Tampilkan postingan dengan label cara mengirim cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cara mengirim cerpen. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 Mei 2020

Tali Gajah

The Elephant Rope

Ketika seorang pria berjalan melewati sekumpulan gajah, ia tiba-tiba berhenti. Ia bingung dengan fakta bahwa makhluk-makhluk besar itu sedang diikat hanya dengan sebuah tali kecil yang terikat pada kaki depan mereka. Tidak ada rantai, tidak ada kandang. Jelas sekali bahwa gajah bisa melepaskan diri dari ikatan mereka kapan saja. Tetapi entah untuk beberapa alasan, mereka tidak melakukannya.

Dia melihat seorang pelatih di dekatnya dan bertanya kepada pelatih tersebut. “Mengapa hewan-hewan itu hanya berdiri di sana dan tidak berusaha untuk melarikan diri?”

“Yah, ketika mereka masih sangat muda dan jauh lebih kecil, kami menggunakan ukuran tali yang sama untuk mengikat mereka. Dan, pada usia tersebut, tali itu sudah cukup untuk menahan mereka. Saat mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali tersebut masih bisa menahan mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri. ” Begitu penjelasan dari pelatih gajah tersebut.

Pria itu kagum. Hewan-hewan ini bisa saja setiap saat membebaskan diri dari ikatan tali mereka. Tetapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak bisa, mereka terjebak tepat dimana mereka berada.

Seperti gajah, berapa banyak dari kita yang menjalani hidup tergantung pada suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita gagal sekali sebelumnya?

Kegagalan adalah bagian dari pembelajaran. Kita tidak boleh menyerah untuk berjuang di dalam hidup anda.

Sumber: www.successbefore30.co.id

Sabtu, 09 Mei 2020

A Dish of Ice Cream

A Dish of Ice Cream

Pada suatu hari, ketika semangkuk es krim sundae lebih murah, seorang anak berusia 10 tahun memasuki sebuah kedai kopi dan duduk di meja. Seorang pelayan menaruh segelas air di depannya.

“Berapa harga untuk semangkuk es krim sundae?”

“50 sen,” jawab si pelayan.

Anak kecil itu menarik tangannya keluar dari saku dan menghitung sejumlah koin di dalamnya.

“Berapa harga untuk semangkuk es krim plain?” Anak itu bertanya lagi. Beberapa orang sekarang menunggu untuk mendapatkan meja dan pelayan mulai sedikit tidak sabar.

“35 sen..!” kata pelayan tersebut dengan kasar.

Anak kecil tersebut menghitung koin lagi, dan akhirnya mengatakan “Saya ingin membeli semangkuk es krim plain,” katanya.

Pelayan membawakan es krim pesanan anak tersebut, meletakkan tagihan di atas meja dan berjalan pergi meninggalkan si anak. Setelah anak itu selesai memakan es krim, ia membayarnya di kasir dan pulang.

Ketika si pelayan datang kembali untuk membersihkan meja, ia mulai mengelap meja dan kemudian menelan ludah karena apa yang dia lihat. Di meja tersebut, ditempatkan rapi di samping piring kosong, koin senilai 15 sen, tip untuk si pelayan dari anak yang tadi dia anggap menyebalkan.

Jadi hikmah yang dapat kita ambil dari cerita diatas adalah : Jangan menganggap remeh atau memandang rendah orang lain, karena bisa jadi orang tersebut yang justru akan membantu anda ketika anda mengalami sebuah kesulitan.

Sumber: www.successbefore30.co.id

Jumat, 08 Mei 2020

Asal Usul April Mop

ISABELLA SANG PEMBUNUH MASAL

Tahukah Anda bahwa “Jagal Wanita yang ada pada lukisan”

Dialah orang yang membongkar kuburan Kaum Muslimin kemudian dia gambar salib pada bagian dada dan wajah jenazah kuburan tersebut setelah jatuhnya kota Granada.

⁦Dia juga yang mendirikan inkuisisi Spanyol dan ia memaksa kaum Muslimin untuk memeluk Kristen atau dibunuh (jika menolak)

Dialah Isabella : Ratu Kastila.

.

Anehnya Eropa mau memproduksi dan menggambarkan bahwa dia adalah seorang Ratu Adil dan mencintai masyarakatnya (tanpa membedakan ras).

.

Lebih parahnya lagi film ini disiarkan juga oleh chanel Muslim

ﻫﻞ ﺗﻌﻠﻢ ﺃﻥ “ ﺍﻟﺴﻔﺎﺣﺔ ﺍﻟﺘﻲ ﺑﺎﻟﺼﻮﺭﺓ ”

ﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﻛﺎﻧﺖ ﺗﻨﺒﺶ ﻗﺒﻮﺭ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ، ﻭﺗﺮﺳﻢ ﺍﻟﺼﻠﻴﺐ ﻋﻠﻰ ﺻﺪﻭﺭﻫﻢ ﻭﻭﺟﻮﻫﻬﻢ ﺑﻌﺪ ﺳﻘﻮﻁ ﻏﺮﻧﺎﻃﺔ؟

ﻭﻫﻲ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻣﺮﺕ ﺑﺈﻧﺸﺎﺀ ﻣﺤﺎﻛﻢ ﺍﻟﺘﻔﺘﻴﺶ ﺍﻹﺳﺒﺎﻧﻴﺔ ﻭﻛﺎﻧﺖ ﺗﺠﺒﺮ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻲ ﺍﻷﻧﺪﻟﺲ ﻋﻠﻰ ﺍﻋﺘﻨﺎﻕ ﺍﻟﻤﺴﻴﺤﻴﺔ ﺃﻭ ﺍﻟﻘﺘﻞ .

‏( ﺇﻳﺰﺍﺑﻴﻼ : ﻣﻠﻜﺔ ﻗﺸﺘﺎﻟﺔ )

ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﺠﻴﺐ ﺃﻥ ﺍﻷﻭﺭﻭﺑﻴﻴﻦ ﻗﺎﻣﻮﺍ ﺑﺈﻧﺘﺎﺝ ﻓﻴﻠﻢ ﻳﻈﻬﺮﻫﺎ ﺑﻬﻴﺌﺔ ﺍﻟﻌﺎﺩﻟﺔ ﻭﺍﻟﺘﻲ ﺗﺤﺐ ﺷﻌﺒﻬﺎ ﻭﺗﺒﺜﻪ ﻗﻨﻮﺍﺕ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ .

Via Fb Tegar Alfianto

.

April Mop, Fakta Sejarah Kekejaman Tentara Salib Membantai Ribuan Muslim Spanyol

Ilustrasi Pembantain Muslim Spanyol oleh Tentara Salib.

.

Islamedia – April Mop merupakan budaya Barat yang dikenal dengan The April’s Fool Day. Pada 1 April itu, orang boleh dan sah-sah saja menipu teman, orang tua, saudara, atau lainnya, dan sang target tidak boleh marah atau emosi ketika sadar bahwa dirinya telah menjadi sasaran April Mop. Biasanya sang target, jika sudah sadar kena April Mop, maka dirinya juga akan tertawa atau minimal mengumpat sebal, tentu saja bukan marah sungguhan, dengan mengatakan, “April Mop!”.

.

Namun banyak umat Islam yang ikut-ikutan merayakan April Mop ini tidak mengetahui, bahwa April Mop, atau The April’s Fool Day, berawal dari satu episode sejarah Muslim Spanyol di tahun 1487 M, atau bertepatan dengan 892 H.

.

Saat itu terjadi pembantaian ribuan umat Islam di Granada Spanyol di depan pelabuhan. Dengan tipuan akan diberangkatkan ke keluar Andalusia dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Ratu Isabella, Muslim Andalusia malah dikonsentrasikan dan dengan mudah dibantai habis dalam waktu sangat singkat oleh ratusan pasukan salib yang mengelilingi dari segala penjuru.

.

Dengan satu teriakan dari pemimpinnya, ribuan tentara salib segera membantai umat Islam Spanyol tanpa rasa belas kasihan. Mereka kebanyakan terdiri atas para perempuan dengan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Jerit tangis dan takbir membahana. Seluruh Muslim Spanyol di pelabuhan itu habis dibunuh dengan kejam. Darah menggenang di mana-mana. Laut yang biru telah berubah menjadi merah kehitam-hitaman.

.

Bagi umat kristiani, April Mop merupakan hari kemenangan atas dibunuhnya ribuan umat Islam Spanyol oleh tentara salib lewat cara-cara penipuan. Sebab itulah, mereka merayakan April Mop dengan cara melegalkan penipuan dan kebohongan walau dibungkus dengan dalih sekadar hiburan atau keisengan belaka.

.

Itulah akhir dari kejayaan Islam di Andalusia. Sebuah peradaban Islam yang dimulai dari perjuangan Tariq Bin Ziyad pada tahun 711 M dan berakhir pada 1487 M. Selama tujuh abad lebih peradaban ini telah menyumbangkan kepada dunia, kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek ke-islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad.

.

Namun ada sebuah kisah yang sangat memilukan. Pada 2 Januari 1492, kardinal Devider memasang salib di atas Istana Hamra; istana kerajaan Nashiriyah di Spanyol. Tujuannya sebagai bentuk proklamasi atas berakhirnya pemerintahan Islam di Spanyol.

Kaum Muslimin dilarang menganut Islam, dan dipaksa untuk murtad. Begitu juga mereka tidak boleh menggunakan bahasa Arab, siapa yang menentang perintah itu akan dibakar hidup hidup setelah disiksa dengan berbagai cara. Gereja di masa pemerintahan monarki Raja Ferdianand dan Isabella membuat Dewan Mahkamah Luar Biasa atau yang dikenal dengan Lembaga Inkuisi sebuah lembaga peradilan yang bertugas untuk menghabisi siapa saja orang-orang di luar Katholik. Lembaga ini kemudian bermetamorfosa menjadi Opus Dei.

.

Empat abad setelah jatuhnya Islam di Spanyol, Napoleon Bonaparte pada 1808 mengeluarkan instruksi untuk menghapuskan Dewan Mahkamah Luar Biasa tersebut. Dan di sinilah kisah ini berawal. Ditulis oleh Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam bukunya At Ta’asub Wat Tasamuh (hal 311-318).

Tentara Prancis menemukan tempat sidang Dewan Mahkamah Luar Biasa itu di sebuah ruang rahasia di dalam gereja. Di sana ada alat alat penyiksaan seperti alat pematah tulang dan alat pengoyak badan. Alat ini untuk membelah tubuh manusia. Ditemukan pula satu peti sebesar kepala manusia. Di situlah diletakkan kepala orang yang hendak disiksa. Satu lagi alat penyiksaan ialah satu kotak yang dipasang mata pisau yang tajam. Mereka campakkan orang orang muda ke dalam kotak ini, bila dihempaskan pintu maka terkoyaklah badan yang disiksa tersebut.

.

Di samping itu ada mata kail yang menusuk lidah dan tersentak keluar, dan ada pula yang disangkutkan ke payudara wanita, lalu ditarik dengan kuat sehingga payudara tersebut terkoyak dan putus karena tajamnya benda benda tersebut. Nasib wanita dalam siksaan ini sama saja dengan nasib laki laki, mereka ditelanjangi dan tak terhindar dari siksaan.

Inilah jawaban untuk kita, mengapa saat ini, kita tidak menemukan bekas-bekas peradaban Islam yang masih hidup di Spanyol. Seolah-olah tersapu bersih, sebersih-bersihnya. Inilah balasan Barat terhadap Muslim.

.

Hj. Irena Handono

Blog : Kajian Irena Handono

islamedia.id – Jumat, 1 April 2016

(nahimunkar.org)

Kamis, 07 Mei 2020

The Queen of Aceh Battle

Tulisan ini diadaptasi dari akun facebook yang keterangan sumbernya terdapat diakhir tulisan. Harap bijak menyikapinya. Terima kasih.

SUMEDANG, 6 NOVEMBER 1908

Tepat 11 Desember 1906,

Bupati Sumedang, Pangeran Aria Suriaatmaja kedatangan tiga orang tamu. Ketiganya merupakan tawanan titipan pemerintah Hindia Belanda. Seorang perempuan tua renta, rabun serta menderita encok, seorang lagi lelaki tegap berumur kurang lebih 50 tahun dan remaja tanggung berusia 15 tahun. Walau tampak lelah mereka bertiga tampak tabah. Pakaian lusuh yang dikenakan perempuan itu merupakan satu-satunya pakaian yang ia punya selain sebuah tasbih dan sebuah periuk nasi dari tanah liat.

Belakangan karena melihat perempuan tua itu sangat taat beragama, Pangeran Aria tidak menempatkannya di penjara, melainkan memilih tempat disalah satu

rumah tokoh agama setempat. Kepada Pangeran Suriaatmaja, Belanda tak mengungkap siapa perempuan tua renta penderita encok itu. Bahkan sampai kematiannya, 6 November 1908 masyarakat Sumedang tak pernah tahu siapa sebenarnya perempuan itu.

Perjalanan sangat panjang telah ditempuh perempuan itu sebelum akhirnya beristirahat dengan damai dan dimakamkan di Gunung Puyuh tak jauh dari pusat kota Sumedang. Yang mereka tahu, karena kesehatan yang sangat buruk, perempuan tua itu nyaris tak pernah keluar rumah. Kegiatannyapun terbatas hanya berdzikir atau mengajar mengaji ibu-ibu dan anak-anak setempat yang datang berkunjung. Sesekali mereka membawakan pakaian atau sekadar makanan pada perempuan tua yang santun itu, yang belakangan karena pengetahuan ilmu-ilmu agamanya disebut dengan Ibu Perbu.

Waktu itu tak ada yang menyangka bila

perempuan yang mereka panggil Ibu Perbu itu adalah "The Queen of Aceh Battle" dari Perang Aceh (1873-1904) bernama Tjoet Nyak Dhien. Singa betina dengan rencong ditangan yang terjun langsung ke medan perang. Pahlawan sejati tanpa kompromi yg tidak bisa menerima daerahnya dijajah.

Hari-hari terakhir Tjoet Nyak Dhien memang dihiasi oleh kesenyapan dan sepi. Jauh dari tanah kelahiran dan orang-orang yang dicintai. Gadis kecil cantik dan cerdas dipanggil Cut Nyak dilahirkan dari keluarga bangsawan yang taat di Lampadang tahun 1848. Ayahnya adalah Uleebalang bernama Teuku Nanta Setia, keturunan perantau Minang pendatang dari Sumatera Barat ke Aceh sekitar abad 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Munir.

Tumbuh dalam lingkungan yang memegang tradisi beragama yang ketat membuat gadis kecil Cut Nyak Dhien menjadi gadis yang cerdas. Di usianya yang ke 12 dia kemudian dinikahkan orangtuanya dengan Teuku Ibrahim Lamnga yang merupakan anak dari Uleebalang Lamnga XIII.

Suasana perang yang meggelayuti atmosfir Aceh pecah ketika tanggal 1 April 1873  F.N. Nieuwenhuyzen memaklumatkan perang terhadap kesultanan Aceh. Sejak saat itu gelombang demi gelombang penyerbuan Belanda ke Aceh selalu berhasil dipukul kembali oleh laskar Aceh, dan Tjoet Nyak tentu ada disana. Diantara tebasan rencong, pekik perang wanita perkasa itu dan dentuman meriam, dia juga yang berteriak membakar semangat rakyat Aceh ketika Masjid Raya jatuh dan dibakar tentara Belanda...

“..Rakyatku, sekalian mukmin orang-orang Aceh ! Lihatlah !! Saksikan dengan matamu Masjid kita dibakar !! Tempat Ibadah kita dibinasakan !! Mereka menentang Allah !! Camkanlah itu! Jangan pernah lupakan dan jangan pernah memaafkan para kaphe (kafir) Belanda !!". Perlawanan Aceh tidak hanya dalam kata-kata (Szekely Lulofs, 1951:59).

Perang Aceh adalah cerita keberanian, pengorbanan dan kecintaan terhadap tanah lahir. Begitu juga Tjoet Nyak Dhien. Bersama ayah dan suaminya, setiap hari.. setiap waktu dihabiskan untuk berperang dan berperang melawan kaphe-kaphe Belanda. Tetapi perang juga lah yang mengambil satu-persatu orang yang dicintainya, ayahnya lalu suaminya menyusul gugur dalam pertempuran di Glee Tarom 29 Juni 1870.

Dua tahun kemudian, Tjoet Nyak Dhien menerima pinangan Teuku Umar dengan pertimbangan strategi perang. Belakangan Teuku Umar juga gugur dalam serbuan mendadak yang dilakukan Belanda di Meulaboh, 11 Februari 1899.

Tetapi bagi Tjoet Nyak, perang melawan Belanda bukan hanya milik Teuku Umar, atau Teungku Ibrahim Lamnga suaminya, bukan juga monopoli Teuku Nanta Setia ayahnya, atau para lelaki Aceh. Perang Aceh adalah milik semesta rakyat.. Setidaknya itulah yang ditunjukan Tjoet Nyak, dia tetap mengorganisir serangan-serangan terhadap Belanda.

Bertahun-tahun kemudian, segala energi dan pemikiran putri bangsawan itu hanya dicurahkan kepada perang mengusir penjajah.. Berpindah dari satu tempat persembunyian ke persembunyian yang lain, dari hutan yang satu ke hutan yang lain, kurang makan dan kurangnya perawatan membuat kondisi kesehatannya merosot. Kondisi pasukanpun tak jauh berbeda.

Pasukan itu bertambah lemah hingga ketika pada 16 November 1905 Kaphe Belanda menyerbu ke tempat persembunyiannya.. Tjoet Nyak Dhien dan pasukan kecilnya kalah telak. Dengan usia yang telah menua, rabun dan sakit-sakitan, Tjoet Nyak memang tak bisa berbuat banyak. Rencong pun nyaris tak berguna untuk membela diri. Ya, Tjoet Nyak tertangkap dan dibawa ke Koetaradja (Banda Aceh) dan dibuang ke Sumedang, Jawa Barat.

Perjuangan Tjoet Nyak Dhien menimbulkan rasa takjub para pakar sejarah asing hingga banyak buku yang melukiskan kehebatan pejuang wanita ini. Zentgraaff mengatakan, para wanita lah yang merupakan de leidster van het verzet (pemimpin perlawanan) terhadap Belanda dalam perang besar itu.

Aceh mengenal Grandes Dames (wanita-wanita besar) yang memegang peranan penting dalam berbagai sektor, Jauh sebelum dunia barat berbicara tentang persamaan hak yang bernama emansipasi perempuan.

Tjoet Nyak, "The Queen of Aceh Battle", wanita perkasa, pahlawan yang sebenarnya dari suatu realita jamannya.. berakhir sepi di negeri seberang..

Innalillahi wainnailaihi rojiun...

#bolehngutipdaripagelainlupanama

#hittersceritapahlawan

https://m.facebook.com/photo.php?fbid=264243094515372&id=100027890497501&set=p.264243094515372

Kisah Shodaqoh Utsman bin Affan

Sumber artikel tercantum diakhir tulisan ini.

Muslim itu harus cerdas, teringat kisah utsman bin affan membeli sumur Yahudi

WAQAF SHADAQAH JARIYAH MILIK UTSMAN BIN AFFAN DI MADINAH

Waqaf ini berupa bangunan hotel yang disewakan..

Apakah Anda tahu kalau sahabat nabi khalifah Utsman bin Affan adalah seorang  pebisnis yang kaya raya, namun mempunyai sifat murah hati dan dermawan. Dan ternyata beliau radhiallahu ‘anhu sampai saat ini memiliki rekening di salah satu bank di Saudi, bahkan rekening dan tagihan listriknya juga masih atas nama beliau.

Bagaimana ceritanya sehingga beliau memiliki hotel atas namanya di dekat Masjid Nabawi..??

Diriwayatkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kota Madinah pernah mengalami panceklik hingga kesulitan air bersih. Karena mereka (kaum muhajirin) sudah terbiasa minum dari air zamzam di Mekah. Satu-satunya sumber air yang tersisa adalah sebuah sumur milik seorang Yahudi, SUMUR RAUMAH namanya. Rasanya pun mirip dengan sumur zam-zam. Kaum muslimin dan penduduk Madinah terpaksa harus rela antri dan membeli air bersih dari Yahudi tersebut.

Prihatin atas kondisi umatnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda : “Wahai Sahabatku, siapa saja diantara kalian yang menyumbangkan hartanya untuk dapat membebaskan sumur itu, lalu menyumbangkannya untuk umat, maka akan mendapat surgaNya Allah Ta’ala” (HR. Muslim).

Adalah Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang kemudian segera bergerak untuk membebaskan sumur Raumah itu. Utsman segera mendatangi Yahudi pemilik sumur dan menawar untuk membeli sumur Raumah dengan harga yang tinggi. Walau sudah diberi penawaran yang tertinggi sekalipun Yahudi pemilik sumur tetap menolak menjualnya, “Seandainya sumur ini saya jual kepadamu wahai Utsman, maka aku tidak memiliki penghasilan yang bisa aku peroleh setiap hari” demikian Yahudi tersebut menjelaskan alasan penolakannya.

Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu yang ingin sekali mendapatkan balasan pahala berupa Surga Allah Ta’ala, tidak kehilangan cara mengatasi penolakan Yahudi ini.

“Bagaimana kalau aku beli setengahnya saja dari sumurmu” Utsman, melancarkan jurus negosiasinya.

“Maksudmu?” tanya Yahudi keheranan.

“Begini, jika engkau setuju maka kita akan memiliki sumur ini bergantian. Satu hari sumur ini milikku, esoknya kembali menjadi milikmu kemudian lusa menjadi milikku lagi demikian selanjutnya berganti satu-satu hari. Bagaimana?” jelas Utsman.

Yahudi itupun berfikir cepat,”… saya mendapatkan uang besar dari Utsman tanpa harus kehilangan sumur milikku”. Akhirnya si Yahudi setuju menerima tawaran Utsman tadi dan disepakati pula hari ini sumur Raumah adalah milik Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu.

Utsman pun segera mengumumkan kepada penduduk Madinah yang mau mengambil air di sumur Raumah, silahkan mengambil air untuk kebutuhan mereka GRATIS karena hari ini sumur Raumah adalah miliknya. Seraya ia mengingatkan agar penduduk Madinah mengambil air dalam jumlah yang cukup untuk 2 hari, karena esok hari sumur itu bukan lagi milik Utsman.

Keesokan hari Yahudi mendapati sumur miliknya sepi pembeli, karena penduduk Madinah masih memiliki persedian air di rumah. Yahudi itupun mendatangi Utsman dan berkata “Wahai Utsman belilah setengah lagi sumurku ini dengan harga sama seperti engkau membeli setengahnya kemarin”. Utsman setuju, lalu dibelinya seharga 20.000 dirham, maka sumur Raumahpun menjadi milik Utsman secara penuh.

Kemudian Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu mewakafkan sumur Raumah, sejak itu sumur Raumah dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk Yahudi pemilik lamanya.

Setelah sumur itu diwakafkan untuk kaum muslimin… dan setelah beberapa waktu kemudian, tumbuhlah di sekitar sumur itu beberapa pohon kurma dan terus bertambah. Lalu Daulah Utsmaniyah memeliharanya hingga semakin berkembang, lalu disusul juga dipelihara oleh Pemerintah Saudi, hingga berjumlah 1550 pohon.

Selanjutnya pemerintah, dalam hal ini Departemen Pertanian Saudi menjual hasil kebun kurma ini ke pasar-pasar, setengah dari keuntungan itu disalurkan untuk anak-anak yatim dan fakir miskin, sedang setengahnya ditabung dan disimpan dalam bentuk rekening khusus milik beliau di salah satu bank atas nama Utsman bin Affan, di bawah pengawasan Departeman Pertanian.

wakaf sahabat usman

Begitulah seterusnya, hingga uang yang ada di bank itu cukup untuk membeli sebidang tanah dan membangun hotel yang cukup besar di salah satu tempat yang strategis dekat Masjid Nabawi.

Bangunan hotel itu sudah pada tahap penyelesaian dan akan disewakan sebagai hotel bintang 5. Diperkirakan omsetnya sekitar RS 50 juta per tahun. Setengahnya untuk anak2 yatim dan fakir miskin, dan setengahnya lagi tetap disimpan dan ditabung di bank atas nama Utsman bin Affan radhiyallahu anhu.

Subhanallah,… Ternyata berdagang dengan Allah selalu menguntungkan dan tidak akan merugi..

Ini adalah salah satu bentuk sadakah jariyah, yang pahalanya selalu mengalir, walaupun orangnya sudah lama meninggal..

Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya”. [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]

Dan disebutkan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

“Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya, semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia”.

Like dan sebarkan, agar manfaat dari informasi ini tidak hanya berhenti pada anda, tapi juga bisa dirasakan oleh orang lain, sekaligus merangkai jaring pahala

Oleh : Ustadz Shalahuddin AR Daeng Nya’la (Diedit dengan penyesuaian bahasa oleh tim KisahMuslim.com)

Read morehttps://kisahmuslim.com/3643-rekening-dan-hotel-dari-waqaf-khalifah-utsman-bin-affan.html

Adapted from:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2230932460302443&id=472062602856113

Selamatkan anak kita

Tulisan ini diambil dari facebook page yang narasumbernya terdapat diakhir tulisan. Harap bijak menyikapinya. Terima kasih.

SELAMATKAN ANAK KITA

“Aa, Abang, Kaka. Masuk kamar!” Suara Ayah tegas dengan nada dan volume cukup tinggi, namun bermimik wajah lembut..

Ada apa gerangan..?

Ayah hampir tidak pernah sekeras ini saat berbicara..

Kami bertiga masuk ke kamar, menuruti perintah Ayah dengan kepala tertunduk..

Peluh masih membasahi sekujur punggung.. kami baru pulang bermain bola di kampung sebelah saat adzan Isya' telah berkumandang..

Memang kami terlalu larut bermain..

Kamar itu sebenarnya sebuah garasi yang disulap menjadi tempat tidur bersama dan ruang serbaguna dengan penerangan lampu seadanya...

Aa bersila diantara aku dan Kaka yang juga ikut bersila..

Kami sering disebut ‘Tiga Serangkai’ oleh tetangga karena selalu bertiga kemana-mana..

Ayah pun bersila di hadapan kami..

Wajahnya mempertontonkan kekecewaan yang semakin membuat kami ciut..

“Kenapa pulang selarut ini?”  Ayah mulai menginterogasi kami..

Aa sebagai kakak lelaki pertama memposisikan diri sebagai juru bicara, dan mulai berkilah panjang tentang alasan kenapa pulang larut malam..

Mulai dari sendal Kaka yang hilang sebelah karena dijahili anak kampung sebelah hingga diajak main Playstation setelah main bola oleh Dodi, tetangga sekaligus teman karib kami bertiga..

“Sudah sholat maghrib?”

Sebuah pertanyaan yang mencekat..

Aa diam membeku..

Apalagi aku..

Apalagi Kaka yang paling muda..

Kami betul-betul lupa waktu saat itu..

Hanya menundukkan kepala yang bisa kami lakukan. Mungkin karena ini wajah ayah begitu kecewa...

“Bu, tolong matikan lampu”, suara Ayah lembut kepada Ibu..

Ibu yang semenjak awal ternyata mendengarkan di balik pintu kemudian masuk dan mematikan lampu lalu duduk di samping Ayah..

Kamar seketika gelap gulita...

“Apa yang bisa kamu lihat sekarang?”

Hening...

“Semua gelap, Lihat sekeliling kamu, hanya ada hitam. Tapi ulurkan tanganmu ke kanan dan ke kiri. Kamu akan merasakan genggaman tangan saudaramu dan Ayah Ibu.”

Kami saling menggenggam...

“Tapi tidak lagi saat nanti di alam kubur. Karena kamu akan sendirian dalam kegelapan. Tidak ada saudaramu. Tidak ada Ayah Ibu. Hanya sendiri. Sendiri dalam kegelapan dan kesunyian.”

Aku tercekat...

Semua terdiam...

Genggaman tangan di kanan kiriku mengerat..

Lalu terdengar suara korek api kayu dinyalakan, sesaat tergambar wajah Ayah, Ibu, Aa, dan Kaka akibat kilatan cahaya api pada korek yang dinyalakan Ayah..

Semua berwajah sendu..

Korek itu membakar sebuah benda yang menghasilkan bara berbau menyengat. Bau obat nyamuk...

“Siapa yang berani menyentuh bara ini?”  Suara Ayah masih mendominasi..

Semua diam...

Masih diam...

“Ini hanya bara. Bukan api neraka yang panasnya jutaan kali lipat api dunia. Maka masihkah kita berani meninggalkan shaolat...?? Sholat yang akan menyelamatkan kita dari gelapnya alam kubur dan api neraka.”

Terdengar suara isak tangis perempuan..

Itu Ibu...

Genggaman kami semua semakin menguat..

“Tolong Ayah. Tolong Ibu. Ayah Ibu akan terbakar api neraka jika membiarkan kamu lalai dalam sholat. Aa, usiamu 14 tahun, paling dewasa di antara semua lelaki. Abang, 12 tahun. Kaka, 10 tahun. Bahkan Rasul memerintahkan untuk memukul jika meninggalkan sholat di usia 10 tahun. Apa Ayah perlu memukul kamu?”

Suara isak tangis mulai terdengar dari hidung kami bertiga...

Takut..

Itu yang kurasakan..

Kami semua saling mendekat..

Mendekap, bukan lagi menggenggam...

“Berjanjilah untuk tidak lagi meninggalkan sholat. Apapun keadaannya. Sekarang kita sholat Isya' berjamaah. Dan kamu bertiga mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”

***

#bahasaOtak

#BahasaOrangtuaKeAnak

Anak anda mulai berumur 7 tahun...??

Pelajaran Orangtua cara mendidik anak dengan kasih-sayang namun tegas...

Ilustrasi 'cerita' diatas akan menguatkan semangat kita untuk mengikis habis yg menjadi penghambat/ujian dalam menjaga fitrah keimanan nya.

Ajari mereka sedini mungkin, jangan jadikan mereka seperti kebanyakan dari kita yang lalai dalam memulai dan menyadarinya bahkan ada yang sudah terlambat untuk memulainya.....

Semoga bermanfaat ..🙏 🙏

#Copas

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2111106972338080&id=100003163920880

Rabu, 06 Mei 2020

Pembalasan

Dulu ketika baru menikah, aku dan suami termasuk salah satu yang sulit mendapatkan keturunan. Berbagai cara kami lakukan. Tentunya dengan metode murahan. Misalnya herbal dan menghindari hal-hal yang sebetulnya mitos menurutku.

Maklumlah, kami bukan Inul Daratista yang berlimpahan harta hingga dengan mudahnya memiliki keturunan dengan metode canggih kedokteran, kamipun bukan keturunan sultan atau para Raja yang diwariskan banyak harta dari pajak rakyat yang bisa kami gunakan untuk biaya semacam program kehamilan ala kedokteran.

Bahkan sejujurnya, untuk makan sehari-hari saja kami masih terkadang kesulitan. Padahal kami baru hidup berdua. Ya, sesulit itu kehidupan pernikahanku. Namun pada akhirnya, seperti kebanyakan pasangan lainnya, kami tetap berharap memiliki anak. Selain karna memang ingin, kami juga berpikir siapa tahu anak kami membawa rejeki bagi kehidupan kami ke depannya.

Suamiku sangat mendukungku, mencintaiku, penuh perhatian dan mau membantuku mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi, meskipun secara ekonomi kami kekurangan, aku masih bisa menerima apa adanya suamiku karna Ia sangat mengerti aku. Walau terkadang dalam hati aku mengutuk diriku yang bisa-bisanya menerima pinangan laki-laki yang belum mapan ini sehingga membuatku kesulitan.

Bukan apa-apa, seingatku waktu itu aku menerima lamarannya tanpa pikir panjang padahal kami masih terlalu muda. Yaah mungkin terlalu dimabuk asmara saat itu. Sehingga rasa tidak ingin dipisahkan jarak dua rumah menjadi alasan yang menurutku tepat untuk segera menerimanya.

Aku mendampinginya dalam suka dan duka meski lebih banyak dukanya. Tidak jarang makian dan sindiran keluarga besar kami terdengar begitu jelas meski mereka berbisik-bisik dibelakang kami. Membicarakan kesulitan kami yang seolah menjadi beban mereka padahal sama sekali mereka selalu menolak ketika kami meminta bantuan saat kesulitan.

Aku tetap bertahan disamping Mas Seno meski hidup kami sulit. Karna Ia berjuang memberiku kehidupan meski kurang. Ia bekerja apa saja meski hasilnya selalu tidak cukup untuk hidup kami sebulan. Terakhir Ia menjadi driver ojek online. Padahal Ia sarjana. Dengan ijazah setinggi itu tetap saja sulit menemukan pekerjaan baginya.

Semua perusahaan menginginkan calon karyawan yang berpengalaman. Bagaimana kami bisa memiliki pengalaman jika kami tak sekalipun diberi kesempatan untuk bekerja. Sungguh ironi.

Entah keberuntungan macam apa yang tiba-tiba berpihak pada kami. Mas Seno mendapat panggilan kerja dari sebuah perusahaan besar dan lulus seleksi dengan mudah tanpa hambatan, karna memang Mas Seno cerdas. Bahagianya kami.

Kehidupan sedikit-sedikit mulai membaik. Dari tinggal menumpang bersama Ibuku, sampai akhirnya kami sanggup mengontrak sebuah rumah yang menurutku ukurannya lumayan cukup besar.

Bukan cuma itu, bulan-bulan berikutnya, keberuntungan seperti tertarik mengikuti ke mana langkah kami. Mas Seno mendapatkan fasilitas rumah dan mobil dari tempatnya bekerja. Bahkan tak lama setelah itu, Ia mendapatkan promosi jabatan tertinggi diperusahaan karna ketekunannya selama bekerja.

Pada akhirnya, hidup kami sempurna ketika Mas Seno mengajakku ke Dokter kandungan untuk mulai mengikuti program kehamilan. Alhamdulillahnya, 7 bulan kemudian aku berhasil hamil. Aku sangat menjaga kandunganku. MasyaAllah, bertubi-tubi rejeki yang Allah beri kepadaku. Sungguh tak tahu lagi bagaimana cara mengungkapkan rasa syukur itu sehingga aku benar-benar lupa bersyukur. Astagfirullah.

Beberapa tahun kemudian, karir Mas Seno meroket dengan mulusnya. Kebahagiaan yang tidak diiringi dengan rasa syukur dan melalaikan kewajiban tentu saja kemungkinan terbesar adalah cobaan dan ujian lain yang akan datang.

Saat itu, putri kami menginjak usia 3 tahun. Malam dimana aku mulai mencium gelagat aneh Mas Seno adalah ketika ulang tahun Amelia Ia tak kunjung pulang hingga pagi menjelang. Walau memang Mas Seno sering lembur hingga pagi, tapi tak pernah Ia lakukan ketika aku atau Amel berulangtahun.

Sepenting apapun pekerjaannya, Ia pasti pulang untuk pesta kecil kami dirumah. Hari ini tidak. Amel menangis Papanya tidak hadir di acara potong kuenya. Akupun kesal dan marah padanya malam itu. Tapi Mas Seno malah bersikap emosi. Ia lebih marah. Ia mengataiku istri tak tahu diuntung, tidak mengerti kesibukan suami mencari nafkah demi keluarga. Bahkan Ia membentak Amel ketika putri kecil kami itu merajuk dan menangis padanya.

Mulai dari kejadian hari itu, semua berubah. Entah apa yang terjadi padanya. Ia menjadi seorang yang gila kerja. Jarang pulang tepat waktu bahkan lebih sering ke luar kota untuk dinas luar. Aku tak pernah bisa mencegahnya. Karna Ia selalu marah dan mengumpat dengan kata-kata yang menyakitiku.

"Apa kamu lupa bagaimana hidup kita bisa menjadi seperti ini? Karna aku sibuk bekerja kan? Kamu mau kita susah lagi seperti dulu?"

Selalu itu yang Ia katakan tiap kali aku memohon untuk Ia tetap tinggal dirumah ketika aku dan Amel merindukannya. Ya Allah, aku sadar ini salah. Dari situlah aku mulai menyadari kesalahanku yang selalu kurang bersyukur dan lalai dengan hak orang lain. Zakat harta yang tidak pernah aku keluarkan padahal aku tahu itu wajib. Kenapa aku seteledor ini? Teguran keras bagiku.

Tapi rupanya Allah mengujiku tidak hanya sampai disitu. Perubahan sikap Mas Seno ternyata bukan karna Ia penggila kerja, tapi karna saat itu dia sedang tergila-gila pada wanita lain. Hancur hatiku berkeping-keping saat mengetahui semuanya. Aku tau tanpa sengaja dari sosial media Mama Dara yang adalah teman sekolah Amelia.

"Waaah Mama Dara exis juga ya disosmed." Kataku saat melihat Ia sedang membuka-buka akun instagramnya. Aku memang tidak aktif bersosial media meskipun punya. Sehingga membuatku sering bertanya-tanya apa sih yang mereka lihat setiap kali membuka sosial media. Tanpa sengaja mataku tertuju pada satu foto yang sedang dibuka Mamanya Dara disampingku.

"Maam, maaf sebentar aku boleh lihat foto itu?" Pintaku padanya.

"Ooh ini?" Tanyanya sambil menyodorkan arah layar HPnya ke hadapanku. Sungguh shock dan terkejutnya aku. Foto itu jelas-jelas Mas Seno yang sedang memeluk mesra seorang wanita yang tengah terlihat selfie dengan camera yang sepertinya dipegangnya sendiri. Bibir Mas Seno mendarat dipipinya, captionnya membuatku terdiam membatu.

"Honeymoon kedua dengan mamas tampanku dibali".

Begitu caption foto itu. Aku tak kuat menahan jatuhnya air mata. Tapi aku tetap bertahan menyembunyikan rasa sakit itu. Kuberanikan diri bertanya.

"Ini siapa Mama Dara? Cantik ya. Apa baru menikah?". Tanyaku penasaran.

"Ooh ini, teman sekolah dulu sih Maam, tapi gak terlalu deket. Biasa aja. Kayanya sih iya baru nikah. Denger-denger nikahnya gak diresepsiin. Padahal orangnya sombong, pamer terus. Kalo kasak kusuk teman-teman lain dibelakang sih katanya dia nikahnya sama atasannya dikantor yang masih punya istri. Alias laki orang. Gila ya, cantik-cantik pelakor. Ih serem."

Begitu jawaban Mama Dara saat itu. Tahukah kalian apa yang kurasakan saat itu. Rasanya ingin aku berteriak, mencaci, memaki semua yang ada dihadapanku. Alhamdulillah bel tanda pelajaran selesai berbunyi. Tak lama Amelia putriku keluar dari kelasnya. Kelas bimbingan preschool yang cukup presticious di kota ini.

Akupun pulang dengan langkah gontai. Andai aku tak ingat membawa Amel, sudah kubuang tubuh ini ke tengah jalan ramai kendaraan. Biar terhempas bersama truck-truck besar bahkan container yang berlalu lalang. Rasanya hidupku sudah tak kuinginkan lagi.

Jika saja Amel tak menarik tanganku meminta jajanan dipinggir jalan yang dijajakan abang-abang pedangan es cream, tentu tubuh ini telah musnah. Aku terkaget karna tarikan tangan Amel cukup kuat. Rupanya putri kecilku ini telah tumbuh besar dan lebih bertenaga. Untunglah Ia menyadarkanku. Karna bisa jadi Iapun akan menjadi korban ketololanku.

Sesampainya di rumah aku memanggil Mba Minah. "Mba, tolong jaga Amel, jangan lupa mandikan dan beri makan. Saya kurang sehat mau istirahat." Pintaku pada Mba Minah ART kami.

Aku masuk kamar, kurebahkan diriku diranjang yang sudah mulai dingin akan sosok Mas Seno. Pantas saja Ia lebih sering lembur, pantas saja Ia lebih sering tugas luar kota. Rupanya Ia telah memiliki keluarga baru ditempat lain. Hancur sehancur-hancurnya hati ini.

dua hari aku tak sanggup bangun, dua hari itupun aku tak bisa makan. Whatsapp dari Mas Seno hanya kubaca tanpa kubalas. Tentu saja itu tak masalah. Tidak seperti dulu jika aku telat membalas, maka Ia langsung buru-buru menelponku, bahkan tak jarang video call. Hanya demi mengetahui mengapa sudah dua centang biru namun tak ada balasan.

Kini hal itu sudah jarang terjadi. Saat itu aku masih berpikir Ia sibuk dengan pekerjaannya sehingga tak masalah jika aku lama membalas. Rupanya dia tengah sibuk dengan istri barunya.

Mba Minah sudah beberapa kali mengetuk pintu kamarku, bahkan menyuruh Amelia masuk dan membujukku untuk makan. Tapi aku tak bergeming sedikitpun dari posisiku. Wajah lusuh, mata bengkak. Berhari-hari hanya menangis.

Kulihat wajah Amel putri cantikku. Tak ingatkah Mas Seno seberapa besar perjuangan kita mendapatkan anak ini? Tak ingatkah ketika dulu makan hanya dengan nasi sepiring dan satu telur ceplok berdua? Tak ingatkah senyum tulusku ketika kau menyodorkanku uang 30ribu rupiah sepulang mengojek dan aku tetap memelukmu hangat meski perut keroncongan menunggumu pulang membawa uang yang sedikit itu namun sangat kutunggu-tunggu?

Kini Ia telah sukses, berhasil dipuncak karirnya, Ia lupa segala kesulitan yang pernah dihadapinya bersama siapa. Aku memeluk, mencium Amel dengan mata bengkak mengaliri air mata yang tak habis-habis. Jika saja air mata ini adalah tumpahan darah segar dari dalam tubuh, maka mungkin sudah sejak kemarin aku mati.

Kutengok foto didinding kamar kami. Senyum Mas Seno merekah mendekatkan pipinya ke pipiku. Rindu aku padanya namun sakit ini sungguh sakit. Rupanya nama Amelia putri kami dia beri dari nama istri barunya. Ya, perempuan itu bernama karmelia. Apa yang diharapkan Mas Seno? Apa Ia berharap putri kami mirip simpanannya itu? Ya Allah, apakah sebegitu cintanya Ia pada perempuan itu?

Makin terluka aku mendapatkan fakta bahwa nama putriku sama dengan perempuan sundal itu. Amarahku tiba-tiba membuncah. Jika dua hari ini aku hanya bisa menangis, tak ingin hidup dan tak tahu harus apa. Kini aku bangkit. Kulihat HPku, Whatsapp Mas Seno masih belum kubalas tapi Ia tak bertanya sama sekali.

Akhirnya kubalas. "Kapan jadwal kamu pulang?" Tanyaku.

"Hari ini aku pulang. Nanti malam kita makan diluar bersama Amel ya. Kamu siap-siap. Aku akan sampai rumah sore ini".

Terkejut aku mendapatkan jawabannya. Biasanya Ia tak pernah mendadak. Entah apa yang terjadi pada istri barunya itu.

Aku berpikir keras. Apa yang mau aku lakukan untuk menghadapinya? Ia masih belum tahu jika aku sudah mengetahui perihal pernikahannya dengan sundal itu. Bisakah aku meredam emosiku ketika Ia pulang nanti?

Apakah aku akan mengamuk sejadi-jadinya ataukah aku harus beracting pura-pura tak tahu soal pernikahannya. Aku bingung ingin berbuat apa. Namun aku coba berpikir jernih. Aku harus membalas dengan cara yang cantik. Pasangan laknat itu harus tahu bahwa mereka berurusan dengan orang yang salah.

Sundal itu adalah bawahannya dikantor. Aku akan tunjukan kekuasaan Nyonya Bos. Akan kubuat Ia sadar siapa dia dan siapa aku. Jadi sudah kuputuskan aku akan berpura-pura tak mengetahui semua itu.

"Ya, aku harus bermain cantik." Kataku dalam hati.

Mas Seno pulang. Aku berusaha keras bersikap biasa. Namun sangat sulit. Wajah ketusku tak juga mau hilang. Sepanjang waktu aku cemberut. Wajah jutek ini sulit disembunyikan. Tapi Ia tak merasa. Kurasa dia berpikir aku marah hanya karna Ia terlalu sibuk bekerja.

Kami bertiga makan malam diluar. Entah apa yang mau dia tunjukan, sepanjang malam itu Ia sangat manis pada kami. Bahkan isi satu toko mainan hampir habis dibelinya. Hingga orang toko harus mengirim sebagian ke alamat rumah kami karna kami kesulitan membawanya.

Aku tak melarangnya sama sekali. Kuikuti permainannya. Jika dulu aku sering keberatan Amel dibelikan terlalu banyak mainan, maka hari itu aku hanya diam dan pura-pura tersenyum manis. Ingin bersikap manja seperti biasa padanya agar Ia tak curiga, tapi rasanya aku jijik berada didekatnya. Mengingat kehangatan pelukannya telah bekas perempuan sundal itu, aku semakin jijik saja.

Esoknya Ia bersikap mesra padaku. Aku sedikit menjaga jarak, kukatakan aku sedang datang bulan. Tak mungkin aku rela tidur dengan laki-laki yang sudah bekas perempuan sundal. Menjijikan. Bagaimana jika sundal itu berpenyakit, bagaimana jika bukan hanya dengan Mas Seno Ia berhubungan badan? Aku semakin jijik memikirkannya.

Dua minggu ini Ia lebih banyak waktu di Jakarta meski tetap sering di luar rumah. Kubiarkan tanpa bertanya. Akupun mulai sibuk dengan rencana pembalasanku. Entah bagaimana tapi rupanya nasib baik berpihak padaku yang tersakiti.

Hari itu, untuk pertama kalinya kantor tempat Mas Seno bekerja kalah tender dari perusahaan lain. Bahkan parahnya lagi, yang mengalahkannya adalah perusahaan baru. Usaha yang belum lama berdiri. Pemiliknya sungguh cerdas dan lihai mengambil hati client dengan konsep-konsep bangunan yang menarik dan classic modern.

Para investor diperusahaan itu marah bukan main. Karna itu adalah project besar. Bukan cuma ratusan juta tapi milyaran. Label perusahaan kontraktor ternama yang tak pernah gagal perlahan redup.

Mas Seno mulai depresi. Ia sangat penasaran dengan saingannya itu. Siapa arsiteknya yang begitu lihai membangun bangunan-bangunan dengan konsep yang sangat menarik perhatian setiap orang.

Ini kali ketiga Mas Seno kalah tender dari perusahaan itu. Akhirnya Ia dipanggil ke kantor pusat. Makian dari para investor dan pendiri perusahaan Ia terima. Perlahan tapi pasti, Mas Seno kekurangan pemasukan. Karna pemasukan yang Ia terima selama ini adalah komisi super besar yang diberikan setiap kali Ia memenangkan tender project. Karna belakangan ini selalu kalah dan sepi project, jadilah Ia tak menerima komisi.

Tabunganpun semakin lama semakin menipis. Ia semakin sering dirumah. Entahlah, mungkin sundal itu tak menerima kesulitan ekonomi yang dialami Mas Seno. Akupun berpura-pura menekannya dirumah, agar Ia lebih menderita.

"Mas, sudah dua bulan ini aku yang keluar semua biaya. Apa yang terjadi dengan pekerjaanmu? Ingat Mas, usaha butik yang aku jalani itu bekal untuk Amel. Aku gak mau begini terus. Kalau bulan depan kau tidak lagi mengirimi uang ke rekeningku, aku akan jual rumah ini dan pergi bersama Amel." Rengekku padanya.

"Maksudmu apa Mah? Kamu mau ninggalin aku gitu? Hanya karna aku udah ga punya penghasilan? Bukannya dulupun kita pernah menghadapi masa-masa sulit bahkan lebih parah dari ini dan kau menerimaku dengan tulus. Apa harta membuatmu begitu berubah Mah?" Tanyanya padaku dengan wajah heran dan sedih.

"Maaf Mas, aku sudah bukan istrimu yang dulu. Aku tidak mau lagi hidup susah denganmu. Sekarang dengan usaha butik yang kujalani, kau mau menumpang hidup padaku? Maaf Mas Seno tidak semudah itu."

Setelah bicara begitu aku beranjak ke kamar. Mengunci pintu dan menangis. Kenapa aku menangis? Aku bingung. Rasanya aku mulai tak tega membiarkannya menderita seperti ini. Cintaku tulus padanya sedari muda. Maka ketika Ia sakit, akupun merasakan sakit yang sama. Tapi kenapa dia tidak begitu padaku. Kenapa dia menyakitiku dengan mudahnya dan merasa baik-baik saja.

Sedih dan marah yang tak terbendung membulatkan tekadku untuk tetap maju membalas sakit ini. Aku tak bisa mundur lagi. Aku akan kejam padanya seperti Ia mengkhianatiku.

Puncaknya, perusahaan tempatnya bekerja memberi satu kesempatan lagi untuk Mas Seno mengerjakan project skala kecil. Jika yang satu inipun Ia kalah, maka dengan sangat terpaksa, Mas Seno akan dimundurkan dari jabatannya sebagai CEO. Ia akan dikeluarkan dari perusahaan besar itu.

"Mohon maaf yang sebesar-besarnya Pak Seno, kami sepertinya tertarik dengan konsep yang dibuat PT. APC dan kemungkinan akan menerima kerjasama dengan mereka. Mohon maaf sekali lagi, semoga beruntung dengan project lainnya dilain kesempatan." Ujar client ketika itu.

Tampak sekali raut wajah asisten cantik Pak Seno berubah masam. Ya, perempuan sundal asistennya itu selalu mendampingi ke mana Mas Seno pergi. Karna mereka memang atasan dan asisten. Gerah aku dibuat mengetahui fakta itu.

Mas Seno sangat amat sekali penasaran. Maka Ia memberanikan diri. "Maaf Pak, bukankah perusahaan APC ini masih terlampau baru? Apa tidak beresiko menyerahkan projecct ini ke perusahaan baru berdiri?"

Sambil tersenyum, client berkata "Hmm, tapi perusahaan baru ini saya dengar sudah kelima kalinya mengalahkan tender perusahaan besar anda. Bukankah itu menjadi satu alasan kenapa saya harus mempercayakan project ini pada mereka? Lagi pula ide mereka segar, seperti anak jaman sekarang. Saya suka." Jawabnya kalem.

"Tok...Tok..." Terdengar pintu diketuk. Sekretaris client itu masuk dan bertanya.

"Maaf Pak, CEO dan Cofounder PT. APC sudah datang. Apa saya suruh menunggu diruang lain?" Tanyanya.

"Oh tidak usah, saya sudah selesai dengen Pak Seno, persilahkan mereka masuk, biar sekalian saya perkenalkan Pak Seno dengan mereka. Sepertinya Pak Seno masih penasaran dengan PT. APC yang akan bekerjasama dengan kita."

Tak lama kemudian, sekretaris itu mengantar kami masuk. Mas Seno terkejut bukan main melihatku masuk dengan pakaian kantor formal bersama rekanku. Terlebih lagi perempuan sundal itu. Dia jauh lebih terkejut dari Mas Seno.

"Lho, Mah? Apa ini maksudnya> Ngapain kamu disini?" Tanya Mas Seno padaku yang masih berdiri diambang pintu.

"Lho, kalian sudah saling kenal?" Tanya Pak Rahardian client project kami. Kemudian memperkenalkanku pada Mas Seno sebagai cofounder PT. APC

"Beliau inilah pendiri PT. APC yang masih sangat baru itu Pak Seno. Kalian suami istri? Tapi bersaing? Wah...wah...sepertinya kalian harus banyak bicara. Sementara itu saya tinggal dulu untuk mempersiapkan berkas kerjasama kita Ya Bu. Silahkan duduk."

Pak Rahardian pergi bersama sekretarisnya menyiapkan berkas. Tinggallah kami berempat diruangan itu dan terjadi pembicaraan yang sangat dramatis dan tidak akan pernah kulupakan karna aku sudah sangat menanti hari ini.

"Jadi, Mama yang sudah menghancurkan karir Papa?" Tanyanya dengan mata melotot dan wajah marah.

"Maaf, jangan panggil lagi saya dengan sebutan itu. Karna mulai detik ini, saya sudah bukan istrimu. Ini surat cerai kita. Tandatangani dan jangan banyak bertanya." Ucapku dengan angkuh.

"Apa maksudmu Mah? Kenapa begini?"

"Kau tanya kenapa begini? Kau pikir aku tidak tahu kalau kalian berdua telah menikah?"

Mereka kaget mendengar ucapanku. Sundal itu lebih terkejut, memandangku dengan wajah sangat kaget.

"Kalian nikmatilah hari-hari bersama dengan damai setelah ini. Aku dan putriku tidak akan mengganggu kalian sedikitpun. Bawalah apapun yang menjadi hakmu dari rumah itu."

Mas Seno masih dengan wajah terkejut dan marah menunjuk Alan CEO'ku.

"Dan kau Alan, bagaimana bisa? Kau racuni istriku untuk memihakmu? Kau brengsek. Kau curang." Teriaknya pada Alan dan ingin menghajarnya namun kuhalangi.

"Jangan pernah sentuh karyawanku." Teriakku pada Mas Seno.

Sambil tertawa sinis, Alan berkata "Aku curang? Lalu perbuatanmu padaku itu pantasnya kau sebut apa? Bagaimana rasanya disingkirkan Seno? Mungkin lebih sakit karna yang menyingkirkanmu adalah istrimu sendiri. Hahah."

Alan adalah teman lama Mas Seno, Diperusahaannya yang dulu, sebetulnya Alanlah yang seharusnya menjadi CEO berikutnya. Namun ternyata Mas Seno mengkhianatinya. Ia mengambil Ide alan dan menyatakan pekerjaan Alan sebagai pekerjaannya. Begitulah Mas Seno berhasil mengukir karir suksesnya.

Saat itulah si sundal karmelia itu membantu Mas Seno mengkhianati Alan. Aku mengetahuinya tanpa sengaja saat berusaha mencari tahu kelemahan dua pengkianat ini demi balas dendamku. Kebetulan yang sangat menguntungkanku bertemu dengan Alan.

"Sudah cukup Mas, aku tidak mau banyak berdebat. Aku ke sini untuk bekerja dengan Pak Rahardian. Jangan lupa tandatangani surat pisah kita."

"Apa kau sudah tanya pada Amel dia ingin ikut siapa?" Tanya Mas Seno padaku. Aku tertawa dengan sinis dan tak lupa bertampang meremehkannya.

"Maas...Mas, apa kamu sepercaya diri itu? Kau hampir jarang bermain dengannya. Kau lebih suka bermain-main dengan sundal itu, kau bahkan lupa hari ulangtahunnya, Apa kau pikir dia akan sudi ikut denganmu? Dan satu hal lagi. Jangan panggil putriku dengan nama itu. Namanya Andini. Aku sudah merubah namanya. Kau pikir aku sudi memanggil putriku dengan nama sundal itu? Kutekankan sekali lagi. Namanya Andini Putri Cantika. Akan kukirim salinan akte untuk kau ketahui."

Sepanjang drama ini, sundal itu hanya terdiam menunduk. Mungkin Ia bingung karna merasa tersudut dengan semua kebenaran yang kuucapkan.

"Kau tidak perlu mengkhawatirkan putri kita, Ia mungkin tidak akan mengingatmu. Karna kau jarang sekali menemuinya bahkan saat kau masih menjadi kepala keluarga dirumah kami. Mulai sekarang, bahagialah dengan pilihanmu."

"Dan kau perempuan sundal rendahan...." Kataku sambil menunjuk wajahnya. "Belajarlah menerima laki-laki tak berharga ini sebagai suami sahmu nanti. Belajarlah darinya bagaimana cara makan sepiring berdua, bagaimana cara menumpang tinggal dengan orangtua kalian dan bagaimana cara menerima uang hasil mengojek. Semoga kau ingat itu Mas Seno."

Ya, akhirnya aku menang. Aku yang jadi juaranya. Pembalasan cantikku akan terukir sepanjang sejarah hidup mereka. Oh ya, perlu kalian ketahui. Aku dan Mas Seno adalah teman satu kampus dulu. Kami dijurusan yang sama di fakultas sipil. Itu sebabnya aku sangat mengerti pekerjaan Mas Seno dan dengan mudahnya membuat bisnis kecil properti yang dibarengi dengan kontraktor sekaligus.

Aku puas dengan pembalasan ini. Apa yang terjadi dengan dua pengkhianat itu setelahnya, aku tak tahu dan tak peduli. Aku hanya akan menjalani hidup suksesku bersama Andini putriku. Kuberi nama Andini yang adalah nama almarhumah Ibuku dan cantika adalah namaku. Andini Putri Cantika, putriku yang terlahir ketika pengkhianatan ayahnya tengah berlangsung.

Sekian curhatku. Semoga tidak ada cantika-cantika lain yang mengalami hal serupa.

* S E K I A N *

By: Upay

Selasa, 05 Mei 2020

Jadilah matre sesuai aturan

Tapi dibilang semua hanya kebetulan, gue juga punya dua orang teman yang nasibnya sama dengan gue. Hanya beda alur cerita. OK, gue ceritain kisah gue dulu sambil pelan-pelan beralih ke kisah temen gue. Sorry kalo kalimatnya gak terlalu formal seperti cerpen-cerpen fiksi yang plotnya mengalir sempurna dengan bahasa yang baik dan benar. Karna ini hanya unek-unek gue yang gue curahkan ke dalam tulisan.

Berawal dari gue yang dilahirkan dikeluarga sederhana. Ingat ya, keluarga sederhana itu tidak sama dengan miskin atau susah. Entah sejak kapan, kalau kita mendengar kalimat "dari keluarga sederhana", orang akan berpikiran itu artinya hidup susah. Padahal gak gitu lho.

Bokap gue sanggup nyekolahin gue sampai ke jenjang universitas. Tapi untuk hang out ke mall, nongkrong di cafe sama temen-temen, belanja barang branded, itu bukanlah kehidupan keluarga sederhana. So, that's the point. Keluarga sederhana is keluarga yang masih dalam kategori bisa hidup layak hanya saja untuk memenuhi keinginan diluar kebutuhan itu butuh mikir ratusan kali.

Back to my past. Gue kenal ni laki dari jaman kita SMA, dia bahkan temen sekolah gue dulu. Kita namakan saja dia Reno. Sorry ya saat nulis ini bayangan gue ke reno barack yang abis nikahin syahrini tanpa pacaran. Mungkin gue harus seperti syahrini untuk mendapatkan seorang reno barack. Tapi apalah gue. Hanya remahan rempeyek ditengah-tengah rengginang utuh yang belum dipecah-pecah.

Ok, balik ke Reno. Reno adalah laki-laki super duper biasa. Mukanya biasa, hidupnya biasa, nilainya biasa. Semuanya biasa. Tapi itu sesuatu yang membuat gue jadi biasa melihat dia hidup biasa. Halaaah apaan sih ni tulisan. Mulai ngaco.

Kita pacaran saat dibangku kelas 3 SMA. Singkat cerita kita lulus dong. Meski dia juga orang biasa dari keluarga sederhana seperti gue, tapi keinginan keluarganya besar banget untuk nguliahin dia di universitas ternama. Jadilah dia berada di sana. Sedangkan gue melanjutkan hidup gue dengan bekerja siang dan malam membanting tulang demi membeli beras. Halal lebay. Gak gitu ding.

Jadi gue kuliah sambil kerja. Karna meski keluarga sederhana gue ini sanggup nguliahin gue, tetep aja gue harus tau diri buat bisa menghasilkan pundi-pundi demi membantu keberlangsungan hidup gue sendiri. Gue jelasin dulu. Gue kerja bukan karna tuntutan keluarga gue yang butuh biaya lebih. Penghasilan gue murni untuk diri gue sendiri, meski sesekali gue ngasih orangtua sih beberapa. Walaupun sebetulnya orangtua gue masih sanggup hidup diatas garis kemiskinan. Nah lho, ini gimana ceritanya yah. Maksud gue seperti yang diawal tadi gue bilang. Keluarga sederhana itu bukan berarti miskin.

Jadi orangtua gue masih sanggup nguliahin gue tapi gue pingin bisa gaul kaya temen-temen gue. Ke mall, nonton, ke caffe, belanja, sedangkan uang untuk pergaulan gue itu rasanya sangat tidak tau diri kalo gue minta sama bokap. Itulah mengapa gue kuliah sambil kerja.

Gue dan Reno sama-sama kuliah dipagi hari, sorenya gue jaga mini market. Seperti mahasiswa sederhana pada umumnya. Reno tidak selalu punya uang untuk kehidupannya. Untuk minta ke orangtuanya sih gak masalah, pasti dikasih kalo untuk kebutuhan kuliah dong.

Tapi sebagai pacar yang peka, gue sering banget bantu dia bayar ini itu. Seperti beli buku, foto copy jurnal, dan lain-lain deh. Meski ga semua kebutuhannya gue yang kasih sih, terlalu lebay kalo gue bilang gue ngidupin dia. Ya gak sampe segitunyalah. Intinya kita berbagi kadang dia juga bantu gue bayar kosan saat gue belum gajian atau orangtua gue belum ngirim. Jadi kita sama-sama dari susah banget kaya gini.

Gak terasa waktu terus berjalan dan sudah mulai masuk semester akhir. Kita sama-sama sibuk ngurus skripsi, sidang, dan segala jenisnya. Gue sih mikir positif. Kalo perubahan sikap Reno belakangan ini, hanya karna kita berdua lagi sama-sama tertekan dengan skripsi yang masih harus diselesaikan. Gue masih santai meski dia sering banget marah bahkan ngebentak gue.

Udah gak sungkan lagi nolak permintaan gue untuk jemput gue kerja atau dikampus atau untuk ketemuan dengan alasan dia lagi jalan sama temen-temennya. Awalnya gue shock sih. Tumben-tumbennya dia lebih milih temen-temennya dibanding gue. Tapi lama-lama karna dia udah biasa begitu, ya udah jadi biasa aja.

Gue sempet curiga dan pernah coba buntutin dia. Tapi ternyata apa yang dia bilang ya bener. Dia emang jalan sama temen-temennya aja. Yaah pokonya dia makin aneh. Sampai pada akhirnya dia lulus dan kemudian dapet kerja diperusahaan besar dengan gaji yang orang-orang pasti iri. Disinilah akhirnya gue mulai paham kenapa akhir-akhir ini dia mulai berubah.

Akhirnya dia minta putus. Ooh OK, gue mencoba berbesar hati. Karna gue bukan type cewe cengeng yang bakalan nangis kejer diputusin cowok. Ya sudahlah mungkin kita emang gak cocok. Waktu itu alasan dia mutusin gue karna katanya dia udah lumayan sibuk banget sama urusan kerjanya yang hampir selalu pulang malem. Daripada kita jarang ketemu dan lama-lama makin ga nyambung ya udah kita udahin aja. Begitu katanya hari itu.

Tapi, dua hari kemudian gue denger dari temen gue yang satu kampus sama dia dulu. Ternyata dia udah jadian sama perempuan lain yang adalah temen SMA kita dulu. Kita namakan saja dia mawar. Jadi si mawar ini adalah anak konglomerat dari jaman dia lahir. Saat kita SMA, mana ada laki-laki yang gak jatuh hati sama dirinya. Dia kaya, cantik kebangetan, modis bagai model, meski otak cuma setengah. Tapi penampilan bisa menutupi kekosongan otak lo.

Yang gue gak sangka, ternyata laki gue ini. Sorry, mantan gue ini dulu juga salah satu dari semua laki-laki yang demen banget sama ni makhluk perempuan konglomerat. Gue gak nyangka karna dulu jaman sekolah tuh dia gak ada sama sekali tanda-tanda tertarik sama ni perempuan. Rupanya, dia cuma pinter nyembunyiin perasaan. Pada dasarnya dia sama aja sama laki-laki lainnya. Demen juga sama yang model begitu.

Tapi apa boleh buat. Kasta yang membuat dia mengurungkan niatnya jatuh cinta sama perempuan sekelas mawar. Tapi sekarang. Dia udah berani show up dong secara dia udah sukses gitu kan. Gimana mungkin dia bisa menahan untuk gak menunjukkan dirinya didepan perempuan konglomerat itu dengan segala yang udah dia raih.

Jabatan, gaji besar, kendaraan roda empat, dan barang branded yang nempel dibadannya. Jadi selama ini gue cuma temen susahnya aja. Dikala dia sukses dia langsung mengejar cintanya yang dulu terpendam karna beda kasta. Jadi bisa dipastikan. Dia berjuang hidup sukses demi mengejar perempuan itu. Bukan demi masa depan yang pernah dia janjikan dulu waktu kita masih pacaran dan hidup susah dari nol.

Temen gue beda cerita lagi. Dia udah nikah. Waktu itu sih dia sama pasangannya hidup lebih susah dari keluarga sederhana gue. Tapi temen gue ini setia ngedampingin lakinya. Ngelayanin lakinya sepenuh hati dan jiwa raga yang dia punya. Dia harus hidup irit demi bisa anak dan lakinya makan enak. Disaat temen-temen lain pakai perhiasan, dia bahkan sehari-hari cuma bisa pake daster.

Tapi dia tetap tegar. Tetap mensupport lakinya untuk berjuang demi keluarga mereka. Bahkan dia terkadang harus menanggung malu meminjam uang ke orangtuanya demi keluarga kecilnya. Sampai suatu hari tiba-tiba lakinya dapet kerjaan enak dong. Gaji lebih tinggi dari sebelumnya, perlahan tapi pasti kehidupannya mulai membaik.

Prahara rumah tangga dimulai ketika si laki udah sanggup ngebeli mobil dan pindah dari rumah kontrakan ke rumah yang dia beli. Luar biasa kan. Kalo orang waras akan berpikir itu adalah hasil dari mereka berdua. Perjuangan seimbang antara ikhtiar suami dan doa istri.

Tapi rupa-rupanya, si laki gak tau diri. Saat sedang merintis karir dia udah mulai main mata sama lawan jenis di luar rumah. Awalnya sembunyi-sembunyi, begitu harta berlimpah dia udah ga peduli lagi hati istrinya.

Tanpa perasaan dia berujar "Kalo kamu gak suka sama dia, gapapa kamu tinggalin saya aja. Kalo kamu mau kita cerai karna ga bisa terima dia. Saya gak akan memaksa mempertahankan rumah tangga kita." ANJ*** gak tuh laki.

Gue gak tau nasib temen gue itu sekarang. Apakah dia jadi pisah sama lakinya, atau dia tetap bertahan dimadu karna setau gue dia ga punya penghasilan untuk hidupin dirinya dan anaknya. Nanti gue update ceritanya begitu udah dapet kabar dari temen gue yang idupnya tragis banget ini. Lebih tragis karna dia udah nikah sedangkan gue belum. Artinya gue lebih beruntung.

Tolong gak usah komen yang gak enak tentang kisah hidup gue. Gue tau koq pacaran itu dosa, tapi itu kan masa lalu gue. Sekarang sih pinginnya taarufan aja. Tapi tetep harus yang udah mapan. Karna gue udah gak mau lagi dampingin laki dari nol. Sorry ya bagi gue sekarang jadilah matre pada waktu yang tepat.

Saran gue buat semua perempuan sebagai perempuan yang udah ngerasain pengalaman pahit duluan, ada beberapa nih:

Satu, Jangan maulah nemenin laki dari nol. Cari aja yang udah mapan. Kalo dikatain matre, hadapi aja dengan tegar dan penuh keyakinan. Katakan bahwa matre dengan setia itu akan beriringan jalannya.

Dua, buat yang udah nikah, jangan mau idup terlalu ngalah dikala susah. Sesekali harus manjain diri juga. Misal, saat laki lu gajian, meski lu harus ngirit, minimal ada beberapa uang yang harus lu beliin perawatan diri atau makeup. Jangan sampe pas laki lu kaya. Muka sama badan lu gak stabil. Alias mirip babu dirumah majikan. Alhasil laki lu akan cari yang terlihat seperti nyonya di rumah.

Tiga, buat lu perempuan-perempuan syar'i yang inginnya dipinang dengan Bissmillah, tetep tanyakan sama calon lu, apa pekerjaan mereka. Kalo masih susah, mending mikir-mikir lagi.

Sorry sorry to say ya. Ini sih pendapat gue. Seperti yang gue bilang tadi, mungkin gak semua laki seperti laki-laki yang gue temuin ini. Mungkin juga nasib gue sama temen gue aja yang sial. Bisa jadi lu gak sesial kita. So, silahkan yang mau tetep berjuang dari nol sama-sama.

Sekian dulu cerita gue. Intinya, ini kisah gue. Kalo mau komen yang menjudge atau nyakitin ati, jangan dimari. Karna gue cuma mau curhat bukan mau dicurhatin. Semoga cerita gue bisa lu petik hikmah baiknya dan buang hal-hal buruknya. Sekian.

TAMAT

Oleh, Upay

Dari curhatan sahabat

Semoga bisa dipetik hikmahnya. Aamiin.

Kisah Umar Bin Khattab

Mohon maaf karna keterbatasan waktu, sehingga cerpen-cerpen karya admin sendiri banyak yang masih dalam proses penulisan. Begitu pula semua kiriman penulis lainpun masih banyak yang belum sempat admin baca. Baiklah, kita langsung saja ke Kisah Umar bin Khattab berikut ini. Selamat membaca.

KISAH UMAR BIN KHATTAB

.

Pernah suatu ketika Madinah dilanda oleh musim paceklik yang berkepanjangan.

Akibatnya, saat itu banyak rakyat Madinah yang meninggal akibat kelaparan.

Melihat hal tersebut, Umar bin Khattab pun merasa sedih dan terus membantu rakyatnya dengan memberikan sebagian besar hartanya. Bahkan, Umar pun enggan memakan daging dan meminum susu hingga cobaan tersebut berlalu.

Umar bin Khattab justru hanya mengkonsumsi roti dan minyak zaitun saja agar dia bisa memahami bagaimana penderitaan yang dialami oleh rakyatnya yang kelaparan.

.

Di lain kesempatan, Umar bin Khattab pun gemar melakukan blusukan berkeliling kota untuk melihat kondisi rakyatnya secara sembunyi-sembunyi.

Umar melakukan kegiatan tersebut di malam hari dan saat itu ia mendengar tangisan seorang balita akibat kelaparan dalam sebuah gubuk kumuh.

Rupanya balita tersebut adalah anak dari seorang janda yang tak memiliki makanan apapun dan janda tersebut berpura-pura memasak batu agar sang anak berhenti menangis.

Umar pun mendengar keluhan sang janda bahwa kondisinya demikian karena Khalifah Umar tak memperhatikan kondisi rakyatnya.

.

Bukannya marah terhadap ucapan sang janda, Umar bin Khattab justru merasa sangat bersalah.

Sedangkan sang janda tak menyadari bahwa orang yang ada di hadapannya adalah Khalifah Umar.

Umar pun segera pulang dan mengambil sekantung gandum yang berat.

Umar bahkan memikul sendiri gandum tersebut kembali ke tempat janda tersebut meskipun ia harus berjalan jauh dan kelelahan. Umar sangat menyadari bahwa sebagai pemimpin ia harus bertanggung jawab atas kondisi rakyatnya.

Link sumber:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2235896003406003&id=1429884347340510

Senin, 04 Mei 2020

Tragedi para musang

Musang betina tua itu telah lama membawa derita. Dia sedang di rundung lapar dan merasakan kegalauan dalam hati. Ia sibuk memikirkan hendak cari makan dimanakah malam ini?

Rengekan isyarat kelaparan anak-anaknya menambah galau dalam hatinya, sehingga putuslah asanya, lalu meringkuk dan biarkan bayinya menyerap putingnya yang tak berisi.

Musang malang itu pandangi penuh kasih bayi-bayinya. Hela nafas panjang ratapi derita dan perjuangan hidup yang mesti di arungi generasinya nanti.

Teringat kembali masa lalunya nan indah. Dulu, rimbanya adalah tempat menyenangkan, makanan melimpah ruah, hawa teduh, tenang dan damai, tak kepayahan mencari makan. Kini telah berubah menjadi perumahan dan perhotelan.

Saat perutnya tak terbendung, membuang hajat sesukanya, biji-bijian dari perutnya lantas berkecambah lalu menjadi tunas, menjelma pohon aneka ragam, jadikan rimbanya nyaman, hijau, dan rimbun.

Saat bahagia itu kini putuslah sudah, manakala makhluk bengis berkaki dua yang cerdas mulai usik Rimbanya. Mula-mula tebangi pohon besar, lalu batang kecil, sampai semua tak bersisa. Makhluk kejam itu rampas rezekinya.

Keluhan anak adalah derita ibu, lalu berkata, sabar sayang, Ibu pasti ambil sedikit rezeki dari makhluk biadab yang tinggal di seberang sungai itu.

Ibu perkasa itu keluar liang, angin kemarau bulan ini mengirim dingin merasuk hingga bulu ekornya. Dingin dan lapar tak mampu kalahkan rasa cinta. Ibu yang 'kan lakukan apa saja demi buah hatinya, ia tak hirau walau tiap perburuan adalah pertaruhan nyawa.

Tekadnya membatu, lamat-lamat tangisan bayinya menjadi tenaga. Dengan gagah menerobos perdu melintasi jalan setapak yang dibuat makhluk berkaki dua menuju rumah musuh utamanya.

Musang betina tua kini berdiri di belakang kandang ayam. Aroma lezat yang berasal dari dalam kandang, menusuk lubang hidung. Ketika aman, sang musang berjalan perlahan menuju kandang.

Mengitari kandang, mencari celah. Musang betina tua bergigi tajam patahkan bilah bambu rapuh. Longokkan kepala ke dalam, bau gurih kian mengganggu, jadilah andrenalinnya mengalir deras.

Matanya masih tajam pandangi ayam yang terkantuk di sudut kandang. Terbius kelezatan, lalu terkam leher ayam, terjadi kegaduhan.

Manakala sinar senter telanjangi dirinya, ia meloncat menuju rerimbunan pohon lengkuas dengan menyeret korban.

Musang!!! Tangkap!! Bunuh!!!" suara makhluk bengis mengejutkan musang betina tua."Musang...!!! Ini Si pencuri...!!! Bunuh..!!!" teriak makhluk kejam penuh kegeraman. Dengan emosi dan kemarahan yang meluap, mahluk itu menebas-nebas daun dan batang lengkuas. Sang musang ngacir secepat kilat, namun usahanya masih tertangkap mata musuhnya.

Besi tajam mengenai kakinya, darah pun mengucur deras, jadikan ibu pejuang itu terjatuh dan mangsa yang berada di mulutnya terlepas. Di ambil lagi. Ia tak menghiraukan rasa sakit yang menyerang. Ia kembali bangkit, kembali berlari sebelum musuhnya berhasil menangkapnya. Langkahnya kini tak secepat semula, benda yang berada di mulutnya telah memperlambat gerakannya.

Fisiknya kini telah merosot tajam. Tak ada yang ia pikirnya selain fokus agar cepat sampai di rumah dan memberi kebahagiaan kepada anak-anaknya. Lubang tempat anak-anaknya kian dekat, sang musang pun kian bersemangat. Walaupun Darahnya menetes di rerumputan. Pejuang betina itu memang sangat gagah perkasa, dihindarinya sang pemburu dengan menyusup perdu dan rerumputan dalam upaya menuju liang tempat tinggalnya.

Rasa sakit dan nyeri itu berbaur saling dengan rasa letih, lelah dan gemetar, bergabung menusuk-nusuk badan. Yang dengan hal itu telah memperburuk kebugaran dirinya.

Tertatih dan merangkak ia paksakan diri menuju lubang. Perjuangan memberi makan anak-anaknya sampailah pada saat pengakhiran. Raganya tak mampu lagi menanggung luka disekujur badan. Pejuang tua itu hanya mampu mengantarkan bangkai ayam sampai di mulut liang.

Anakku,... lihat dan rasakan, hidangan lezat yang ibu janjikan. Segeralah nak, cepat,...raih makanan ini dan seret ke dalam. Ini makanan yang cukup untuk bertahan selama seminggu. Anakku!.

Induk musang itu berkata dalam hati. Ditariknya nafas penghabisan, lalu melayanglah nyawanya dalam hening.

Aroma nikmat yang dikirim oleh semilir angin pagi, akhirnya masuk juga ke dalam liang tempat tinggalnya. Karena telah terpengaruh oleh bau anyir darah segar dari bangkai ayam yang kini kian dirasa lebih tegas keberadaannya, anak-anak musang seterusnya merangkak perlahan-lahan menuju ke sumber aroma.

Bersamaan dengan anak-anak musang mendekati bangkai ayam, dari kejauhan, terlihat sepasang mata ular sanca tajam membidik mulut lubang di bawah pohon bungur tua itu. Lidahnya yang merah menjulur-julur penuh gairah.

Selanjutnya yang terjadi adalah siapa yang akan menjadi korban pertama si ular Sanca. Bangkai ayam ataukah anak-anak musang?

Sekian....

* * * * *

Siapapun kamu selama bisa menulis dan punya pengalaman yang bisa diceritakan, kamu berhak mengirimkan karyamu untuk diterbitkan di BLog Cerpen ini. Kirimkan karyamu berupa tulisan atau artikel apa saja dan dapatkan hadiah menarik untuk kamu yang beruntung menjadi penulis terfavorit BLog Cerpen.

Penulis favorit pilihan Blog Cerpen akan kami konfirmasikan langsung melalui SMS atau Whatsapp ke nomor kamu yang tertera dalam Form kirim cerita yang kamu kirim.

Pajak dan ongkos kirim ditanggung Blog Cerpen lho. Buruan kirim tulisanmu sebelum ketinggalan moment seru ini. Dan kami ucapkan terima kasih buat kamu yang sudah ikutan berpartisipasi mengirimkan tulisanmu ke Blog Cerpen. Semoga beruntung ya.

Klik untuk kirim artikel

Kisah Pilu Arie Hanggara

Dimasa yang bahkan internet belum ada, social mediapun belum juga ada, kisah Arie bisa begitu viral dimedia-media Indonesia bahkan media asingpun meliputnya. Tidak hanya itu, kisahnya bahkan difilmkan yang diperankan oleh Dedi Mizwar sebagai Ayah Ari.

Bagaimana kisah pilu Arie Hanggara dimulai? Berikut ini rangkuman kisahnya. Seperti biasa, BC selalu menyertakan link originalnya sebagai penghargaan kepada penulis asli.

Kisah Pilu Arie Hanggara

Sebuah makam berukuran 2x1 meter di Blok AA II Tempat Pemakaman Umum Jeruk Purut, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, menjadi penanda akan kekejaman orangtua serta ibu tiri terhadap anaknya. Setelah 30 tahun, makam itu kini tak terurus. Namun, ceritanya tak pernah usang karena terus berulang.

Di makam itu bersemayam jasad bocah berusia 8 tahun bernama Arie Hanggara yang hingga kini selalu diidentikkan dengan kekerasan orangtua terhadap anaknya. Arie lahir di Bogor, Jawa Barat, pada 21 Desember 1976 dan meninggal di Jakarta pada 8 November 1984.

Arie Hanggara adalah kisah pilu tentang anak yang tewas dianiaya orangtuanya, Machtino bin Eddiwan alias Tino dan ibu tirinya Santi binti Cece. Kisah tragis Arie yang terjadi pada November 1984 memunculkan kesedihan sekaligus kegeraman publik.

Ia boleh dikatakan lahir di tengah keluarga yang timpang. Sang ayah Tino adalah seorang yang pemalas dan tukang janji kelas kakap. Bahkan, saudara dari pihak istrinya menggunjingkan Tino sebagai pejantan yang hanya mampu bikin anak.

Makam Arie Hanggara

Karena tak punya pekerjaan, sementara dia punya harga diri yang tinggi di tengah kondisi Jakarta yang menuntut terlalu banyak, Tino dan istrinya Dahlia Nasution kerap bersitegang. Sang istri akhirnya kembali ke Depok dan Tino menitipkan anak-anaknya ke rumah sang nenek.

Tak lama kemudian, Tino kembali mengambil anak-anaknya dan hidup bersama istri barunya bernama Santi. Di sebuah rumah kontrakan kecil di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, mereka tinggal. Tino dan Santi serta 3 anak Tino yaitu Anggi, Arie, dan Andi.

Sadar kalau dirinya pengangguran, sehabis mengantar istri ke kantor, Tino melamar kerja ke berbagai tempat. Teman-teman juga mulai dihubungi, tapi semuanya tak ada yang memberi harapan. Kondisi ini membuat Santi mulai cerewet, ditambah anak-anak yang mulai membandel sesuai dengan perkembangan usianya.

Sindiran Santi yang menyoal sikap anak-anaknya membuat Tino mulai bersikap keras pada Arie dan 2 saudaranya. Entah kenapa, kemarahan Tino dan Santi tertumpu pada Arie, anak kedua Tino yang juga murid kelas 1 SD Perguruan Cikini, Jakarta Pusat.

Oleh teman-teman sekelasnya, Arie dikenal sebagai anak yang lincah, lucu, kadang bandel, dan senang bercanda. Sedangkan di mata gurunya, Arie dikenal sebagai anak yang rajin dan pandai. Nilainya untuk pelajaran matematika 8,5.

Namun, bagi Tino dan Santi, kenakalan Arie sudah melewati batas. Penyiksaan terhadap anak yang periang ini terjadi mulai 3 November 1984, ketika Arie dituduh Tino dan Santi mencuri uang Rp1.500. Arie menjerit kesakitan ketika dihujani pukulan oleh kedua orangtuanya karena tak mau mengaku.

Pukulan itu menimpa muka, tangan, kaki, dan bagian belakang tubuhnya. Tak sampai di situ, Tino juga mengikat kaki dan tangan Arie. Kemudian, seperti layaknya pencuri Arie disuruh jongkok di kamar mandi. "Ayo minta maaf dan mengaku," teriak Santi.

Merasa tidak melakukan apa yang dituduhkan kepadanya atau sebagai ekspresi pembangkangan, Arie tetap membisu. Penasaran, Tino dan Santi melepas ikatan tangan Arie dan menyiramkan air dingin ke tubuh sang bocah. Santi meminta tambahan hukuman dengan menyuruh Arie jongkok sambil memegang kuping. Anak tidak berdosa ini melaksanakan hukumannya sambil mengerang menahan sakit.

Kekejaman Tino dan Santi terus berlanjut dan mencapai puncaknya pada Rabu 7 November 1984. Arie kembali dituduh mencuri uang Rp 8.000. Bocah yang mengaku tidak mencuri ini kembali dianiaya. Santi dengan gemas menampari Arie yang berdiri ketakutan.

Masih juga tak mengaku, Tino mengangkat sapu dan memukuli seluruh tubuh bocah itu. Suara tangis kesakitan Arie pada pukul 22.30 WIB sayup-sayup didengar tetangganya. "Menghadap tembok," teriak Santi seperti dituturkan sejumlah saksi.

Kesal karena kata maaf tak kunjung terucap, Santi kemudian datang dengan menenteng pisau pengupas mangga dan sekali lagi mengancam Arie untuk meminta maaf. Namun, lagi-lagi Arie menutup mulut. Dengan penuh emosi, Santi menjambak dan menodongkan pisaunya ke muka bocah yang sudah sangat ketakutan itu.

Setelah sang ibu tiri meninggalkan "ruang penyiksaan", giliran Toni datang dan memukul Arie yang sudah sangat lemah itu. "Berdiri terus di situ," perintah sang ayah.

Jarum jam menunjukkan pukul 01.00 WIB ketika Toni bangun dan menengok Arie. Ia menjumpai bocah itu sudah tidak berdiri lagi dan tengah duduk. Minuman di gelas yang diperintahkan tidak boleh diminum, sudah bergeser letaknya.

Bukannya merasa iba, Toni malah naik darah dan kembali menyiksanya. Gagang sapu mulai menghujani tubuh anak malang ini. Toni juga membenturkan kepalanya ke tembok. Akhirnya, anak yang lincah ini tersentak dan menggelosor jatuh. Sang ayah kembali beranjak ke kamar tidur.

Pada pukul 03.00 WIB, Toni bangun dan melihat anaknya sudah terbujur kaku. Sang ayah jadi panik dan bersama Santi melarikan Arie ke rumah sakit. Namun, dokter yang memeriksanya mengatakan Arie sudah tidak bernyawa. Hari itu, Kamis 8 November 1984.

Keesokan harinya masyarakat gempar ketika media cetak memberitakan kematian anak yang malang ini. Selama berminggu-minggu kemudian, kisah tragis ini menjadi berita utama di koran-koran. Sejak itu, nama Arie lekat di ingatan publik sebagai korban kekejaman orangtua.

Film Arie Hanggara

Setahun kemudian, sebuah film yang disutradarai Frank Rorimpandey mengisahkan nasib tragis Arie. Dibintangi Yan Cherry Budiono sebagai Arie, Deddy Mizwar memerankan Toni dan Joice Erna sebagai ibu tiri, film berjudul Arie Hanggara ini mendapat tempat di hati penonton.

Film dengan durasi yang cukup panjang ini, 220 menit, kemudian menjadi film dengan jumlah penonton terbanyak pada 1985. Menurut data Perfin pada 1986, penonton Arie Hanggara sekitar 382.708 orang.

Di makam Arie Hanggara terlihat tulisan: maafkan mama, maafkan papa. Konon, sang ayah kandung dan ibu tiri yang meminta tulisan tersebut. Kata maaf yang terlambat. Makam di TPU Jeruk Purut itu jadi saksi pilu kekerasan terhadap anak.

Kurang lebih 30an tahun lalu, Jakarta, bahkan Indonesia, dihebohkan dengan kasus kekerasan terhadap anak. Media-media besar menurunkan laporan berseri berhari-hari, mengikuti dari proses pemeriksaan kepolisian hingga pengadilan. Majalah Tempo bahkan, menurunkan laporan khusus untuk membahas masalah ini. Kasus kekerasan terhadap anak pada masa tersebut bukan hal baru, tapi kasus Arie Hanggara mencuat karena mengusik hati manusia: kok tega “membunuh” anak?

Arie Hanggara berumur tujuh tahun saat meninggal pada tanggal 8 November 1984. Hasil otopsi menunjukkan memar di sekujur tubuh termasuk bagian kepala dan bekas ikatan di pergelangan tangan dan kaki. Sebelum meninggal, Arie ditampar berkali-kali oleh ayahnya, kepala dibenturkan ke dinding, dipukul dengan gagang sapu, disuruh berdiri jongkok ratusan kali, dan dikurung satu malam di kamar mandi.

Tetangga mengaku pada malam itu, dan juga hari-hari sebelumnya, mendengar hardikan keras “HADAP TEMBOK!” Tapi mereka hanya diam, tak bertindak, tak menolong.

Subuh dini hari, Arie Hanggara ditemukan terkulai, tak sadarkan diri. Nyawanya tak tertolong.

Sang ayah mengatakan, kekerasan bagian dari pendisiplinan. Si ibu, menyebut tekanan ekonomi membuat ia sering lepas kontrol. Tetangga berdalih, mereka diam karena segan campur urusan rumah tangga orang lain.

Semua punya alasan. Maafkan Mama, Maafkan Papa, Maafkan Tetangga. Sayang, kata maaf yang terlambat itu, tak bisa menyelamatkan nyawa Arie.

Film:https://www.facebook.com/TheLookDW/videos/336444113789059/?app=fbl

Youtube Film Arie Hanggara:

https://youtu.be/CZV9bv7R1o8

cuplikan Film Arie Hanggara

https://youtu.be/xR8diYik8f4

sumber:m.liputan6.com

dan berbagai sumber

Rewrite from:

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2475118035880188&id=386882044703808

Minggu, 03 Mei 2020

Jerit Hati seorang Istri

Sayangnya cerita bagus ini tidak diberi judul, sehingga judul ini hanya tambahan dari BC saja supaya lebih ada kesan dalam cerita. Berikut ini kisahnya.

Lebih baik ngontrak rumah sederhana drpd serumah dengan mertua.Mau ngapa-ngpain aja bebas. Bangun siang, bersih2 rumah kapan aja maunya, cucian kotor piring/baju mau langsung dcuci / dtumpuk dlu gk da yang ngomel, drumah berantakan sama mainan anak sakarepna, masakan gak enak juga gk masalah hihi yang penting happy.

* kisah nyata, cerita ini dari teman facebook, beliau tdk mau disebutkan *

"Cinta Datang Terlambat 22 november 2015 "

Aku adalah pria dewasa yang kuat, tampan dan mapan menurut penilaian banyak orang. Aku adalah pria yang sopan, yang baik hati menurut mereka. Tapi mungkin mereka tidak pernah tau, ketika seorang diri aku adalah pria yang bodoh, cengeng, rapuh yang hidup penuh kesalahan dan rasa penyesalan.

Aku mencintai istriku menurutku dan juga mencintai anakku. Istriku ku Ami adalah wanita yang baik dan tidak berlebihan menurutku.

Kami tidak pernah ribut, hanya masalah-masalah sepele, seperti aku meletakkan baju kotor sembarangan, menyerakkan rak sepatu, atau ketika sedang badmood dia diam saja aku mintai tolong namun tetap mengerjakannya, atau dia cemberut karena aku melupakan janjiku untuk mengantarnya ke supermarket.

Ahh tapi pernah beberapa tahun yang lalu ketika istriku menabung sedikit demi sedikit uangnya untuk membelikan aku hadiah ulang tahun berupa jam tangan ber merk. Aku malah marah dan tidak mau menerima jam tersebut, alasanku marah padanya adalah karena dia menitipkan uang untuk membeli jam tersebut pada temanku dan bukan nya memberikan uang tersebut langsung padaku. Apa dia tidak tau betapa malunya aku sebagai laki-laki, ketika sampai di toko jam temanku berpura-pura bertanya jam mana yang bagus diantara dua pilihan dengan budged yang diberikan oleh istriku padahal sebenarnya jam itu untukku. Waktu itu aku tidak berpikir sama sekali bahwa istriku hanya berusaha menyenangkanku, berusaha memberikan surprise untukku. Istriku tampak kecewa dengan sikapku.

Kehidupan rumah tangga kami, bukanlah pasangan muda yang banyak mendapat harta warisan dari orangtua. Kami merintis dari nol. Bahkan masih hidup bersama kedua orangtuaku. Namun Alhamdullilah selalu meningkat lebih baik hingga akhirnya aku bisa bekerja di perusahaan yang bagus.

Dan aku selalu mengira rumah tangga kami baik-baik saja selama 7 tahun pernikahan kami. Walaupun ada beberapa kali Ami merengek minta dibuatkan rumah, karena sekali-kali ada terjadi cekcok antara Ami dengan ibu atau adik-adikku. Tapi aku tidak pernah sungguh-sungguh memikirkan nya. Bagiku untuk apalah rumah, belum terlalu penting.

Aku adalah anak ketiga dari lima bersaudara dan anak laki-laki satu-satunya. Kakak pertama ku tinggal diluar kota ikut suaminya dan sangat jarang pulang. Adikku yang pertama tinggal sekitar 10km dari rumahku, sudah memiliki dua anak dan lumayan sering tidur dirumah karena suaminya bekerja diluar kota. Adikku yang kedua kuliah di luar kota. Dan adikku yang ke tiga masih duduk dibangku smp. Sementara istriku dia adalah yatim piatu. Dan hanya dua kakak beradik.

Bicara tentang gaji, walaupun telah bekerja di perusahaan ternama gajiku habis hanya untuk membayar hutang di bank, cicilan mobil, membantu sekolah adikku, dan memberi ibuku perbulan, sebagai janjiku karena aku berhasil masuk ke perusahaan tempatku bekerja karena jasa orangtua. Sementara istriku yang menjalankan usaha menjahit, hasilnya hanya cukup untuk biaya makan kami sekeluarga bersama orangtua, biaya internet, listrik, arisan dan lainnya.

Istriku tidak pernah marah karena aku tidak mampu memberikan sebagian uang gajiku kepadanya seperti aku memberikan rutin kepada ibuku.

Tahun terus berlalu, lagi-lagi aku berpikir kehidupan rumah tanggaku tampak berjalan seperti biasanya dan baik-baik saja. Meski mungkin itu menurutku saja karena aku sibuk bekerja dan jarang dirumah. Pernah beberapa kali ketika malam hari sebelum tidur, istriku mengampiriku, bercerita dengan suara pelan sambil meneteskan air mata, mengeluhkan ibuku, ayahku atau adikku. Aku hanya mengusap kepalanya. Meminta untuk bersabar. Meski saat itu sebenarnya aku tidak pernah benar-benar mendengarkan nya, aku berpikir.. ahh biasa bukan masalah besar.

Pernah juga ketika istriku tidak dirumah justru ibukulah yang mengeluhkan ini itu segala macam sifat istriku. Dan memintaku untuk menasehatinya. Aku hanya menjawab ya bu. Akan kukasih tau nanti.

Jadi ketika ada kesempatan untuk bicara, kukatakan pada istriku supaya dia bisa bersikap lebih baik pada orangtua atau adik-adikku. Lalu istriku mulai bercerita dan kembali menangis. Ayah gak di rumah, ayah gak tau gimana ibu, ayah gak tau gimana adik ayah, umi udah gak sanggup yah, umi pengen punya rumah sendiri. Aku hanya mengusap kepalanya. Meminta untuk bersabar.

Jika ku telaah baik-baik aku pun tau istriku berkata apa adanya semua tentang orangtua bahkan adikku. Bagaimana tidak, adikku yang sudah berkeluarga saja sering tidur dan makan dirumah bersama anak-anak bahkan suaminya. Kadang jika akan pulang ke rumahnya dia membawa beras atau yang lainnya juga dari rumah kami. Tentu saja dia memintanya pada ibuku bukan istriku. Padahal bisa dikatakan istriku saja berjuang dengan sangat hemat untuk mencukupi semua kebutuhan kami.

Dan sepertinya istri ku cukup lelah, baik itu secara psikis maupun financial. Uang yang kami punya hanya habis berputar-putar disitu saja. Kami bahkan tidak memiliki tabungan. Belum memiliki rumah. Hanya sebuah mobil yang masih kredit dan ruko kecil tempat istriku membuka usaha. Tapi aku bahkan belum bisa berbuat apapun untuknya.

Hingga akhirnya hal buruk itu benar-benar dimulai. Suatu hari, ibuku membuka pembicaraan tentang uang perbulan yang selalu aku berikan. Ibuku bilang “tolong bilang ke istrimu jangan di bahas-bahas lagi tentang uang itu. Karena sekarang ini gak ada lagi orang tua lain yang bisa bantu anaknya masuk kerja ke perusahaan sebagus itu. Kamu itu beruntung ”Bu, Ami gak pernah bilang apa-apa ke Yoga. “kamu mau kasih berapapun gak akan bisa balas apa yang udah orangtua berikan.” Dia gak pernah marah atau iri kok bu. Tapi ibuku trus saja mengucapkan kata-kata lain nya. Istriku yang sedang menyiapkan baju untukku dikamar akhirnya keluar karena mendengar ribut-ribut dan menanyakan ada apa. Ku jelaskan yang disebut ibu pada istriku, semeentara ibu masih terus saja bicara, hingga akhirnya istriku menjawab kalo ibu memang gak sayang dengan nya dan pergi masuk ke kamar meninggalkan aku dan ibu. Saat itu aku sempat berkata pada ibu kalo memang ibu gak suka lagi aku dirumah ini, maka aku akan pergi.

Menjelang siang istriku di jemput teman nya dan pergi bersama Okan keluar. Ketika pulang menjelang sore dan masuk ke kamar, istriku menemukan secarik surat di tempat tidur dari ibu yang berisi. “mulai hari ini saya tidak kenal kamu lagi, saya memang tidak pernah menyayangi kamu dan kamu bukan menantu saya lagi.” Istrikuku memfoto surat kecil itu dan mengirimkan nya padaku lewat bbm. Rasanya pasti seperti di sambar petir di siang bolong. Istriku langsung pergi lagi keluar dari rumah bersama Okan.

Mungkin wanita lain akan kembali ke rumah orangtuanya, tapi istriku mau kemana dia. Kakak nya jauh tinggal di Bandung. Disinipun ikut denganku tidak memiliki teman dekat. Aku sempat menitikkan air mata, namun karena saat itu dikantor sangat bnyak pekerjaan akhirnya masalah itu terlewat begitu saja dipikiranku hingga jam pulang.

Ketika sampai dirumah dan menemukan istriku tidak ada aku menelepon dan menanyakan dia dimana. Aku membujuknya agar mau pulang. “dan malam itu juga kami pun berkumpul, aku, istriku, ibuku, ayahku. Membicarakan titik permasalahan nya. “Ibuku yang memang pertama kali memulai masalah pun tampak nya enggan untuk mengakui.” tentu saja, karena dia pasti tidak akan mau jika harus mengaku salah di depan anak dan menantunya. Sementara itu istri dan ayahku hanya diam saja. “ibuku trus bicara blaaa-blaaa.. ini itu dan banyak yang lain nya untuk semakin memojokkan istriku.

Akhirnya aku bertanya “jadi ibu mau nya apa?” ibuku bilang, dia ingin istriku merubah sifatnya. Ibuku bilang dia tidak akan mau makan, karena ibuku tau selama ini istriku tidak rela, tidak ikhlas. Aku bilang pada ibu, kalau ibu tidak mau makan itu bearti ibu tidak menghargai hasil jerih payahku. Lebih baik aku gak usah tinggal dirumah ini lagi. Ibuku kembali bilang, “bahwa dia gak makan karena istriku tidak rela. Ibuku juga bilang, seharusnya istriku bisa bersikap lebih baik ke adik-adikku. Dan jangan dibahas lagi masalah uang yang aku berikan karena ibuku malu jika orang lain tau. Dan kalau sampai aku pergi meninggalkan rumah ini, ibuku bilang dia tidak akan mau menginjakkan kakinya dirumahku sebagus atau semewah apapun rumahku.

Saat itulah aku melihat istriku meneteskan airmatanya, airmata itu trus saja mengalir tak tertahan lagi olehnya. Meski berusaha menangis tanpa suara, tampak sekali bahwa ia merasa sedih, terpukul, kecewa, tersiksa bercampur menjadi satu. “ayahku yang sedari tadi diam saja, akhirnya buka suara dan bilang kalau dia akan sangat malu jika aku sampai pergi meninggalkan rumah ini.” Aku bilang semua keputusan ada ditangan ibu. Ibu bilang jangan pergi.

***

Aku pikir masalah malam itu pastilah akan terlupakan. Setahun lebih hampir berlalu dan semua akan kembali baik-baik saja. Tapi ternyata aku salah. Istriku berubah menjadi lebih pendiam, dia lebih sering hanya tiduran dikamar, atau main dengan anak kami, dia jarang sekali tertawa, bercanda seperti dulu. Karena dia sangat pendiam, aku menyangka dia memang begitu sebagai upaya untuk berusaha menjadi lebih baik.

Istriku tidak pernah lagi merengek minta dibuatkan rumah, tidak pernah minta di antar ke supermarket, arisan, atau mengajak keluar saat weekend. Bahkan jika aku ajak pergi ke kondangan ataupun keluar istriku menjawab, “ayah saja ya umi capek, ayah saja ya umi ngantuk, ayah saja ya umi masih ada kerjaan.” Dan aku pikir memang begitu keadaannnya.

Aku bahkan tidak menyadari jika istriku menjadi lebih kurus, matanya sering sembab karena berusaha menyembunyikan kesedihannya dariku. Suatu hari bahkan anakku Okan pernah berkata, kita kalau mau makan selalu bilang “makan umi, makan oma, makan opa, makan aunty, tapi kok Okan gak pernah denger umi bilang gitu ya yah. Aku tersentak dan tersenyum, umi kan sekarang gak mau bicara kuat-kuat sayang mungkin waktu umi makan lagi gak ada siapa-siapa. Sahutku. Okan pun tersenyum, mengangguk. Tapi aku jadi terpikir dengan kata-kata anakku, selesai makan akupun langsung masuk ke kamar menghampiri istriku yang memang lagi tidak enak badan menanyakan apa ia sudah makan? Mau dibelikan apa? Istriku hanya tersenyum dan menggeleng tidak mau apa-apa katanya. Dia sudah kenyang.

Bulan berlalu, kota kami dituruni hujan yang sangat lebat, memang sedang musim hujan sih sebenernya. Tapi hari ini betul-betul lebat bahkan beberapa pohon tua di area perkantoranku sampai tumbang. Aku berusaha menelepon istriku namun tidak di angkat. Akhirnya aku menelpon ke ruko dan menanyakan ke karyawan apakah istriku ada disana, “ada pak, tapi ibu didalam baru datang setengah jam yang lalu sambil basah kuyup pak.” Oh ya sudah kalu gitu. “ada pesan pak?” paling nanti saya mau jemput ibu. Gak perlu dibilang ya mbak, ada surprise soalnya. “oke pak.”

Hari ini perusahanku menang tender, aku pun kelimpahan bonus yang lumayan besar jumlahnya dan pasti bisa digunakan untuk membuat rumah sederhana impian istriku. Lepas jam kantor aku pun bergegas ke ruko ingin berjumpa belahan jiwaku. “ibu masih didalam mbak? masih pak. Aku membuka pintu pelan sekali, karena ingin mengejutkannya. Istriku tampak menidurkan kepalanya di atas tangan di meja. “DAAAAAA.. sahutku memegang pundak istriku, yang ternyata pakaian nya masih basah karena kehujanan tadi. Ya ampun pikirku, hujan sudah berhenti hampir 2 jam yang lalu. Umiii, panggilku sambil membalikkan tubuhnya. Saat itulah aku menyadari sesuatu yang sangat buruk telah terjadi. Wajah istriku sangat pucat dan biru. Tangannnya sangat dingin seperti es. Umiiii jeritku membopongnya membawa ke luar ruangan. Karyawan yang ada diluar pun kaget melihatku. Aku langsung meminta salah satu karyawan menyupir mobil sementara aku menggendong dan berusaha menyadarkan istriku.

Aku tak henti-hentinya menangis, segala pikiran dan bayangan buruk merasuk kedalam pikiranku. Air mataku jatuh tak terhankan membasahi wajah istriku. Aku memeluknya erat, erat sekali. Pejalanan ke rumah sakit ntah kenapa terasa begitu lama. Aku tak tahan lagi. Aku ingin agar istriku segera sadar, aku ingin dia tau kabar gembira yang kubawa, aku ingin dia tau betapa aku mencintainya. Aku ingin dia bahagia. Aku ingin dia tersenyum. Aku tidak indin dia bersedih atau pun menangis lagi. Aku ingin melihat senyumnya yang dulu, ketawanya yang dulu, candaan nya yang dulu. Yang hilang tanpa pernah aku sadari. Umi maafkan ayah mi. Maafkan ayah. Maafkan ayah. Maaafkan ayah umi.. maafkannnnn...

Selama dua jam Aku menunggu dokter menangani istriku. Kenapa lama sekali mbak? tanyaku pada perawat yang keluar dari ruangan. “sabar pak” jawabnya. Ya Allah ya tuhan, aku mohon selamatkan dia Ya Allah. Dialah bidadariku Ya Allah. Aku sangat mencintainya. Bagaimana mungkin aku dan anakku hidup tanpa nya. Tanpa kasih sayang nya. Aku merasa sangat sedih sekali. Belum pernah aku merasa sesedih ini. Tapi bagi istriku mungkin selama ini, seperti inilah hidup yang ia jalani. Namun aku tak pernah mengerti dan merasakannya. Aku tak pernah akan tau betapa ia menderita jika peristiwa ini tidak terjadi. Ya Allah maafkan aku, aku mohon beri aku kesempatan.

Maafkan kami pak, nyawa istri bapak tidak tertolong. Istri bapak terserang hipotermia. Sahut dokter dengan wajah sedih. Seketika tubuhku lunglai dan menjadi dingin seperti es. Airmataku jatuh tak tertahankan. Bagaimana mungkin dok? Istri saya hanya kehujanan sebentar saja. Bagaimana mungkin? “Mungkin saja pak, walaupun hanya kehujanan sebentar tapi bisa saja tubuh istri bapak sedang dalam keadaan yang tidak fit, atau perutnya kosong, apalagi istri bapak tidak segera mengganti pakaian nya yang basah setelah kehujanan.

Ya Allah, jeritku... aku tak berhenti menangis, aku tak berhenti memeluknya, tubuh istriku yang telah kaku. Aku menatap lekat wajahnya, wajah itu begitu teduh namun sayu. Amiiii, aku mencintaimu sangat mencintaimu sayang. Maafkan aku yang tak pernah mengerti. Maafkan aku yang tak pernah paham. Tapi mengapa tak engakau beri aku kesempatan? Apa engkau sudah benar-benar lelah? Apa memang sudah tak kuat lagi? Lalu bagaimana dengan aku? Apa kamu pikir aku akan kuat mejalani ini semua? Bagaimana dengan anak kita? Pikiranku kembali ke semua hal yang telah berubah pada istriku setahun belakangan ini. Seandainya saja aku menyadari bahwa semakin hari tubuhnya memang semakin kurus, seandainya saja aku menyadari kata-kata Okan malam itu padaku. Aku menyesali semuanya, semua yang telah terlambat dan tak akan terulang.

Andai waktu dapat diputar, pastilah aku tidak akan membiarkanmu tinggal lama-lama serumah dengan keluargaku. Andai waktu dapat diputar pastilah dengan sungguh-sungguh akan kubangun rumah impianmu sayangku, cintaku, bidadariku. Air mata ini, kesedihan ini, tak akan mampu menghapuskan semua salahku sayang.

Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri hargailah keberadaannya, kasihi dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila ia telah tiada, tidak ada suatu apapun yang dapat lebih baik seperti dirinya.

Bukanlah hal yang salah jika tinggal bersama mertua atau saudara ipar. Tapi pernahkah kamu mendengar pribahasa “yang jauh bau bunga yang dekat bau tahi.” Jadi alangkah lebih baiknya jika kau bina rumah tangga kecilmu dengan tertatih namun berujung nikmat dan bahadiah. Karena didalamnya akan kau temukan begitu banyak kejutan dan cinta.

Keluarga memang penting, ibu, ayah, kakak, adik, tapi jangan sampai karena cintamu pada mereka engkau melupakan cinta dan tanggung jawab pada istrimu.

Link original:

https://m.facebook.com/100041247272471/posts/119678156083760/?notif_id=1568634284735562&notif_t=story_reshare&ref=notif