Tampilkan postingan dengan label Hanya Aku Yang Tahu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hanya Aku Yang Tahu. Tampilkan semua postingan

Jumat, 22 Mei 2020

Hanya Aku Yang Tahu

Artikel kali ini dikirim dari "Sayyidah Umayah". Sebenarnya ada beberapa artikel kiriman pembaca yang agak saya kurang pahami perihal nama. Ada satu email mengirimkan beberapa cerita tapi nama lengkap dan nama penulisnya berbeda. Untuk diketahui bersama bahwa pada form kirim cerita, nama lengkap seharusnya di isi dengan nama pengirim cerita ya, bedakan dengan nama penulis. Kecuali memang karangan sendiri, nama lengkap dan nama penulis mungkin akan sama.

Oke, kita lanjut aja ke cerita berikutnya ya ini kiriman dari email yang sama dengan cerita sebelumnya yaitu "Aisyah Untuk Faaris". Kali ini judulnya "Hanya Aku Yang Tahu". Semoga kisahnya inspiratif lagi ya pembaca. Yuk disimak lagi.

* * * * * * * * * *

Hanya Aku yang Tahu

Setiap accident pasti membuat perasaan menjadi tidak baik. Karena pagi itu aku harus segera hadir dalam seminar yang diadakan di salah satu Universitas di daerah ku. Aku harus buru-buru karena waktunya sudah mepet dan tempat diadakan seminar sangat jauh dari tempat tinggal ku. Hal yang membuat aku harus buru-buru adalah pembicara seminar kali itu adalah seorang penulis novel yang sangat aku suka. Beliau adalah Bang TERE LIYE. Betapa kesempatan berharga ini jangan sampai disia-siakn. Jadi, jangan sampai ketinggalan sedikitpun.

“Maaf ya dek harus menunggu kakak?” hari itu saya pergi bersama junior saya yang menemani saya ke bengkel.

“Gak apa-apa kak, acara nya masih satu setengah jam lagi”, kata nya dengan penuh perhatian.

Setelah selesai urusan saya di bengkel, kami melanjutkan perjalanan. Membutuhkan waktu satu jam untuk pergi ke tempat acara seminar diadakan. Belum dihitung dengan macet, kecepatan dan lainnya.

Tepat pukul 08.15 kami sampai di tempat acara. Alhamdulillah acara belum di mulai.

Kami melakukan registrasi kehadiran. Dan mencari tempat duduk paling depan. Tapi kami dapat tempat duduk di tengah, karena yang paling depan sudah penuh.

“Tak apalah, yang penting masih bisa melihat bang Tere Liye dengan jelas.” Bathin ku.

Kami menikmati pembukaan oleh MC dengan suara yang bergema. Sambutan dari Presma yang hanya saya ketahui dari medsos betapa semangat beliau dalam orasi, ternyata beliau memang berwibawa dan semangat. Serta sambutan dan pembukaan dari rektorat yang syahdu beliau bawakan.

Acara pembukaan selesai, 15 menit waktu kosong. Ternyata kami menunggu bang Tere Liye menuju tempat seminar.

Suasana dingin, ditambah lagi keadaan kemanusiaan ku yang tidak bisa bersahabat. Takut ketinggalan seminar, aku menahan untuk panggilan alam. Tapi karena sudah tidak tahan, akhirnya aku pun keluar dari tempat duduk. Di temani adik ku untuk pergi ke belakang.

“Aduh kakak ni nanti kita ketinggalan lo” katanya kesal.

“Sebentar saja dek” kata ku memohon. Karena malu mau pergi sendiri. Dan akhirnya dia mau juga menemani. Tak lama di belakang, terdengar suara moderator yang lantang dan bersemangat yang menandakan bahwa bang Tere Liye membuat saya gugup dan semakin takut ketinggalan seminar bang Tere Liye. Adek saya di luar sudah teriak-teriak suruh cepat.

Pertama kali saya mendengar suara moderator, selain saya penarasan dengan wajah bang Tere Liye, saya juga penasaran dengan wajah Sang Moderator. Di depan cermin saya terdiam, berpikir dan menerka.

“Dari suara yang lantang dan penuh semangat sepertinya saya tahu siapa yang jadi moderator. Ah tapi bukanlah aku kan belum pernah dengar suaranya yang asli selain dengar suaranya dari youtube” Berbicara sendiri menerka-nerka di depan cermin. Aku tersadar ketika adikku berteriak pas di dekat telingaku. Kami pun kembali ke tempat duduk.

Dengan heboh aku berteriak kecil di tempat duduk selain bisa melihat wajah bang Tere Liye, tebakan ku benar, siapa orang yang jadi moderator pada saat itu. Dia adalah orang yang aku tahu, tapi bukan aku kenal. Senang sekali. Bisa secara langsung melihat 2 orang yang membuat ku penasaran selama ini.

“Tenang kak” kata adikku yang gantian terkejut karena kehebohanku.

Bagiku, aku tidak bisa tenang karena saat inilah aku melihanya dengan jelas. Dan itu membuatku tersenyum sepanjang acara.

“Kamu tidak tahu cerita tentang nya bagiku dek” gumamku sambil tersenyum.

***

Setahun lalu, aku mulai ingin mencari kenalan sebagai tempat tanya jawab mengenai apa yang harus dilakukan di tingkat 3 nanti, referensi perusahaan mana saja yang baik untuk tempat kerja praktik, apa saja yang harus dibuat untuk menyusun Tugas Akhir di dalam konsen ku yaitu Sistem Informasi, dan masih banyak lagi. Selain kenalan dari kampus, aku juga melanglang buana mencari teman di media sosial dari kampus lain, siapa tahu ada pengalaman yang berbeda. Selain pelajaran, mungkin bisa berbagi ilmu non-akademik, ilmu agama misalnya, atau ilmu politik, atau ilmu sosial dan masih banyak yang lain.

Aku mulai mencari dari grup di mana aku ikut bergabung di dalam nya. Dari banyak grup, aku memilih grup yang selama ini benar-benar memberi manfaat buat ku. Bukan grup yang hanya berisi status main-main.

Dari grup itu ada satu nama yang kupilih secara acak, entah karena kebetulan si pemilik akun kuliah di salah satu Universitas di daerah ku. Dari keterangan singkat profilnya, si pemilik akn juga mengambil konsen yang sama denganku yaitu sistem informasi. Bedanya beliau satu tingkat di atas ku. Beliau adalah Generasi 12. Setelah dipikir-pikir aku seperti stalker, tapi sebenarnya tidak. Aku berniat untuk tidak meminta pertemanan karena aku fikir nanti orang itu mengira aku jadi stalkernya. Terlalu terbawa perasaan. Saya hanya me-screenshot pin bbm beliau. Sampai sekarang pun belum pernah aku invite, yaa karena malu tadi.

Dari semua status dan foto yang diupload beliau, bisa diambil kesimpulan beliau adalah orang yang aktif. Dari foto dan status yang diuplod ada beberapa nama yang dicantumkan. Saya coba membuka satu nama.

Setelah masuk ke halaman dindingnya, aku membaca sedikit profilya, ternyata konsentrasi yang beliau ambil adalah Ilmu Komunikasi.

“Ehmm, beda konsentrasi, tapi gak apa-apalah, mana tahu ada info lain yang menarik”, ungkapku sambil terus menaik turunkan scroll pada laptop ku.

Dilihat dari semua yang diupload beliau, beliau pun adalah orang yang sangat aktif. Aku berfikir orang ini suka membaca, karena kata-kata yang tersusun rapi dan konsisten.

Sampai pada suatu foto, yang mungkin waktu itu foto lama si pemilik, bagi ku foto itu membuatnya terlihat seperti ustadz Felix Siauw. Tapi setelah tahu aslinya beliau jauh dari ustadz Felix Siauw. Terkekeh aku mengingatnya. Entah darimana ku lihat beliau mirip ustadz Felix Siauw.

Selain foto aku juga melihat ada pin bbm beliau, lagi-lagi aku hanya me-screenshot pin bbm beliau. Dan hasil itu hanya tersimpan di memori hp.

Sebulan berlalu, UTS sudah berlalu. Setiap tahunnya pada bulan Desember akan ada libur natal dan tahun baru. Liburan kali ini adalah kesempatan ku pulang ke rumah orang tua. Sudah lama tak pulang, membuat rindu harus terbayar pada liburan kali ini. Karena betapa sibuk adan padatnya jadwal perkuliahan di kampusku. Harus banyak menguras pikiran dan tenaga.

Seperti halnya semua mahasiswa yang pulang ke rumah. Mereka menggunakan waktu sebaik-baiknya dengan keluarga. Berlibur dengan keluarga, melepas rindu, membantu orang tua. Di mana menurut ku liburan adalah kesempatan untuk berbakti dan mengbdikan diri lagi pada orang tua. Karena sudah berbulan-bulan kita mengabdi dan berbakti pada tugas dan kegiatan perkuliahan. Sejenak melupakan perkuliahan, namun tidak sepenuhnya karena ada juga tugas liburan yang dibawa pulang ke rumah. Itu juga harus diselesaikan.

Setiap malam, aku dan ibuku biasa bercerita tentang masa-masa perkuliahan ku, beliau yang bercerita apa saja kegiatan beliau selama aku tak ada di rumah. Bercampur perasaan di dalam hati, bahagia dan terharu.

Ketika ibuku ke dapur, aku mengecek hp. Ada pemberitahuan di salah satu media sosialku. Aku buka dan melihat ada apa di dalam pemberitahuan.

“ibuuuuukkkkkk........ Coba sini sebentar!” aku berteriak karena terkejut dengan apa yang kulihat dipembertahuan.

“Ada apa, kok teriak-teriak” kata ibuku yang datang buru-buru dari dapur.

“Coba lihat buk, orang ini nge-add Dinda buk”. Dengan semangat kutunjukkan pemberitahuan itu pada ibuku.

“Emang kenapa sampai teriak begitu, ya sudah terima saja”, jawab ibuku enteng.

Memang selama ini aku bukan lah orang yang mudah menerima permintaan perteman yang diminta kepada ku. Aku akan melihat dulu ke dalam halaman diding mereka. Jika menurutku baik ya aku terima, jika membuat ku merasa terganggu lebih lagi aku tidak kenal ya sudah saya abaikan. Mungkin terdengar kejam, tapi ini suatu usaha perlindungan dan kenyamanan. Belum tentu juga orang yang aku terima esoknya memberi kenyemanan di dalam media sosial ku.

“Tunggu ya buk, aku mau cerita. Orang yang add aku ini dulu udah pernah Dinda lihat halaman dinding fb nya, terus dinda screen shot pin bbm nya. Tapi dinda gak berani meminta pertemanan dan menginvite pin bbm nya Dinda malu, nanti dikira dia Dinda jadi stalker nya. Tapi kali ini Dinda gak nyangka, ternyata Dinda yang diadd sama dia.” Ceritaku penuh semangat paa ibuku.

Pada akhirnya aku konfirmasi permintaan pertemanan beliau. Senang dan gak nyangka aja. Sampai sekarang masih bingung, kok bisa kebetulan yaa, aku yang dulu cuma liat-liat halaman dinding beliau, ehh malah beliau yang meminta pertemanan ke aku. Terbawa perasaan. Dasar wanita.

Setelah tahu, ternyata aku dan dia banyak bergabung di grup yang sama di media sosial tersebut. Beliau adalah orang yang aktif di BEM di kampusnya, memegang peran penting juga. Aktif dalam lembaga dakwah juga dan masih banyak lain. Dari situlah aku tahu betapa beliau sangat suka membaca, koleksi novelnya sudah sampai 200-an. Ehmm, gak sebanding dengan punya ku yang baru 20-an.

Liburan telah usai. Waktunya kembali ke peradaban perkuliahan. Kembali pada tugas sebagai mahasiswa. Kembali melanjutkan perjuangan, membuktikan diri bisa berguna untuk negeri.

Aku dan teman-temanku sudah tiba di kost. Dan siap menempuh Senin pagi sebagai awal masuk dari liburan natal dan tahun baru. Harus dengan pikiran baru yang kembali fresh.

“Ibu suri, dia invite bbm Dindaaaa....”, teriakku histeris ketika melihat beranda bbm ku. Ada satu pemberitahuan kalau ada 1 yang meng-invite. Pas aku buka, ia adalah orang yang sama ketika meng-add fb ku. Ibu suri adalah panggilan teman satu kost dengan ku.

“Emang siapa dia kok heboh banget, sampai teriak-teriak begitu?” katanya penasaran dan melihatku yang aneh. Aku hanya senyum-senyum dan menceritakan hal yang sama kuceritakan pada ibuku.

“Cieeee...” ledek nya. Ibu suri malah meledek ku.

Tapi, untukku pribadi, setelah sebulan lau dia add fb ku, walaupun aku sempat bingung, tapi aku gak terlalu ambil pusing. Tapi dia malah invite pin bbm ku, ini kembali membuat ku bingung membuat banyak pertanyaan yang tak bisa dijawab.

“Darimana dia tahu pin bbm ku yaa?” Atau “Aku pernah share pin bbm ke fb ya, tapi rasa-rasanya tidak pernah” kembali menerka-nerka.

Daripada bingung, akhirnya ku setujui saja invite nya. Tapi kami tak pernah melakukan chat, karena aku pun gak tahu apa yang mau ditanya, dia pun mungkin gak ada ditanyakan padaku. Hal yang membingungkan.

Tak lama setelah dia meng-invite bbm ku, aku kembali dihebohkan dengan pemberitahuan yang ada di akun instagram ku. Ternyata dia juga nge-follow akun instagram ku.

“Ya Allah, tahu darimana pula dia nama akun instagram ku.” Kebingungan ku sampai detik ini pun belum terpecahkan dan tak ada tanda-tanda yang mampu menjawabnya. Biarlah kebingungan ini bersemayam terserah dia entah mau sampai kapan. Sampai aku berharap bisa bertemu dan melihat wajahnya secara langsung.

***

Seperti biasa pada umumnya dalam seminar, pasti ada sesi tanya jawab. Karena pengalamanku, membuat aku membuat persepsi sendiri tentang tanya jawab di setiap seminar. Menurutku tanya jawab dalam seminar adalah seperti lotere keberuntungan yang jika ditunjuk oleh moderator saat itu ialah yang berhasil untuk bisa bertanya, meluapkan penasaran yang bersarang di hati dan pikiran, setelah menunggu 2 jam lamanya.

Namanya juga diibaratkan seperti lotere keberuntungan, kadang-kadang tidak langsung beruntung untuk kesempatan pertama. Sama halnya seperti yang ku rasakan. Mengangkat tangan lantas tidak ditunjuk itu merupakan suatu keberanian yang luar biasa. Hanya bisa cengengesan dalam kesal.

Baiklah, untuk ronde pertama aku terima ketidakberuntunganku. Mungkin juga karena aku kurang cepat seper second dengan orang lain. Mungkin dari pertanyaan mereka ada yang bisa ku dapat. Di ronde pertama ada 3 penanya, yang masing-masing memiliki pertanyaan yang tidak cukup satu, seakan pertanyaan itu beranak.

Santai, lugas, padat dan jelas bang Tere Liye menjawab semua pertanyaan. Pastinya Bang Tere Liye  tak pernah kehabisan cerita fiksi di setiap menjawab pertanyaan, seakan kami sedang dibacakan dongeng yang bertemakan ketekadan.

Ronde kedua dibuka, aku kembali meyakinkan hati untuk bertarung dengan beberapa ratus peserta seminar untuk mengangkat tangan lebih tinggi, padahal aku ragu-ragu untuk berdiri, karena sejujurnya aku takut gak ditunjuk lagi oleh moderator. Takut kalau aku harus kesal dengan moderator yang yang tak berdosa karena tidak menunjukku.

“Ya yang berkacamata”, kata moderator sambil melihat ke arah ku.

Waaaahh, kali ini aku beruntung sekali. Sang moderator melihat ku dan menunjukku. Ini adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan. Dalam hati aku sangat berterimakasih pada nya.

Nah, untuk ronde kedua ini agak berbeda, orang-orang beruntung tadi disuruh maju ke depan karena microfon yang tidak bisa diakses sampai ke kursi peserta.

“Ini beruntung atau malah mematikan yaa?” bathin ku, krena malu dilihat orang banyak.

“Tapi ini adalah kesempatan yang mungkin jarang untuk datang kedua kalinya, jadi ini adalah keberuntungan berlipat ganda” sorak riang dalam hati ku.

Yaa, dikatakan keberuntungan ganda karena selain bisa dengan jelas melihat bang Tere Liye dan bisa bertanya langsung, ini juga adalah salah satu kesempatan mengabulkan harapan yang dulu pernah ada. Sudah ku dengar suara aslinya yang benar-benar lantang dan penuh semangat. Sehingga memberikan energi positif tersendiri bagi pendengarnya, atau mungkin bagi ku sendiri. Aku juga berdiri di dekat nya, walaupun tak pas di sampingnya.

“Hari ini aku benar-benar bertemu kamu. Mendengar dan melihat dengan jelas. Banyak pertanyaan. Kebingunganku pun tidak juga hilang. Mungkin ini hanya sebatas perasaan yang salah. Dan ini hanya aku yang tahu” tersenyum.

Written by : Sayyidah Umayah