sampaikan salam saya kepada pak Tama dan minta maaf tidak bisa menunggu beliau lebih lama lagi" . Client mereka pamit sambil berdiri dan menyalami Dimas. "Oh iya Pak. Saya terima kasih sekali pertemuan kita kali ini memperjelas status kerjasama perusahaan. Nanti akan saya sampaikan salam Bapak kepada Pak Tama. Mungkin terjadi sesuatu, saya akan menyusulnya saja Pak" . Jawab Dimas sambil mempersilahkan clientnya berpamitan.

Setelah membayar bill cafe dan membereskan berkas-berkas kantor, Dimas bergegas menuju toilet. Tapi Ia tidak menemukan Tama.

Akhirnya Dimas memutuskan kembali ke cafe, takut-takut Tama juga akan kembali ke sana. Dimas memesan es kopi kesukaannya. Sambil menunggu Tama Ia mencoba menghubungi rumah Tama. Siapa tau Tama bergegas pulang karna ada sesuatu. Tapi ternyata Tama juga belum pulang. Ibunya yang menjawab telepon Dimas. "Apa iya yah dia gak sabaran nunggu meeting selesai, terus pake alesan mau ke toilet padahal buru-buru pergi ke rumah Rima. Tapi gak mungkin, kalo iya, pasti handphonenya dibawa kan". Dimas bertanya-tanya sendiri. Sudah berjam-jam Tama menghilang, akhirnya Dimas memutuskan untuk pulang. Tapi ketika Ia bangkit dari kursi cafe, tiba-tiba Tama mengagetkannya dari arah belakang. "Dim, sorry...sorry banget. Tadi gue nyari Rima" . Suara Tama masih tersengal-sengal seperti keletihan. "Ya ampun Tam, lu tuh yang bener aja sih. Ninggalin client cuma buat ke rumah Rima trus lu balik lagi ke sini? Emang jadwalnya ga bisa diundur sebentar aja? Kan balik dari meeting lu bisa lewat sambil pulang Tam. Wah, bener-bener keterlaluan lu, gue jadi gak enak sama client. Untungnya semua berjalan lancar. Meeting kita udah kelar, tinggal tunggu berkas yang harus lu tandatangin besok. Besok siang sekretarisnya Pak Hamdan yang datang ke kantor kita untuk serahin berkasnya" . Dimas menjelaskan dengan nada sedikit marah.

"Aduh maaf banget Dim, tadi itu gue bukan ke rumah Rima. Tapi pas mau ke toilet tadi, tiba-tiba gue seperti ngeliat dia Dim. Sumpah itu kaya dia banget. Lu tau kan selama ini penasarannya gue gimana buat ketemu sama dia. Jadi gue pikir kalo memang itu Rima. Bagaimanapun gue harus nemuin dia. Jadi tadi gue coba kejar dia. Tapi sayang ga ketemu. Dia ngilang gitu aja dipersimpangan" . Tama menjelaskan yang terjadi selama Ia menghilang saat meeting dengan client tadi. Dimas terdiam sejenak. Kemudian berkata "Mungkin lu salah Tam, kalo memang itu Rima kenapa baru sekarang lu ketemu dia. Apa iya setelah 16 tahun dia kembali ke Jakarta. Menurut tetangganya kan Rima sekeluarga pindah keluar negeri Tam. Mungkin lu cuma lagi kepikiran aja karna hari ini jadwal lu lewat rumah dia harus tertunda" . Tamapun terdiam seperti berfikir. Tapi dalam benaknya Ia terus meyakini bahwa yang dilihatnya tadi adalah memang benar Rima.

Dalam perjalanan pulang, Tama seperti biasa membelokkan mobilnya ke arah jalan rumah Rima. Ia semakin penasaran. Jika memang benar yang Ia lihat tadi adalah Rima, ada kemungkinan Rumah itu ada penghuninya saat ini.

Sayang, pemandangan masih tampak seperti hari-hari sebelumnya. Selalu sepi dan makin tampak menyeramkan karna tidak terurus belasan tahun.

Sesampainya di rumah, Tama merebahkan diri ke kasurnya yang empuk. Terus saja berfikir apa yang harus Ia lakukan selanjutnya. Mungkinkah Ia harus mengunjungi Mall itu setiap hari? Siapa tau Ia akan bertemu lagi dengan sosok wanita tadi dan menghilangkan penasarannya. Tapi kegiatan Tama sudah semakin banyak. Karna tanggung jawab jabatan di perusahaan tempatnya bekerja yang semakin hari semakin menyita waktu. Lagipula, tidak mungkin orang setiap hari pergi ke mall. Tidak terasa Tama tertidur lelap sebelum sempat melepaskan pakaian kerjanya.

Pukul 10:00 pagi. Matahari menyeruak dari balik jendela kamar. Tama terbangun karna silaunya yang luat biasa di jam-jam itu. "Hmmm.... ketiduran sampe jam segini. Terlalu banget gue ini. Kenapa ya. Sampe kapan mikirin Rima. Setidaknya gue harus buka hati gue untuk perempuan lain. Gimana kalo ternyata Rima sendiri udah berumah tangga? Apa gunanya gue nunggu dia?". Hati Tama bergejolak seolah ada perasaan tidak puas dalam dirinya. Ia merasa sudah waktunya Ia mengakhiri pencariannya. Hari minggu yang cerah ini Tama memutuskan pergi ke Mall tempat kemarin Ia bertemu sosok wanita yang mirip Rima. Dia pikir siapa tau wanita itu jalan-jalan lagi. Mungkin saja, karna di hari minggu kebanyakan orang senang jalan-jalan meski hanya ke mall. Tama mandi, berpakaian, dan bergegas ke halaman menstarter mobilnya. "Tamaa... gak sarapan dulu? Kamu pulang terlalu larut dan sekarang baru bangun sudah mau pergi lagi tanpa makan apa-apa dulu". Ibunya berteriak dari teras rumah sambil berdiri memperhatikan Tama yang sudah siap di bangku kemudi. Tama berfikir sejenak. "Iya juga ya, semalam di cafe cuma pesan cemilan ringan dan es kopi. Sampe sekarang belum makan. Ah gampanglah". Batin Tama dalam hati. "Gak usah Bu, Tama sarapan di jalan aja nanti". Teriak Tama menjawab pertanyaan Ibunya dari dalam mobil sambil kemudian memundurkan mobilnya keluar pintu gerbang rumah. Tamapun berlalu.

Sesampainya di mall, Tama menuju toko buku besar di lantai dasar. Ia memang hobi membaca. Meski dijaman yang serba canggih ini pengetahuan bisa di dapat dari googling dan segala sesuatunya selalu menggunakan internet, tapi bagi Tama membaca buku lebih mengasyikan. Larut dalam buku yang sedang dibacanya. Tiba-tiba buku yang dipegang Tama terjatuh karna tersenggol oleh orang lain. "BRUUK...". Tama dan orang yang menyenggolnya sama-sama tertunduk mengambil buku yang terjatuh itu. "Aduh maaf mas saya ngga sengaja" . Kata perempuan yang yang tanpa sengaja menjatuhkan buku yang sedang Tama baca. "Oh gapapa Mba santai aja. Saya juga salah terlalu lama berdiri di sini" . Ketika mereka saling berpandangan. Keduanya kaget bukan kepalang. Karna mereka saling kenal dekat satu sama lain. Ya, perempuan yang menabraknya hingga menjatuhkan buku ini tidak lain adalah Rima. Rima yang selama ini Tama cari, Rima yang selalu mengganggu pikiran Tama, Rima yang menghilang tanpa jejak dan membuat Tama tetap setia menunggu.

Di cafe mereka duduk dan terdiam. Rima mengeluarkan handphonenya dan mengetik pesan entah ditujukan kepada siapa. Tidak ada yang berani memulai pembicaraan. Sebetulnya banyak sekali pertanyaan dalam otak Tama yang ingin sekali Tama lontarkan. Bahkan jika perlu Tama ingin sekali memaki perempuan yang ada dihadapannya ini. Tapi terus terang, rasa rindu Tama kepadanya jauh lebih besar daripada rasa benci dan kecewa karna ditinggal tanpa pesan. Tama terdiam dengan wajah masam yang paling tidak enak di lihat. Akhirnya Rima membuka pembicaraan.

"Mmm.... kamu apa kabar Tam? Keliatannya sehat dan sukses ya?" . Tanya Rima dengan suara gugup. Tama ingin sekali marah padanya. Tapi apakah pantas. Siapakah dirinya. Dia merasa saat ini Ia bukan siapa-siapa perempuan ini. Ia merasa tidak ada hak menuntut apapun darinya. Toh selama ini Ia sendiri yang memutuskan menunggu perempuan di hadapannya ini. Tapi nyatanya Ia tidak tahan dengan semua keadaan akhirnya Iapun melontarkan pertanyaan yang selama ini membuatnya penasaran.

"Kamu ke mana aja Rim, kenapa bikin aku jadi begini? Kamu tega bikin aku nunggu tanpa kepastian. Kamu tau berapa umur aku sekarang dan aku masih aja nunggu kamu Rim?" . Rima terkejut dengan pertanyaan Tama dan apa yang dinyatakannya. Selama ini Rima berfikir jika Tama sudah move on. Sudah belasan tahun masa lalu mereka terjadi. Tidaklah mungkin bagi seorang pria tampan dan mapan seperti Tama belum memiliki istri atau mungkin kekasih. Tapi pernyataan Tama barusan membuat Rima tidak habis pikir.

"Apa kamu bilang? Nunggu aku? Tama please jangan ungkit-ungkit yang udah lalu. Kita sudah sangat dewasa dan sudah punya kehidupan masing-masing. Bukannya kita bisa menjadi teman baik dan melupakan semua yang pernah terjadi? Tam, enambelas tahun bukan waktu yang sebentar untuk kita menjalani kehidupan kita masing-masing. Gak mungkin kan kamu masih aja nungguin aku? Lagipula saat kepergian keluargaku bukannya sudah mama papa bilang kalo aku yang udah memutuskan untuk tidak lagi menemui kamu? Bahkan si Mbok juga sudah bilang itukan Tama?".

Ya Tuhaan, ternyata selama ini Rima dengan entengnya berpikiran jika mereka memang sudah tidak ada apa-apa lagi dan sudah menemui jalannya masing-masing. Tama rasanya terbakar emosi, ingin rasanya Ia berteriak pada perempuan yang sedang dihadapannya itu. Tapi Ia berusaha menahan amarahnya.

"Rima, jadi selama ini kamu tidak merasa kalo sikap kamu itu keterlaluan? Kamu titip pesan ke orang rumah kamu supaya aku jangan lagi menemui kamu dan semuanya kamu anggap selesai begitu aja? Rima, belasan tahun aku cari kamu, belasan tahun juga aku selalu lewat depan rumah kamu. Gak ada satu perempuanpun yang bisa mengisi kekosongan hati aku. Dan sekarang kamu tetap gak mau menjelaskan apa-apa Rima?".  Rima terdiam, bingung apa yang harus Ia katakan. tapi Ia benar-benar tak habis pikir. Laki-laki dewasa yang ada di hadapannya ini ternyata masih menunggunya dengan setia. Tiba-tiba obrolan mereka dikagetkan oleh sesosok gadis remaja yang tiba-tiba saja muncul ke hadapan mereka.

"Moom, what are you doing here? Why took you so long? I'm waiting you there. Who's this men?" (mah, apa yang kamu lakukan di sini? Kenapa lama sekali? Aku menunggumu di sana. Siapa laki-laki ini?) .

Gadis cantik berparas blasteran itu beribcara pada Rima dengan bahasa inggris yang sangat fasih. Tama makin terkejut dan makin hancurlah perasaannya. Ya Tuhan, ternyata Rima sudah punya putri cantik yang sudah remaja. Sejak kapan Rima menikah. Begitu cepatnyakah Rima berpindah hati sementara Tama cinta lamanya masih saja menantikan kehadirannya yang bahkan diumurnya yang sudah tidak muda lagi.

"Mmmh... Tam, kenalin ini michelle anak aku. Michelle, ini Om Tama, teman mama di SMA dulu" . Rima kelihatan canggung. Tapi Ia berusaha terlihat tenang dihadapan putrinya. "Ooh teman mama. Hai Om, aku michelle. Senang ketemu Om. Koq, gak pernah main ke rumah Om?" . Michelle memperkenalkan diri dengan logat inggrisnya yang masih kental meski menggunakan bahasa indonesia sambil menjabat tangan Tama.

"Oh iya michelle, rencananya Om memang ingin main ke rumah michelle hari ini. Kalo mama michelle ngijinin sih" . Jawaban Tama mengejutkan Rima. Ia tidak menyangka Tama akan berkata seperti itu. Memang Tama jadi ingin sekali berkunjung ke rumah Rima demi melihat siapa sosok laki-laki yang berhasil merebut pujaan hatinya belasan tahun lalu. Sampai Rima tega meninggalkannya bahkan hanya menitipkan pesan pada orangtua dan pembantunya. Tama sangat geram dan penasaran dengan laki-laki itu.

"Gak mungkin michelle, hari ini kan kita ada janji sama oma mau jenguk aunty di rumahnya ". Rima seperti menghindar agar Tama tidak berkunjung ke rumahnya. "Oh iya ya, ok deh om, makasih atas minatnya berkunjung ke rumah kita. Tapi mungkin lain kali ya om. Aku sama mama harus pergi dulu".

"Oh begitu. Ok michelle gapapa, lain kali om pasti mampir. Kalo boleh minta alamat lengkap ya michelle biar Om bisa main kapan-kapan" . Tama tidak lagi ingin hilang kesempatan sehingga Ia dengan sigap berfikir harus bertemu Rima lagi lain waktu. Sehingga Ia dengan cepat meminta alamat rumah mereka. "Iya Om, di jalan..." . Baru saja Michelle ingin memberi alamat lengkap tiba-tiba saja Rima memotong. "Michelle....." . Kata Rima sambil menatap dalam wajah putrinya.

"Lho kenapa mom, om kan teman lama mama. Memang kalian tidak ingin berbincang banyak?" . Tanya michelle penasaran. Tapi Tama tidak kehilangan akal. "Gapapa michelle, mungkin mama sibuk. Michelle sekolah di mana sekarang?" . Tanya Tama lagi. "Di Cambrige International School om" . Jawab michelle kemudian.

Tidak lama merekapun berpamitan pada Tama yang masih terlihat penasaran dengan semua cerita di balik rumah tangga Rima selama belasan tahun itu. "Ok Om, aku sama mama pergi dulu ya. Semoga lain waktu ketemu lagi".

Tama sangat amat sekali kecewa dengan apa yang didapatnya saat ini. Rasa penasarannya masih juga tidak hilang meski Rima sudah Ia temukan. Hancur hatinya berkeping-keping. Tapi Ia tetap berusaha tegar. Ia berpikir apa yang akan Ia lakukan selanjutnya. Apakah Ia harus melupakan Rima begitu saja? Rima yang belasan tahun yang membuatnya menunggu, Rima yang tidak pernah hilang dari pikirannya. "Aah, sekarang Rima sudah bahagia dengan keluarga kecilnya. Rasanya aku sudah tidak pantas lagi menantinya. Tapi apa pantas aku diperlakukan seperti ini. Tapi bagaimanapun juga, aku yang memutuskan sendiri untuk menunggunya. Tidak ada seorangpun yang memaksaku menanti dia kembali. Tidak ada yang dapat dipersalahkan selain diriku sendiri". Gumam Tama dalam hati.

Memang cinta tak ada logika. Itulah yang sedang Tama alami saat ini. Meski Ia sudah menemukan kenyataan bahwa kekasih hatinya telah berkeluarga. Ia tidak juga dapat melepaskannya begitu saja. Terlebih lagi, Rima masih sangat terlihat muda meski sudah memiliki putri yang sudah tumbuh remaja. Wajah muda Rima tidak banyak berubah begitupun perasaan Tama.

Esoknya Tama mencari alamat sekolah michelle. Hanya dengan bertemu michelle lah kemungkinan besar rasa penasaran Tama akan terjawab. Begitu yang Ia pikirkan.

Pukul 13:00 di depan sekolah michelle. Tama menunggu dalam mobilnya sambil terus menatap ke arah gerbang sekolah. Menanti kemunculan michelle. Bel pulang sekolah tidak juga berbunyi meski Tama sudah menunggu hampir lebih dari satu jam. Tapi Tama tidak menyerah. Tepat pukul 15:00 akhirnya jam pulang sekolah tiba. Bel berbunyi siswa siswi berhamburan keluar. Tama keluar dari mobilnya mencari-cari keberadaan michelle. Tama pikir akan mudah menemukan gadis remaja berwajah blasteran seperti michelle. Namun rupanya sekolah internasional ini dibuat memang khusus anak-anak blasteran atau WNA yang tinggal di indonesia. Meski banyak juga pribuminya, tapi tetap saja Tama tak dapat menemukan michelle. Tama tidak ingin menyerah. Ia hentikan anak-anak yang keluar gerbang. Satu persatu Ia tanyakan. "Hei, apa kamu kenal michelle, kira-kira dimana dia sekarang?" . Tanya Tama kemudian. Tapi tak satupun yang tau keberadaan michelle. Sampai akhirnya sekolah sepi, michelle tak juga muncul dari dalam sekolah.

Ketika Tama tampak menyerah dan akan masuk menuju mobilnya. Tiba-tiba Tama terkejut dengan kemunculan michelle yang menepuk bahunya.

"Bener Om Tama ya? Lho, lagi apa di sini?" . Tanya michelle sambil menepuk bahu Tama dari belakang. "Akhirnya Om ketemu kamu juga. Memang Om sengaja ke sini mau ketemu michelle ". Jawab Tama kemudian. "Ketemu aku? Ada apa Om" .

Tama dan Michelle duduk di sebuah cafe tidak jauh dari sekolah Michelle. Kira-kira, beginilah perbincangan mereka !

  • Tama : "Mungkin michelle bingung ya Om sengaja cari michelle sampai ke sekolah segala" .
  • Michelle : "ya pasti lah Om. Emang ada apa Om? ada yang penting sama Mommy? Kenapa gak disampaikan aja sendiri Om?" .
  • Tama : "Michelle kan tau mommy michelle ngga mau kasih alamat kalian ke Om. Gimana Om mau ketemu Mommy kamu? Mungkin mommy takut jadi gak enak kalo pas Om dateng saat ada daddy kamu di rumah".
  • Michelle : "ih Om ada-ada aja, aku mana punya daddy" .
  • Tama : "Hah? Kamu gak punya Daddy gimana maksudnya?" . (Dengan wajah sangat terkejut)
  • Michelle : "Iya Om, mommy and daddy aku emang ga pernah nikah. Gak ada satupun dari mereka yang mau jelasin ke aku yang sebenarnya gimana. Cuma yang aku tau, mommy really hate Daddy. Saat Daddy datang, mommy selalu menghindar dan hanya biarkan aku dan daddy ngobrol tanpa ada mommy. Kita jarang sekali kumpul bertiga Om. Aku gak pernah punya keluarga yang utuh. Jadi daddy datang hanya sekali sebulan untuk lihat perkembangan aku. Kata oma, mommy sebenarnya gak cinta sama daddy. Tapi aku disuruh tanya sendiri ke mommy nanti saat aku udah 17 tahun. Padahal I feel not a child anymore. But no one want reason to me why my family's broken. Maaf Om, aku jadi nangis.
  • Tama : "Maaf ya Michelle, jadi buka luka hati kamu. Apa boleh Om main ke rumah kamu? Kalo boleh yuk sekalian om antar kamu pulang".
  • Michelle : "I'm so happy now, because gak pernah lihat wajah mommy yang kelihatan happy banget ketemu teman lamanya seperti Om. Makanya aku senang waktu mommy ketemu Om di cafe kemarin. Pulang dari cafe mommy bengong-bengong sendiri kemudian smiling. Ayo Om kita pulang. Mudah-mudahan mommy mau terima kedatangan Om ya, karna kemarin mommy gak kasih ijin aku untuk kasih alamat kita ke Om".

Sesampainya di rumah Michelle, Tama sedikit terkejut. Karna ternyata rumah michelle atau Rima tidak jauh dari rumahnya. Bahkan hanya berbeda beberapa blok. Tapi menurut michelle, mereka sudah tinggal di rumah itu sejak umur michelle 8 tahun. Artinya selama 8 tahun ini sebenarnya mereka tinggal berdekatan. Ya Tuhaaan, kenapa tidak pernah sengaja ketemu sekalipun padahal jaraknya amat dekat. Memang jika Allah sudah berkehendak meski wajah di sebrang matapun tidak akan nampak. Michelle menekan klakson mobil Tama keras-keras, kemudian menjulurkan kepalanya keluar jendela agar satpam penjaga rumah membukakan pintu gerbang. Segera satpam bergegas mendorong pintu besar besi itu terburu-buru karna takut nona besar tidak sabaran seperti biasa.

"Lho Non gak pulang sama Mang Parmin?" . Tanya satpam rumah kepada michelle. "Ngga pak, tolong yah telponin mang Parmin. Bilangin saya udah pulang. Tadi lupa banget kabarin mang Parmin. Jangan-jangan masih nunggu di sekolah" . Jawab michelle kemudian. Dia sungguh lupa telah membiarkan supirnya menunggu di sekolah begitu lama. Tamapun jadi merasa tidak enak. Harusnya Ia sadar bahwa anak seperti michelle pastilah selalu di antar jemput supir pribadi. "Pak, mommy at home?" . Tanya michelle kepada satpam. Pak satpam yang sudah terbiasa berbincang dengan anak majikannya yang masih berbahasa campuran ini menjadi terbiasa dan paham maksud ucapan michelle meski tidak terlalu tau artinya. "Ada Non di dalam" . Jawab Pak Satpam kemudian.

"Ayo Om kita masuk" . Ajak michelle kepada Tama sambil menggandeng tangan Tama yang sedang kelihatan ragu-ragu takut kehadirannya di tolak Rima. Akhirnya mereka sampai di ruang tamu. "Sebentar ya Om, aku panggil Mommy" .

"What have you done Michelle? You dont know masalah apa yang sedang kamu hadapi saat ini. Kenapa tidak minta persetujuan mommy dulu mau ajak Om Tama ke rumah? Mommy sudah larang michelle untuk kasih alamat kita ke Om Tama. Kenapa malah kamu ajak dia sekalian datang ke sini?" . Terdengar suara Rima sedikit keras memarahi anaknya karna kedatangan Tama. Tama yang mendengar merasa tidak enak. Tapi Ia tetap ingin bertemu Rima. Apapun yang terjadi. Tama ingin semuanya jelas. Tama tidak ingin Ia salah paham belasan tahun ini. Ia ingin Rima menjelaskan kepergiannya selama ini sampai-sampai dia melahirkan michelle tanpa suami. Terlebih lagi dipikir-pikir, umur michelle persis selama Tama kehilangan Rima selama ini. Michelle lahir saat itu. Menurut perhitungan Tama, Rima mengandung michelle saat Ia masih di bangku SMA. Saat Ia memutuskan untuk tidak ingin bertemu Tama lagi. Apa yang sebenernya terjadi. Siapa yang menghamili Rima dan kenapa Rima tidak mau dinikahi.

"Mommy never explain to me that what happened with daddy padahal aku sudah sebesar ini mom. Aku sudah bisa paham apa yang harus aku dengarkan dan terima. But mommy always menghindar setiap kali aku tanyakan itu sama mommy. Sekarang Om Tama hadir dan aku merasa ini ada sangkut pautnya dengan Om Tama yang mommy bilang hanya teman lama mommy. Mom, aku hidup sama mommy bukan setahun dua tahun mom, tapi since I was born. I never seen you smiling as yesterday after we met him mom. Aku mereasa mommy ada sesuatu dengan Om Tama. Mommy harus jelaskan ke aku dan biarkan Om Tama bertemu mommy karna aku juga want to know why Om Tama really want to meet you mom" .

Michelle memohon kepada Ibunya untuk segera menemui Tama di ruang tamu dan biarkan semuanya menjadi jelas. "Please mommy. I'm not a child anymore. I can accept anything about your past mom" . Rima menghela nafas dan berkata pada putrinya bahwa Ia belum siap untuk bertemu Tama. "I want explain everything you wanna know, but I dont want to meet him now. Please honey, jangan paksa mommy. Pokonya michelle suruh Om Tama pulang dan mommy janji akan ceritakan semuanya. Kisah kamu di lahirkan dan kenapa mommy ngga pernah getting married with your daddy and everything what you need to know. Please, minta Om Tama pergi sekarang juga" . Akhirnya michelle mengalah, kemudian bergegas ke ruang tamu untuk menemui Tama dan menjelaskan bahwa mommy nya belum ingin bertemu.

Tama tidak mau menyerah. Ia memaksa masuk sambil berteriak seolah di rumah itu hanya ada Ia dan Rima. "Rima please. Udah belasan tahun berlalu dan kamu masih mau menghindari aku. Apa salahku? Kenapa kamu begitu jahat berbuat begini. Aku ini laki-laki dewasa. Sudah bukan cowok SMA yang mengejar-ngejar kamu demi mendapatkanmu sesaat. Aku mohon Rima. Satu-satunya cara supaya aku terlepas dari bayang-bayang kamu selama hidupku cuma penjelasan dari kamu. Seberapapun menyakitkannya, seberapapun mengecewakannya aku janji setelah ini aku akan menghilang dari kehidupanmu dan menjalani hidupku selamanya tanpa kamu. Tapi tolong Rima. Temui aku sebentaaar saja aku mohon" . Tama memohon dari balik pintu kamar Rima. Tapi Rima tidak juga keluar bahkan bicara. Ia terdiam dan tak tau lagi bagaimana cara meyakinkan Rima bahwa Ia hanya ingin penjelasan kemudian pergi menghilang dari kehidupan rumah tangganya.

- BERSAMBUNG -

Bagaimana kelanjutan kisahnya, apakah Rima akan membuka pintu kamarnya dan menemui Tama untuk memberinya penjelasan. Atau Rima tetap bungkam dan tidak ingin Tama mengetahui masa lalunya yang pahit.

Nantikan kelanjutan kisahnya di "Cinta Pertama" episode 3.

Oleh ;

Upay

Tidak ada komentar:

Posting Komentar